Lilis berniat pergi bersama mbak Ratih sambil menunggu hingga Lilis telah selesai masa nifasnya. Ada perasaan sedih, saat Lilis menatap wajah Naina yang belum mengenal ibunya. Lilis membayangkan, jika setahun lamanya dia pergi, pasti akan sangat merindukan Naina.
Kepergiannya kali ini juga demi Naina. Demi masa depan Naina kelak agar memiliki biaya untuk sekolah dan bertahan hidup tanpa harus berhutang sana sini. Juga demi sang ibu, yang sudah bersusah payah membesarkan dia dan menyekolahkan dia hingga memiliki pendidikan yang tidak kalah dari orang lain.
Banyak harapan yang dibawa Lilis bersamanya. Selain pakaian ganti yang hanya beberapa potong saja. Lilis membawa impiannya dan harapan ibunya, yaitu memiliki usaha sendiri untuk masa depan Naina.
Sebelum pergi, Lilis memeluk ibunya dan Naina bergantian. Air matanya seolah tidak mau berhenti mengalir membasahi pipinya.
"Lis, ingat pesan ibu. Jangan melakukan pekerjaan yang dibenci Allah. Carilah rezeki yang barokah, yang bisa membawamu memperbanyak pahala."
"Iya, Bu. Lilis akan selalu mengingat nasehat ibu."
"Jangan mengejar uang, karena rezeki itu sudah diatur sesuai takarannya masing-masing. Jangan lupa sholat 5 waktu sesibuk apapun dirimu. Ketika adzan sudah berkumandang, saatnya meninggalkan kesibukan dunia."
"Lilis pergi, Bu. Jangan lupa selalu doakan Lilis agar berhasil dan sukses." Lilis berurai air mata." Naina, sayang. Doakan ibu agar bisa segera membawamu bersama ibu."
Setelah menciumi Naina, Lilis menyerahkan Naina pada ibunya. Jika dia semakin lama melihat Naina, takutnya dia tidak akan tega meninggalkan Naina. Lilis mencium tangan ibunya untuk berpamitan dan meminta restu. Lilis naik mobil sewaan Mbak Ratih, yang sudah menunggu bersama suami dan anaknya.
Sementara mbak Ratih turun untuk berpamitan pada ibu.
"Ibu titip Lilis padamu, Ratih.Tolong jaga Lilis, untukku"
"Iya, bibi. Ratih pasti akan menjaga Lilis. Ratih pit dulu."
Mbak Ratih mencium tangan Bu Siti lalu melangkah pergi. Lilis tidak sanggup melihat kembali ibu dan Naina. Hatinya seolah ada bagian yang hilang, sakit sekali.
Selama perjalanan, Lilis sibuk membersihkan air matanya agar nanti sampai di bandara, orang tidak akan mengira kalau dia sedang diculik.
Pertama kalinya Lilis naik pesawat. Ada perasaan takut dan gelisah, karena pesawat inilah yang akan membawanya jauh dari Naina dan ibunya. Perjalanan yang membuat perubahan pada hidup Lilis.
Setelah 3 jam lebih naik pesawat, sampailah mereka di kota B. Kota yang tidak jauh beda dengan ibu kota Jakarta. Mereka naik bis sampai di rumahnya.
"Untuk sementara, kamu tinggal di rumah mbak Ratih. Tapi memang kamarnya agak berantakan. Ikut mbak ke belakang."
Lilis mengikuti mbak Ratih menuju kamar yang ada di belakang. Lilis hanya menurut saja karena saat ini dia juga tidak memiliki uang untuk menyewa tempat sendiri.
"Lis, nanti kamu bersihkan sedikit biar bisa kamu tempati. Mbak tidak sempat membersihkan."
"Iya, mbak. Tidak apa-apa, nanti Lilis bersihkan dulu sebelum Lilis tempati. Terimakasih, sudah mengizinkan Lilis tinggal di tempat mbak Ratih."
"Sama-sama, mbak pergi dulu. Mau beres-beres. Besok sudah harus buka warung."
"Silahkan, mbak."
Lilis melihat ke seluruh ruangan. Memang agak berdebu karena sudah lama tidak ada yang menempati. Lilis menyemangati dirinya sendiri. Semangat, semangat.
Lilis mulai membersihkan kamar yang akan ditempati. Hampir satu jam, kamar itu sudah bersih dan bebas debu. Kini, kamar ini sederhana tapi terlihat nyaman untuk ditempati. Lilis menata pakaian dan dimasukkan kedalam lemari pakaian.
Waktu sudah masuk adzan magrib. Lilis bergegas mengambil wudhu dan segera melaksanakan kewajiban seperti yang diamanatkan oleh ibunya. Tidak boleh menunda waktu sholat. Selesai sholat, terdengar suara Mbak Ratih mengajaknya makan malam.
"Lis, segera ke meja makan setelah selesai sholat."
"Ya, Mbak."
Lilis bergegas menuju meja makan, karena takut Mbak Ratih dan keluarganya terlalu lama menunggu. Benar saja, semua sudah siap di meja makan tinggal menunggu dirinya. Lilis duduk tepat di samping Dava, anak mbak Ratih yang sudah kelas 1 SMA.
Mereka makan tanpa banyak bicara. Mungkin sudah menjadi kebiasaan mereka jika saat makan, harus diam dan tenang. Selesai makan, Lilis membantu Mbak Ratih membersihkan piring kotor dan mencucinya. Setelah semua beres, Mbak Ratih mendekati Lilis, untuk memintanya istirahat.
