Setelah menjemput Aivy dan membawa bekal yang secukupnya motor Binar melesat ke sebuah bangunan besar, sebuah panti jompo yang terlihat sederhana dan bersih.
Shanum yang heran kenapa dibawa kesini hanya diam saja. Bukankah tadi dan sebelum-sebelumnya Binar selalu bilang bahwa papanya sedang dirawat di RS.
Semenjak motor diparkir sampai mereka berjalan menyusuri lorong, tak sepatah katapun suara keluar dari mulut ketiganya.
Aivy berulang kali melirik kakaknya, dalam benaknya dia bertanya-tanya. Kakaknya tidak mungkin menemui papanya dengan masker dan rambut yang masih palsu kan?
Tapi kalau dibuka, apakah kak Cahaya bisa dipercaya?
" Aivy masuk duluan sama kak Cahaya, kakak mau ke toilet sebentar.."
Aivy mengangguk, gadis itu bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh kakaknya.
" Mari kak..." Aivy menggandeng tangan Shanum dan mendorong pintu untuk masuk ke dalam.
" Kami datang pa..." Teriak Aivy.
" Assalamualaikum..." Sapa Shanum sopan.
" Waalaikumsalam..." Jawab pria baya, duduk diatas kursi roda.
Dilihat dari postur tubuh yang masih tegap dan gurat wajah yang belum terlalu keriput, mungkin tiga atau empat tahun lebih tua dari papa Vino.
" Heii..., Aivy bawa siapa hari ini hemm?" Tanya papa Sanjaya ramah. Matanya tertuju pada sosok Shanum yang mengangguk sopan.
Pemandangan yang sangat jarang, putra-putrinya datang bersama orang lain, selain hanya mereka berdua.
" Ah, selamat siang om. Saya Shan...eh.. maksudnya nama saya Cahaya, Cahaya Nilam.." Shanum menjabat tangan papa Sanjaya sopan dan mengecup punggung tangannya. Bentuk sopan santun yang telah diajarkan turun temurun itu dipegang teguhnya sampai saat ini.
" Ini....?" Papa Sanjaya masih bingung, setahu beliau kedua anak angkatnya ini adalah para introvert yang tidak pernah bisa bergaul kepada sembarangan orang.
" Kak Cahaya ini temanya kak Binar pah..."
"Hah!!" Lagi-lagi papa Sanjaya semakin menganga. Ditatap gadis di depannya itu lekat. Cantik, dan lembut.
Binar?
Bisa punya teman perempuan?
Apakah dunia sudah mau kiamat?
Papa Sanjaya kembali menatap Aivy yang terlihat berbeda hari ini. Ya, jilbab!!.
Gadis itu memakainya sekarang.
" Kau menutup rambutmu sayang?" Ucap papa Sanjaya mengelus kepala putrinya.
" Iya pa, mommynya kak Aya yang membelikannya, banyak loh pa dan lengkap! warna apa aja ada..." ucap Aivy berapi-api.
" Mommynya kak Aya?"
Papa Sanjaya kembali menatap Shanum yang sigap merapikan tempat tidur papa Sanjaya.
" Ya, mommy kak Aya dan ketiga anaknya itu buaiiiikk banget pah, ada kak Shine juga. Apa papa tau pa?. Kak Shine itu mirip banget dengan kak Binar..."
Mata papa Sanjaya terbelalak mendengar cerita Aivy, tiba-tiba wajahnya begitu pias, terlihat pria baya itu kesusahan menelan ludahnya sendiri. Ada ketakutan dalam wajahnya.
Ada sesuatu yang berputar-putar dalam benaknya saat ini.
" Shine??"
" Ya, kak Shine itu sepupunya Maureen.."
Papa Sanjaya terlihat semakin bingung dengan kata-kata putrinya.
" Siapa pula Maureen?" Tanya Papa Sanjaya semakin bingung.
" Oh, dia bestynya Aivy..., cantiiikkk banget kayak mommynya" sahut Aivy berbinar-binar bahagia.
" Trus kakakmu mana?" Papa Sanjaya memangku putrinya dengan sayang di atas kakinya yang sudah tidak berasa apa-apa itu. Terlihat gurat sendu dalam wajahnya.
" Ke toilet sebentar, papa mau makan? Kak Binar buat sop bakso tahu nih..." Ucap Aivy.
" Bolehlah papa sudah lapar.." Sahut papa Sanjaya ramah.
Shanum yang mendengarnya langsung mempersiapkan semua, membuka tas bekal dan menuangkan nasi serta lauk pauknya diatas piring.
" Mari om..." Ucap Shanum dengan bersiap menyuapi papa Sanjaya.
