Setibanya di rumah, Wendi membantu Lilis menurunkan barang bawaan. Setelah itu, Wendi segera pamit pulang. Dia tidak ingin berlama-lama di rumah Lilis. Atau gosip itu akan semakin tidak terkendali.
Wendi takut, jika Lilis sampai tahu gosip yang sudah menyebar tentang hubungan antara dia dan Lilis, semua itu pasti akan membuat Lilis semakin sedih. Untung saja, Lilis belum mendengar, jadi Lilis masih bisa tersenyum kepadanya.
Setelah kepergian Wendi, ibu mertua Lilis datang kerumahnya setelah mendapat pesan dari Lilis kalau dia sudah pulang ke rumah. Mereka segera berunding untuk membuat sebuah acara Krayan.
Meskipun terlambat, Bu Siti dan Lilis tetap akan melakukan acara adat Krayan. Sebagaimana yang dilakukan keluarga yang lain di kampungnya, saat seorang anak baru dilahirkan. Bu Siti membuat nasi dan kuluban.
Biasanya jika memiliki uang, akan ditambah dengan daging ayam yang dipotong sedang dan dimasak menjadi bistik daging ayam. Namun jika tidak ada daging ayam, telur juga bisa. Seperti Lilis saat ini. Tetapi, sekarang telur juga mahal seperti bahan-bahan dapur lainnya.
"Lis, berapa anak nanti yang akan kamu undang?" tanya ibu Sri.
"5 atau 6 anak saja Bu."
"Sedikit sekali, Lis. Biasanya ibu kalau buat Krayan bisa sampai 10 atau 12 anak. Semakin banyak anak yang mendoakan, akan semakin baik."
"Kasihan ibu, kalau harus masak banyak. Kalau masak nasinya sedikit, kan bisa pakai magic com."
Bu Sri mengangguk pelan mengiyakan perkataan Lilis. Bu Siti memang sudah tua dan tidak boleh terlalu lelah bekerja. Padahal tujuan Lilis membuat Krayan hanya sedikit karena memang beras di rumah Lilis sudah habis. Dan hanya cukup untuk 5 atau 6 anak saja. Agar beras yang tersisa masih bisa dimasak esok hari.
"Kalau kamu ada kesulitan uang, kamu bisa bilang sama ibu."
"Nggak kok Bu. Mas Desta, sudah memberi aku uang."
Uang pemberian Desta 50 ribu, masih bisa digunakan untuk membeli telur dan sayuran sebagai pelengkap Krayan. Sisanya bisa untuk membeli susu untuk bayinya karena asi Lilis tidak bisa deras sehingga bayinya masih butuh minuman bernutrisi sebagai tambahan.
Selesai acara Krayan, Bu Sri pamit pulang. Sebelum pergi beliau berpesan pada Lilis untuk tetap sabar menghadapi Desta yang sampai saat ini belum pulang. Lilis hanya mengiyakan saja, walau dalam hatinya Lilis teramat kecewa dan sakit hati.
Lilis masih menunggu kepulangan sang suami untuk memberi nama pada putri kecil mereka. Namun hingga sore, Desta masih belum pulang juga. Langit sudah berubah gelap. Segelap hati Lilis saat ini.
Harapannya untuk mendapatkan nama untuk putrinya dari sang suami, pupus sudah. Lilis segera memberi nama putrinya 'Naira Najma" yang berarti bintang yang bersinar. Lilis berharap, kehidupan putrinya akan seperti bintang yang akan terus bersinar dan menjadi cahaya bagi orang lain dan memiliki masa depan yang terang. Menjadi cahaya bagi orang tuanya yang saat ini dalam kegelapan.
Setelah memberi putrinya nama, Lilis yang saat ini masih dalam masa nifas setelah lahiran, hanya bisa berdoa dalam hati.
" Ya Allah ya Robbi, ampunilah semua dosa-dosa yang pernah hamba lakukan. Ampunilah dosa ibu dan almarhum ayah semasa hidupnya. Saat ini hamba dalam kegelapan, dalam kebimbangan dan dalam ketidak pastian. Ya Allah ya Robbi, yang maha memberi petunjuk. Berilah hamba petunjuk Mu. Tunjukan jalan yang terang, agar hamba bisa melihat dan bisa mendengar kebenaran dari suami hamba. Jika memang, dia adalah yang terbaik untuk hamba, maka biarkan kami tetap bersama. Tetapi jika pernikahan ini tidak bisa menjadi jalan hamba masuk surga Mu, maka tunjukan jalan agar kami bisa berjalan di jalan masing-masing. Sesungguhnya hamba menyerahkan segalanya hanya pada Mu ya Allah ya Robbi. Aamiin."
Lilis tidak dapat menahan air matanya yang kini mengalir deras. Lilis hanya bisa menyerahkan pada Allah, karena saat ini Lilis masih bingung antara tetap bertahan atau mengakhiri semuanya.
***
Esok harinya, Desta berniat pulang ke rumah. Dijalan dia mampir ke sebuah warung untuk membeli rokok. Saat itu dia mendengar sebuah cerita tentang hubungan Lilis dengan Wendi. Tidak hanya itu, masa lalu Wendi dan Lilis kembali diungkit.
Desta pulang dengan penuh amarah. Wajahnya yang tampan berubah menakutkan bak harimau yang siap menerkam mangsanya. Tanpa pikir panjang, apalagi melihat Naira, putrinya.
"Lis, apa benar semua yang orang-orang katakan?!"
Teriakan Desta terdengar nyaring di telinga Lilis, yang setiap kali marah atau kesal pasti hanya memanggil namanya tanpa tambahan 'sayang'.
"Mas, kamu kenapa marah-marah? Apa yang orang-orang katakan, sampai mas Desta sangat marah?" tanya Lilis penasaran.