"Lis, setelah sholat isya nanti, kamu segera istirahat saja. Jangan lupa pintu kamar dikunci," nasehat Mbak Ratih.
"Kenapa mesti dikunci Mbak?"
"Disini ada banyak tikus, takutnya nanti masuk ke dalam kamarmu."
"O…gitu, kirain ada apa."
Lilis tersenyum tanpa ada rasa curiga sedikitpun karena dia memang masih polos. Lilis bergegas mengambil wudhu untuk persiapan sholat isya dan setelah itu dia akan langsung tidur.
***
Lilis terlelap dalam mimpi yang membuatnya rindu Naina. Namun mimpinya buyar tatkala dia mendengar suara Mbak Ratih sedang marah pada seseorang. Lilis ingin keluar, tetapi rasanya tidak sopan jika dia ingin ikut campur urusan orang lain.
Hanya saja, terdengar tidak begitu jelas di telinga Lilis. Mbak Ratih marah pada suaminya tapi entah masalah apa. Setelah sekitar 20 menit, Mbak Ratih dan suaminya pergi keluar dengan sepeda motor. Lilis melihat jam di ponselnya. Waktu masih menunjukan jam 2 dini hari. Kemana mereka pergi?
Lilis sudah tidak bisa tidur lagi. Sampai Mbak Ratih dan suaminya pulang. Lilis berpura-pura ingin pergi kekamar mandi untuk melihat apa yang dilakukan mereka.
Mereka ternyata pergi ke pasar untuk membeli berbagai macam keperluan untuk berjualan besok. Akhirnya Lilis memahami, jika ingin membuka warung makan, harus bangun pagi-pagi sekali untuk membeli segala keperluan dapur sekaligus memasak berbagai macam olahan makanan.
Mbak Ratih terkejut saat melihat Lilis terbangun.
"Lis, apa aku membangunkanmu?" tanya Mbak Ratih merasa bersalah.
"Tidak, Mbak. Lilis tadi memang pingin ke kamar mandi. Ngomong-ngomong, apakah setiap hari Mbak Ratih, bangun pagi untuk memasak?"
"Kamu benar sekali, Lis. Bahkan jika barang belanjaan habis, kita akan ke pasar pada tengah malam. Kamu tidurlah lagi. Besok baru masuk kerja."
"Boleh Lilis membantu Mbak Ratih?"
"Tidak perlu, sudah ada mas Reza yang membantu."
Lilis tidak ingin membantah perkataan Mbak Ratih. Lilis bergegas masuk kembali ke kamar, meski dia tidak bisa tidur lagi hingga menjelang subuh. Lilis segera mengambil wudhu dan menjalankan sholat subuh.
Awal yang baru, suasana kerja yang baru di kota baru. Lilis segera membantu Mbak Ratih menggoreng bakwan dan tempe. Awalnya Lilis tampak canggung, karena ini pertama kalinya, dia membuat makanan yang akan dijual.
Semua makanan telah siap di tempatnya masing-masing tinggal menunggu para pelanggan warung makan Mbak Ratih. Tidak berapa lama, beberapa pelanggan mulai berdatangan. Lilis mulai belajar menjadi pelayan dari mbak-mbak yang sudah lama bekerja pada Mbak Ratih.
Setelah beberapa kali melihat, Lilis mulai terbiasa dengan pekerjaan itu. Dia bisa mengenal berbagai macam karakter orang yang datang. Mereka dari berbagai macam kalangan. Ada siswa sekolah, pekerja pabrik, buruh bangunan, pekerja kantor, guru dan masih banyak profesi lain yang datang untuk menikmati masakan Mbak Ratih.
Lilis penasaran dengan masakan Mbak Ratih, yang bisa menarik pelanggan untuk setia datang membeli makanan di warung Mbak Ratih. Lilis sarapan masakan Mbak Ratih yang memang ada sesuatu yang khas yang terasa enak untuk diulangi lagi esok hari. Lilis mulai berpikir untuk belajar membuat masakan yang khas dari kampungnya ala Lilis.
Warung Mbak Ratih tutup jam 8 malam. Mbak Ratih dan suaminya, sudah tidur duluan karena mungkin mereka kelelahan, sudah bekerja seharian. Dan nanti pagi-pagi sekali sudah harus bangun lagi untuk memasak.
Lilis sudah minta izin pada Mbak Ratih untuk belajar memasak saat warung sudah tutup. Lilis menggunakan kesempatan ini untuk mencoba menu masakan baru yang dapatnya dari google. Lilis tiap hari akan mencoba membuat bumbu dari masakan yang berbeda. Dia akan membuat bumbu secara berbeda sampai bumbu yang dibuatnya pas dengan lidahnya.
Memang sulit bagi Lilis membuat masakan yang memiliki rasa khas yang tidak dimiliki orang lain. Namun demi, usahanya nanti membuka warung makan, dia akan terus mencoba sampai tercipta masakan yang istimewa.
Setiap selesai membuat masakan, dia meminta bantuan Dava sebagai juri. Dava yang akan mencoba masakan Lilis dan mencari kekurangan dari masakan Lilis. Dan esoknya, Lilis akan memperbaiki bumbunya dengan mengurangi atau menambahnya.
Tanpa dia sadari, seseorang selalu memperhatikan setiap gerak gerik Lilis selama di rumah saudaranya itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Haikal Ispandi
yah dikit bgt
lagi enak "ny baca
2022-07-22
1