" Om ini lumpuh dikaki Aya, bukan tangan. Sini nak, om bisa makan sendiri, terimakasih..." Ujar papa Sanjaya dengan senyum khasnya.
Mereka terus mengobrol di sela-sela pak Sanjaya makan. Pribadi ramah seorang Shanum jelas sangat mudah baginya untuk akrab dengan siapa saja.
" Maaf pa, Binar lama..." Suara Binar mengagetkan ketiganya.
Lebih tepatnya Shanum, gadis itu mematung dengan sapu ditangannya. Matanya menatap sosok didepan pintu itu dengan mata melotot.
Syok!!!, saat ini Shanum benar-benar sedang bertarung dengan rasa yang begitu menyiksanya. Rasa panas membakar dan bergetar di seluruh tubuhnya. Sekuat tenaga gadis itu berusaha menahan rasa pedih dimatanya.
Dadanya berdebar seakan ingin meruntuhkan organ dalam tubuhnya. Keringat dingin menetes dari sela-sela rambutnya
Pluk...
Sapu ditangannya terjatuh begitu saja. Kaki Shanum seolah tak mampu menunjang kakinya saat ini, lemas dan bergetar hebat!. Rasanya bagai lolos semua tulang-tulangnya.
Tiba-tiba tubuh itu merosot ke lantai begitu saja.
" Cahaya!!." Binar berlari menghampiri Shanum yang hanya menunduk, menyembunyikan air matanya. Papa Sanjaya dan Aivy juga ikut menoleh.
Binar mengulurkan tanganya, tapi Shanum justru mengangkat tangannya, menolak uluran tangan Binar.
" Cahaya?, kau kenapa?" Binar ikut berjongkok di depan Shanum yang terus menunduk. Tangan Shanum terus menepis tangan Binar yang ingin menolongnya untuk berdiri.
Binar bisa melihat tubuh Shanum yang bergetar. Dan terus menunduk.
Dia kenapa?
Kenapa dia begitu terkejut melihatku? Kenapa tatapannya begitu ketakutan seperti melihat hantu?
Apa dia pernah melihatku perang?
Apa dia pernah melihat sisi iblisku? Kapan?
Jadi dia takut denganku?
Dia membenciku?
Binar menggigit bibirnya kuat-kuat. Matanya terpejam untuk beberapa saat.
Dadanya begitu sesak mendapatkan reaksi seperti ini dari gadis yang beberapa hari ini singgah di hatinya. Biasanya cewek-cewek lain akan histeris dan langsung caper didepannya. Tapi gadis ini lain, dia justru tidak mau melihatnya.
" Cahaya?" Panggil Binar lagi.
" Aku tidak apa-apa, aku hanya ingat ada sesuatu yang yang harus aku kerjakan. Aku mau pulang..." Ucap Shanum masih dengan menunduk. Binar dapat melihat dengan jelas Shanum mengusap air matanya buru-buru. Lalu tanpa menatapnya, gadis itu segera berjalan ke arah papa Sanjaya dan Aivy.
" Cahaya kenapa nak?, sakit?" Tanya papa Sanjaya penuh rasa khawatir.
" Tidak om, Cahaya hanya ingin pulang dulu,... Aya lupa ada tugas.." Shanum meraih tangan papa Sanjaya dan mengecupnya pelan.
" Loh kenapa tiba-tiba badan kamu jadi panas gini nak? tadi enggak."
Papa Sanjaya menyentuh dahi Shanum dan begitu terlihat kecemasan dari wajahnya.
" Kak Aya, kenapa?" Tanya Aivy ikut khawatir.
" Nggak papa dek..., cuma sedikit pusing." Ucap Shanum masih tetap tanpa melihat ke arah Binar.
" Ayo...aku antar..." Ucap Binar.
" Nggak usah, Shine bisa menjemputku..." Sahut Shanum cepat. Lalu bergegas melangkah mengambil tasnya dimeja belakang Binar.
Saat melewati Binar, Shanum sama sekali tidak menatapnya.
Nyut...
Dada Binar bagai dicubit oleh tangan yang tak kasat mata, sakit!!. Dianggap tidak ada seperti ini rasanya begitu sakit.
" Cahaya pulang dulu om..., dek. Assalamualaikum..." Pamit Shanum.
Binar terdiam membisu. Kaku!, pemuda ini begitu bingung dengan semua ini.
Kenapa ini?
Dia mengacuhkan ku...
Apa salahku?
" Bin..., antar nak, Cahaya kurang sehat itu..." Ucapan papa Sanjaya mengagetkannya.
" Oh..i..iya pa..." Binar sedikit berlari membuka pintu lalu menutupnya, dan berlali mengejar Shanum.
" Aya!!, tunggu...." Binar meraih pundak Shanum.