"Kamu dan Wendi selingkuh, bahkan aku mendengar anak yang kamu kandung itu anak dia, bukan anakku."
Lilis terpukul dengan tuduhan suaminya. Dua hari tidak pulang, sekalinya pulang malah membuat hatinya sedih. Menuduhnya dengan sangat keji tanpa mencari dulu kebenarannya. Selingkuh, bahkan membayangkan saja Lilis tidak pernah.
"Mas Desta jangan asal percaya omongan orang. Naira adalah anakmu, anak kita, mas. Kamu bisa tes DNA jika perlu. Dan jika kamu tidak percaya padaku, lalu apa gunanya sebuah pernikahan tanpa adanya rasa saling percaya."
"Lis, semua orang tahu jika Wendi mencintaimu sejak lama. Lalu kamu menerima semua pemberiannya. Biaya rumah sakit, dan entah sudah berapa banyak kamu menerima uang dari dia. Kamu benar-benar wanita matre, Lis."
"Mas, selama ini aku diam saja, dan menerima semua perlakuan mas Dimas. Tetapi aku tidak terima jika mas Dimas menuduh aku matre dan selingkuh dengan Wendi. Melihat sikap mas Desta yang seperti ini, aku tidak perlu memberi penjelasan apapun tentang semua ini lagi. Terserah apapun yang mas Desta pikirkan, aku sudah tidak peduli lagi," ucap Lilis kesal.
"Dasar wanita murahan! Apa kamu tidak malu, seluruh kampung membicarakan hubuganmu dengan laki-laki brengsek itu," ucap Desta bertambah marah karena Lilis tidak menanggapi ucapannya.
"Mas, ucapanmu semakin lama semakin membuat panas telinga. Jika aku wanita murahan, lalu mas Desta apa? Mas Desta tidak malu, memiliki istri wanita murahan?"
"Lis, kamu sekarang berani berdebat denganku? Berani membalas kata-kataku? Kamu tidak takut menjadi istri durhaka?"
"Takut? Aku sangat takut mas. Tetapi aku lebih takut membiarkan kamu menjadi suami durhaka, suami yang dibenci Allah."
"Jangan asal bicara, Lis. Kamu yang durhaka, malah kamu berani menuduhku?"
"Mas, aku tidak asal menuduh. Pertama, kamu sudah menelantarkan kami, dan kamu tidak ada rasa tanggung jawab dalam segi materi. Kedua kamu sudah menuduhku berbuat zina tanpa ada buktinya. Aku tidak akan mengatakan lebih banyak lagi, karena mas Desta pasti akan sangat sakit hati jika mendengarnya."
Mendengar semua ucapan Lilis, darahnya mulai naik. Matanya memancarkan kemarahan yang Yangs sudah memuncak.
Plakkk.
Sebuah tamparan keras mendarat di wajah pucat Lilis. Lilis kaget dan mengerang kesakitan. Dia tidak menduga jika Desta sanggup berbuat kasar padanya. Mata Lilis mulai basah oleh airmata. Kini, tidak hanya batin yang disakiti, tetapi badan juga telah disakiti oleh suaminya.
"Itu peringatan untukmu karena kamu telah berani menceramahi suamimu," ucap Desta sambil tersenyum sinis.
Ada rasa puas terlihat di mata Desta, menambah sadisnya perangai Desta di Mata Lilis.
"Mas, kamu sudah keterlaluan." Batin Lilis.
Mendengar pertengkaran anak dan menantunya, Bu Siti tampak sedih. Matanya mulai berkaca-kaca mendengar tuduhan perzinahan Lilis oleh suaminya, dan juga tamparan keras Desta yang pasti sangat menyakitkan hati Lilis.
Bu Siti ingin menjadi saksi bahwa putrinya tidak pernah berbuat zina dengan Wendi ataupun lelaki lain. Tiap hari, Lilis selalu bersamanya kecuali dia hendak berhutang ke rumah temannya. Dengan berat hati, Bu Siti melangkah mendekati mereka.
"Nak Desta, aku adalah saksi hidup kesetiaan Lilis padamu."
"Hei orang tua, jangan kau ikut campur urusan rumah tangga kami!"
"Mas, jangan bentak ibu. Walau bagaimanapun, dia adalah ibuku, yang berarti juga adalah ibumu."
"Ibu, hahaha. Entah kenapa aku menyesal memiliki ibu mertua yang miskin seperti dia."
"Kamu sudah keterlaluan, mas. Kau bisa hina aku sepuas hatimu, tapi jangan pernah hina ibuku."
"Lalu kenapa, kamu tidak rela, kamu marah. Marah saja, rasanya di rumah ini sudah tidak ada yang bisa membuat aku ingin tetap disini."
"Ibu…"
Suara teriakan Lilis mengagetkan Desta. Bu Siti tiba-tiba pingsan. Lilis bingung karena saat ini dia masih dalam masa nifas dan masih belum bisa mengangkat ibunya ke tempat tidur.
"Mas Desta, tolong angkat ibu ke kamar mas."
Desta terdiam sejenak, lalu dengan segera mengangkat tubuh tua Bu Siti kekamarnya Lilis bergegas mengambil minyak kayu putih dari rak kecil dan didekatkan di hidung Bu Siti. Lilis sangat panik melihat ibunya yang tiba-tiba pingsan. Jangan-jangan beliau sedang sakit?
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
@ £I£I$ Mυɳҽҽყ☪️
baca nya maraton kak
2022-07-18
1
@ £I£I$ Mυɳҽҽყ☪️
kenapa ngga minta di cerainkan saja, lebih baik menjadi janda dari pada punya suami seperti itu
2022-07-18
1