Kabar perpisahan Lilis dan Desta telah sampai ke telinga mertuanya. Ibu mertuanya datang mewakili keluarganya untuk meminta maaf pada Lilis atas kelakuan anak mereka.
Mertua Lilis tidak menyalahkan Lilis atas berakhirnya pernikahan yang baru setahun dia jalani dengan Desta. Sedih dan kecewa tampak terlihat dari raut wajah orang tua Desta.
Bagi Lilis, kedatangan mertuanya cukup bisa mengobati rasa sedihnya karena tidak ada yang memperhatikan Naina. Ayahnya sama sekali tidak peduli dengan keberadaannya.
Mereka menawarkan harta warisan milik Desta untuk diberikan pada Naina. Tetapi Lilis dengan halus menolak pemberian mereka karena jika harta warisan mas Desta diberikan padanya, malah akan menambah masalah dikemudian hari.
Mereka belum bercerai secara resmi dan Desta pasti juga tidak akan setuju mengingat dia tipe lelaki yang sangat mengagungkan harta dan uang. Lebih baik menghindari berurusan dengan Desta di kemudian hari.
"Warisan ini bukan untuk kamu, Lis. Tapi untuk Naina. Naina adalah anak kandung Desta dan dia berhak atas warisan dari ayahnya."
"Jujur saja, Bu. Mas Desta tidak pernah mengakui Naina sebagai anak kandungnya. Sedikitpun dia tidak menyentuh Naina, bahkan sekedar melihat saja, tidak. Dia mungkin merasa jijik saat melihat Naina," ucap Lilis sambil membendung air mata yang sudah hampir mengalir.
"Desta tidak mengakui Naina?! Berani sekali dia tidak mengakui darah dagingnya sendiri."
"Lilis sangat kecewa dan sakit hati pada Mas Desta. Karena itu, Lilis tidak ingin menerima apapun dari dia."
"Ibu mengerti kesedihanmu Lis. Sekali lagi, ibu meminta maaf atas kelakuan Desta. Sebagai seorang ibu, aku mengerti bagaimana perasaan kamu sekarang. Meskipun Desta tidak mengakui Naina sebagai anaknya, Naina akan tetap menjadi cucu ibu sampai kapanpun. Kamu tetaplah menantu kesayangan ibu."
"Terimakasih, Bu."
"Ibu juga percaya padamu. Kamu tidak akan pernah menghianati anak ibu. Tetapi Desta yang sudah menghianati kamu, Lis."
"Bagaimana ibu bisa tahu, Lilis tidak pernah bilang pada siapapun tentang semua itu?" ucap Lilis kaget.
"Kemarin, Desta datang membawa seorang wanita. Namanya Maria. Mereka datang untuk meminta restu. Mereka telah menikah siri seminggu yang lalu. Bertepatan dengan kelahiran Naina."
Perkataan Bu Sari membuat Lilis semakin yakin, sebuah kenyataan yang harus Lilis hadapi dengan hati yang kuat. Saat Lilis melahirkan Naina, Desta telah menikah siri dengan Maria. Dan setelah Desta dan Maria menikah, mereka pergi berbulan madu dan menginap di hotel. Makanya Lilis saat itu menemukan bill hotel di saku celananya saat Desta pulang ke rumah.
Desta juga mematikan ponselnya, karena tidak ingin ada yang mengganggu acara bulan madu mereka.
Ternyata di hati Desta, keberadaan dia dan Naina, tidak mampu membuat Desta melepaskan godaan wanita lain. Lilis tersenyum pahit dan dia tidak akan pernah menyesali perpisahannya dengan Desta. Karena mungkin, inilah yang terbaik bagi hubungan mereka. Daripada tetap bersama tetapi saling menyakiti.
"Kamu tidak perlu khawatir, ibu tidak akan pernah menerima wanita itu sebagai menantu ibu. Bagi ibu, kamu tetaplah menantu ibu," ucap Bu Sari saat melihat Lilis termenung.
"Ibu, sekarang Lilis dan mas Desta sudah berpisah. Mas Desta berhak untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Lilis tidak akan menyalahkan ibu, jika ibu ingin memberi restu mereka."
"Mereka selingkuh, Lis. Mereka menikah sebelum Desta menceraikan kamu. Kamu sama sekali tidak marah?"
"Lilis sudah tidak punya tenaga lagi untuk marah. Kemarahan Lilis sudah habis setelah kata talak dari mas Desta. Emosi Lilis sudah terkubur bersama kepergian mas Desta dengan wanita itu. Sudah tidak ada lagi tersisa hati ini untuk memikirkan dia lagi."
"Lis…"
"Lilis hanya ingin hidup tenang dan merawat Naina tanpa campur tangan mas Desta. Tanpa uang dia dan apapun yang berhubungan dengan dia. Aku akan membesarkan Naina dengan uang aku sendiri, Bu. Jadi maaf, Lilis tidak bisa menerima kebaikan ibu."
"Tapi bagaimanapun, Naina adalah cucu ibu. Tak bisakah ibu menyayangi Naina dan memberi Naina hadiah?"
"Tentu saja boleh, Bu. Asalkan bukan dari mas Desta, pemberian ibu dan keluarga lain masih bisa Lilis terima."
Lilis menatap sendu mertuanya yang terlihat sedih dengan keputusan Lilis. Lilis menyadari kekhawatiran mertuanya, menghidupi Naina dan ibu tanpa seorang suami. Apalagi Naina masih bayi, dan Lilis juga baru saja melahirkan. Pekerjaan seperti apa yang bisa dikerjakan Lilis.
Lilis tidak pernah takut ataupun putus asa, menghadapi masa depan yang tidak jelas kemana diri akan melangkah. Satu yang menjadi keyakinan Lilis, selama nyawa masih di badan, tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan. Bekerja Dan berdoa menjadi motto baru Lilis agar bisa lebih maju dan bersemangat menghadapi tantangan hidup yang akan dia hadapi.
Naina, akan menjadi pil penyembuh saat Lilis jatuh dan terluka oleh keadaan. Naina, akan menjadi minuman berenergi bagi Lilis, saat dia kelelahan dan kehilangan semangat.
Lilis harus bisa mengucapkan selamat tinggal masa lalu dan selamat datang masa depan yang baru.
***
Sebulan telah berlalu, namun surat gugatan cerai dari mas Desta tidak kunjung datang. Lilis akhirnya hanya bisa pasrah saja dan menerima keadaannya untuk saat ini.
Sekarang, bukan waktunya memikirkan surat cerai dari Desta, tetapi memikirkan bagaimana Lilis bisa bekerja untuk menghidupi Naina dan ibu.
Kebetulan, saudara jauh Lilis baru saja pulang dari kota. Namanya mbak Ratih. Dikota dia membuka usaha warung makan yang sangat laris. Dari usahanya itu, mbak Ratih sudah bisa membeli rumah di kota dan membangun rumahnya di kampung.
Mbak Ratih dan keluarganya pulang ke kampung setiap 2 atau 3 tahun sekali. Karena biaya transportasi yang sangat mahal. Sekali pulang, mereka bisa menghabiskan uang sekitar 5 sampai 6 juta jika di total secara keseluruhan beserta oleh-oleh.
Mbak Ratih datang kerumah Lilis, setelah mendengar Lilis melahirkan. Mbak Ratih tampak bahagia melihat Naina.
"Lis, Naina sangat menggemaskan. Sudah berapa bulan usianya?"
"Sekitar selapanan mbak atau kurang lebih 36 hari."
"Lis, aku juga sudah mendengar banyak hal tentang rumah tangga kamu. Sekarang kamu tidak ada pekerjaan, bagaimana kamu bisa menghidupi Naina dan ibumu?"