Tap!!
Tepisan kuat pada tanganya membuat Binar membesarkan matanya terkejut.
" Ay, ada apa ini? kau marah?." Binar meraih kedua bahu Shanum agar menghadapnya.
Shanum tetap menunduk dan menggeleng.
" Lalu?" tanya Binar lagi.
" Aku mau pulang..." Gumam lirih Shanum.
" Iya, tapi kau kenapa dulu?" Tanya Binar bingung dan kesal atas sikap Shanum yang tiba-tiba berubah begini.
" Memangnya harus ada alasan? aku mau pulang ya pulang?" Bentak Shanum kesal.
" Iya, nggak juga sih, tapi kenapa tiba-tiba?, dan lagi.... Kenapa lo acuhin gue..?" Ucap Binar ikut kesal.
" Huh!!, memangnya sejak kapan gue mesra sama lo!!" sahut Shanum mendelik marah.
" Bukan gitu, tadi kita tidak sedang bertengkar kan. Tadi kita fine-fine aja, tapi kenapa tiba-tiba begini..."
" Terserah gue!!" Sahut Shanum jutek.
Dihempaskanya kedua tangan Binar yang berada di pundaknya. Lalu berlalu dengan linglung dan kebingungan meninggalkan Binar.
" Sshhhhh ya Tuhan..."
Bugh...bugh...bugh....
Dengan geram Binar meninju tembok yang tidak bersalah di sampingnya.
Entah kenapa dadanya begitu sesak mendapatkan penolakan dari Shanum.
Hatinya begitu sakit, menerima sikap Shanum yang acuh padanya.
Tapi memangnya siapa kamu Binar?. Apa yang kamu harapkan darinya?.
Kere sepertimu apa pantas menaruh hati pada gadis seperti Shanum. Gadis bersinar cerah yang di sukai banyak orang.
Siapa dirimu Binar?
Hanya sampah busuk yang teronggok di sudut gang
Brengsek yang tidak layak untuk bersanding dengan tuan putri yang gemerlap.
Beberapa perawat petugas panti jompo berlarian kesana kemari.
Suasana sedikit tegang di koridor panti.
" Ada apa mbak?" Tanya Binar pada salah satu perawat yang berjalan dari arah depan.
" Ada gadis pings---- an" Jawab sang perawat.
Binar langsung berlari menuju pintu keluar tanpa menunggu ucapan perawat itu selesai. Dari tempatnya berdiri tampak satpam sedang menggedong seorang gadis yang beberapa saat lalu bersamanya.
" Cahaya!!, pak biar saya yang bawa!!. Dia teman saya" Binar merebut Shanum dari gendongan satpam begitu saja. Pemuda itu berlari dengan menggendong Shanum ke ruang perawatan di ujung panti.
" Dok..., dokter..tolong..." Binar menerobos pintu ruangan dengan tidak sabar. Tapi itu masih bisa dipahami untuk saat ini.
...***...
Binar duduk di samping brangkar Shanum.
Matanya menatap mata tertutup yang basah itu. Sesekali mengusap airmata yang terus merembes dari sudut mata Shanum dengan jempolnya.
Dokter mengatakan bahwa Shanum mengalami syok berat yang membuatnya pingsan.
Entah apa yang membuatnya syok seperti ini. Karena kondisi ini dapat membuat tekanan darah pada tubuh menurun drastis, sehingga suplay darah ke otak menurun pula.
Keanehan sikap Shanum terjadi saat dia masuk.
Apa yang membuatnya syok berat?
Apa wajahku?
Kenapa?, ada apa diwajahku?.
Dokter tadi juga mengatakan bahwa sebelum pingsan Shanum mungkin saja mengalami linglung atau kebingungan.
Dan iya! itu betul seratus persen, karena Binarpun melihatnya tadi.
" Ennghhh, haus..." Suara lemah Shanum mengagetkan Binar yang melamun sedari tadi.
" Aya, kau sudah sadar?" Binar menyambar air minum disampingnya lalu mendekatkan pada bibir Shanum.
Shanum menatap wajah Binar lekat.
Binar yang ditatap sedemikian merasa merinding. Jantungnya terpompa sangat kencang.
" Kenapa aku di sini Bin....?"
" Kamu pingsan.."
" Pingsan?" Shanum memejamkan matanya. Debaran dalam dadanya semakin menjadi-jadi.
" Aku akan mengubungi mamamu..." Binar meraih ponselnya di kantung jaketnya.
" Jangan Bin, jangan bilang mama dan keluarga ku..." Shanum meraih tangan Binar.
Matanya menatap pada punggung tangan Binar yang memerah.
" Kenapa ini?, kenapa tanganmu sampai seperti ini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments