Di ruang makan.
Memenuhi undangan Tn Rico untuk makan bersama di kediamannya, Agam dan Lean dengan bersemangat melahap masakan Ny. Wela sembari berbincang santai bersama kedua orang tua Lean. Nampak akur dan bahagia, Tn Rico bersyukur melihat Lean telah memiliki pendamping hidup yang baik, bertanggung jawab, serta bisa diandalkan seperti Agam.
“Gam, gimana pekerjaan kamu di perusahaan?, enggak ada masalah kan?” ucap Tn Rico pada Agam. “lancar kok pa!, gak ada masalah!” sahut Agam sembari menatap ke arah Tn Rico. “syukurlah kalau gitu!” Tn Rico menyahut dengan ekspresi nampak lega.
“kalau kamu gimana Lei?” ucap Tn Rico sembari menatap curiga ke arah Lean. “apanya?” Lean menyahut dengan santai, sembari terus melahap makanannya tanpa menatap ke arah papanya. “kuliahmu!” Tn Rivo menyahut ketus. “kuliahku kenapa emangnya?” lagi – lagi Lean menyahut dengan santai dan tanpa beban. “masih tanya lagi!, papa gak mau lihat kamu ngulang semester ini lagi ya Lei!, kalau sampai gagal, motor kamu bakal papa jual!” sahut Tn Rico dengan nada meninggi. “huufft, bawel!, iya – iya pa!” Lean pun menyahut sambil mengerutkan bibirnya ke depan.
“drrrttt!!” ponsel Lean bergetar karena adanya panggilan masuk. Begitu asyik berbincang dan bercanda bersama kedua orang tuanya, Lean tak menyadari jika seseorang tengah menelefonnya, yakni sebuah nomor tanpa nama, yang menandakan jika nomor tersebut bukanlah teman dekat Lean.
Di tempat lain.
Seorang pria muda berambut lurus tengah berjalan mondar – mandir di samping taman kampus sembari terus memegangi ponselnya. Tampak remang – remang, pasalnya penerangan di taman kampus berasal dari sorot lampu taman yang tak begitu terang. “kenapa enggak diangkat?” gerutu pria misterius tersebut sambil terus memandangi jam tangan miliknya yang telah menunjukkan pukul 8 malam.
Saat ini waktu telah menunjukkan pukul 20.30 WIB. Pria berambut lurus yang masih belum diketahui identitasnya itu nampak lesu, sembari duduk di kursi taman sambil terus menatap langit. Melihat begitu cerah cuaca malam ini, membuat bintang di langit nampak gemerlap indah dan menyejukkan hati maupun pikiran siapa pun yang melihatnya, namun tidak dengan pria muda tersebut.
Menatap begitu indahnya pemandangan langit malam ini, membuat pria tersebut nampak semakin sedih dan hanya bisa termenung sambil memandangi jam tangannya yang terus berputar.
Di rumah Tn Rico.
Selesai makan, Lean dan Agam pun berpamitan pulang. Kini mobil Agam telah meninggalkan pelataran rumah Tn Rico, dan melaju kencang di jalan raya menuju kediamannya di apartemen.
Di apartemen.
Setelah melakukan perjalanan hampir satu jam, mereka telah sampai di apartemen. “ceklek!” pintu pun dibuka oleh Lean “huufft!, kenyangnya!” ucap Lean sembari menghempaskan tubuhnya di atas kursi sofa ruang tamu. “cuci muka dulu Lei!, habis itu cepet tidur. Kamu besok ada kelas pagi kan?” sahut Agam dari dalam kamar. “enggak ah, males!” Lean menyahut sambil membenamkan wajahnya di bawah bantal.
“ayo lah Lei!, apa perlu gua gendong ke kamar mandi?” ucap Agam sambil duduk di sofa tepat di sebelah Lean tengkurap. “ya ampun bawel kayak papa!, iya – iya gua cuci muka dulu!” Lean menggerutu sembari bangkit dari posisi tengkurapnya dan berjalan terseret menuju kamar mandi.
“huuft dinginnya!” ucap Lean sambil mengelap wajahnya yang masih basah. Setelah keluar dari kamar mandi, Lean mengambil ponselnya yang sedari tadi ia simpan dalam tas ranselnya. Nampak sebuah notifikasi panggilan tak terjawab dari nomor tak bernama “siapa nih yang telefon?, nomornya asing lagi!” ucap Lean sambiil menatap layar ponselnya. “biarin ah!, nanti kalau butuh juga bakal ngehubungi gua lagi!” gerutu Lean sambil meletakkan ponselnya kembali.
Belum sempat Lean beranjak, tiba – tiba “drrrtttt!!” ponsel Lean bergetar karena adanya panggilan masuk. Karena penasaran, Lean segera meraih ponselnya “hallo del?, ada apa?” sahut Lean menjawab telefon dari Dela, teman satu tim basket di kempusnya. “Lei, gimana besok jadi ikut pertandingan kan?” Dela bertanya dengan penasaran. “hmmm, besok ya?, tapi gua gak pernah latihan nih!” sahut Lean. “pokoknya lu harus ikut titik!, meskipun lu gak pernah latihan, lu tetep pro!” Dela menyahut mencoba memaksa Lean. “oke deh!” akhirnya Lean pun menyetujui permintaan Dela, dan mengiyakan untuk ikut pertandingan basket besok di Gor Ken Dedes.
Ke esokan harinya.
“gimana nih, udah jam segini Lean belum juga dateng. Lean jadi ikut apa enggak sih!, udah mepet banget loh!” ucap Fera dengan menatap seluruh anggota tim basket dengan ekspresi kawatir. “Lean bilang dia bakal dateng!, tapi gak tahu juga sih!” Dela menyahut dengan ekspresi pasrah. Nampak beberapa perempuan dari klub basket lain berjalan menghampiri Dela dan juga teman – temannya. “gimana nih, kalian udah siap?, kalau belum siap mending pulang deh!” ucap salah satu perempuan dari klub basket kampus lain itu dengan ketus.
“eh, songong banget lu!, menang aja belum, udah songong duluan!, nanti kalau kalah nangis!” sahut fera menyahuti dengan ketus. “kalian belum tahu ya?, udah tiga kali berturut – turut kampus gua juara umum!” perempuan itu menyahut lagi dengan nada lebih tinggi. “terus kenapa emang?” Dela ikut menyahut. Tiba – tiba “bruumm!, bruumm!, bruumm!” terdengar motor Lean, Aji, dan Bima secara beriringan masuk di area parkir, dan membuat mereka bertiga seketika menjadi pusat perhatian bagi orang – orang di sekitar.
Melihat perempuan dari klub lain menyilangkan tangannya ke depan sembari menatap ketus ke arah teman – temannya, Lean segera memarkirkan motornya dan berjalan menghampiri teman – temannya yang nampak tengah bersitegang. “ada apa nih?” Lean menyela pembicaraan teman – temannya. “oh, ini ya yang kalian tunggu?, bukan anggota klub basket sih!, apa hebatnya!, hahaa!” sahut perempuan lain meremehkan. “gua bukan anggota klub basket emang!, tapi gua atlet karate nasional, cukup mudah sih buat bikin mulut lu yang berisik tuh patah rahang!” Lean menyahut sembari menatap tajam ke arah beberapa perempuan dari klub lain itu.
Merasa semakin kesal, akhirnya beberapa perempuan dari klub lain itu pun meninggalkan Lean dan juga teman – temannya sembari terus menggerutu. “Lei, lu semangat ya!, udah lama gua gak nonton lu main basket. Hari ini main lu harus epic!” ucap Aji sambil mengepalkan tangannya mencoba memberi semangat. “iya, pokok lu harus nunjukin kalau lu terbaik!” Bima ikut menyahut sembari memukul pundak Lean dengan pelan. “ya elah, lebai banget sih kalian. Dah, gua mau siap – siap dulu ya!” ucap Lean sembari berjalan menuju ruang ganti.
Pertandingan akhirnya dimulai dengan pertanda ditiupnya peluit oleh wasit lapangan. Lean yang berpostur tubuh tinggi semampai bak model majalah fashion, menjadi center dan dengan mudah meraih bola basket yang telah wasit lempar ke udara. Berhasil merebut bola, Lean melakukan dribling menuju kandang lawan. Belum sampai terkepung musuh, Lean mengoperkan bola kepada Fera untuk mengecoh tim lawan. Melihat posisi Lean yang saat ini lebih dekat dengan ring lawan, Fera pun mengoper balik bola pada Lean, dan “priitt!!” bola pun masuk ke dalam ring lawan dengan teknik lay up yang digunakan oleh Lean.
Begitu apik permainan yang dibawakan oleh Lean dan juga klub Basketnya. Hingga di penguhujung waktu permainan, klub Lean memimpin dengan perolehan skor 56 – 34. Melihat kemenangan di depan mata, Lean tak lagi bermain dengan menggebu – gebu seperti sebelumnya. Ia nampak lebih santai dan fokus meningkatkan emosi lawan. Dengan gaya tengil dan usilnya, Lean terus membuat klub lawan semakin kebakaran jenggot.
Lean melakukan dribling santai menuju ring lawannya. Menatap perempuan yang menghadang di depannya ialah perempuan yang tadi sempat membuat emosinya meninggi, alih – alih mengoperkan bola pada Dela yang berdiri tepat di belakang perempuan tersebut, dengan sekuat tenaga “bruuuakkk!!” bola basket memantul keras pada wajah perempuan tersebut, hingga perempuan tersebut jatuh tersungkur dengan wajahnya memerah dan hidungnya yang mimisan.
Sembari kesakitan merasakan pantulan bola basket yang menghantam wajahnya, perempuan tersebut merengek kesakitan dan akhirnya “priiiiiittt!!” waktu pertandingan telah habis. “gila, Lean nekat banget!” sahut Aji dengan takjub menatap Lean dari tribun penonton. “kayaknya Lean bakal dapat masalah deh Ji!” Bima pun menyahut sembari menatap kawatir ke arah Lean. “emang bukan Lean kalau gak bikin onar!” ucap Aji sambil terus menggelengkan kepalanya.
Begitu inginnya Lean mengikuti pertandingan basket, hingga Lean pun dengan sadar membolos kelas Agam. Lean mengira jika Agam yang sibuk dengan urusan di kantor, akan melewatkan kelasnya hari ini, dan menggantinya dengan soal. Namun perkiraan Lean salah. Agam menyempatkan hadir dan memberikan perkuliahan agar bisa bertemu dengan Lean. Namun Lean malah membolos dari kelasnya. Dengan wajahnya yang kaku tanpa senyuman, ditambah lagi hatinya yang tengah dongkol, Agam menyampaikan perkuliahannya pada mahasiswa yang telah hadir. Dalam hati Agam ia begitu penasaran, di manakah saat ini Lean berada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
StAr 1086
Lean lagi tanding basket pak dosen....
2023-02-13
0