"Itulah, mbak. Saya akan menunggu sampai masa nifasku berakhir. Setelah itu, aku akan mencari pekerjaan lagi seperti dulu."
"Mbak sebenarnya butuh seorang pelayan di salah satu rumah makan di luar kota. Tapi Mbak tidak yakin kamu mau ikut bekerja di rumah makan milikku."
"Kenapa tidak mau mbak. Asalkan halal, pekerjaan seperti apapun akan Lilis lakukan."
"Tapi, apa kamu bisa berpisah dari Naina dan ibumu?"
"Entahlah, nanti Lilis berunding dulu dengan ibu. Sekaligus meminta izin, semua ada ditangan ibuku sekarang. Kali ini aku hanya akan melakukan apa yang ibu suruh. Karana restu seorang ibu, itu akan menentukan berhasil dan tidaknya sebuah impian."
"Baiklah. Kamu tidak usah khawatir, jika nanti ibumu merestui kamu pergi, mbak akan memberikan uang muka yang bisa digunakan oleh ibumu selama kamu belum mendapat gaji."
"Terimakasih, mbak."
Lilis tersenyum karena ada harapan baginya untuk berjalan maju bukan mundur. Namun, semua masih harus lewat persetujuan ibunya.
Sehari sejak kedatangan mbak Ratih, Lilis baru mengutarakan niat hatinya pada ibunya. Bu Siti menidurkan Naina disampingnya sambil terus memandangi wajah Naina.
"Bu, Lilis ada niat pergi bekerja bersama mbak Ratih. Bagaimana menurut ibu?" tanya Lilis sambil duduk didekat ibunya.
"Ratih? Bukannya Ratih bekerja di kota?" tanya ibu Siti kaget
"Benar Bu. Lilis berniat belajar membuka usaha dari mbak Ratih. Tapi untuk sementara, Lilis akan bekerja membantu mbak Ratih dulu."
"Bukanya kamu tidak ada modal? Bagaimana kamu bisa membuka usaha sendiri?"
"Lilis akan bekerja sambil belajar. Setiap bulan, Lilis akan mendapat gaji. Lilis akan mengatur uang itu sebaik mungkin. Untuk keperluan ibu dan Naina, sisanya baru Lilis tabung. Apakah ibu akan merestui keinginan Lilis?"
"Tentu saja ibu akan merestui apa yang akan kamu lakukan. Tetapi masalahnya bukan itu. Bisakah kamu jauh dari Naina?"
"Entahlah Bu, tetapi jika ibu sanggup menjaga Naina, Lilis juga akan sanggup berpisah dengan Naina untuk sementara. Jika nanti, Lilis sudah memiliki usaha sendiri, kalian akan Lilis bawa ke kota. Kita bertiga akan hidup bersama."
"Ibu bisa saja menjaga Naina, tetapi ibu ada satu keinginan. Jangan larang ibu meminta bantuan Wendi."
"Kenapa?"
"Bagiamanapun, tidak mungkin ibu sanggup mengurus Naina sendiri tanpa minta bantuan orang lain. Ibu juga tidak mungkin sehat terus. Jika kamu melarang ibu, apa ibu harus membiarkan Naina terlantar?"
"Baik, Bu. Demi Naina, silahkan ibu minta bantuan Wendi dan keluarganya. Namun jangan sampai berhutang budi terlalu banyak. Lilis tidak mungkin bisa membalasnya."
"Ibu mengerti, jika tidak terpaksa, ibu tidak akan meminta bantuan Wendi"
Akhirnya, restu dari sang ibu sudah Lilis dapatkan. Ada perasaan sedih ketika Lilis melihat Naina yang sedang tertidur pulas. Bayi sekecil itu, harus ditinggalkan demi meraih hidup yang lebih baik.
Maafkan ibu, Naina. Ibu janji akan segera kembali dan membawamu bersama ibu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Kod Driyah
smga sukses lilis
2022-09-25
1