Lean nampak malu – malu menatap Agam. “dari pada itunya sakit, mending gua anterin ya!” sahut Agam sembari menunduk malu. “emm, iya Gam!” Lean menyahut sambil mengalihkan pandangannya sambil tersipu malu. “oiya, Lei tunggu sebentar!, ada yang pengen gua kasih sama lu!” ucap Agam sambil meninggalkan Lean dan berjalan menuju kamar. Nampaknya ada sesuatu yang sedang diambil oleh Agam di dalam kamar.
“Agam mau ngasih gua apa ya?” ucap Lean dalam batin. Tak begitu lama, Agam pun keluar dari kamar dan kembali menghampiri Lean. “Lei ini buat lu!” ucap Agam sambil menyerahkan sebuah Black Card pada Lean. “Black Card?, buat apa Gam?” sahut Lean dengan kebingungan. “lu kan istri gua!, jadi udah jadi kewajiban gua sebagai suami buat nafkahin lu!” sahut Agam dengan tegas. “tapi ini terlalu berlebihan Gam!” Lean mencoba menolak. “gak ada yang berlebihan!, mulai sekarang apa pun itu minta sama gua ya?, uang gua banyak kok!, jadi jangan sungkan lagi sama gua. Karena kita adalah keluarga!” ucap Agam sambil meraih tangan Lean. “dag!, dig!, dug!!, hati Lean seperti genderang mau perang. Benar – benar meleleh, sungguh ingin rasanya Lean melompat kegirangan sambil berteriak dengan lantang.
Akhirnya Lean menerima Black Card milik Agam dan segera memasukkannya ke dalam dompet. “Gam!” ucap Lean sambil menatap Agam. “untuk sementara ini lu mau kan tetep ngerahasiain hubungan pernikahan kita di kampus?” ucap Lean sembari menatap ke arah Agam. “iya!” sahut Agam sambil menatap balik ke arah Lean.
Akhirnya Lean berangkat ke kampus diantar oleh Agam. Dalam perjalanan menuju kampus, Lean dan Agam nampak berbincang santai. “Lei, nanti lu pulang langsung ke rumah papa sama Bima atau Aji dulu ya?, soalnya hari ini gua full di kantor!, ada beberapa masalah, mungkin nanti gua pulang telat. Nanti sepulang dari kantor, gua langsung nyusul ke rumah papa ya!”. ucap Agam. “oh iya Gam!” sahut Lean. Dalam benak Lean ingin rasanya ia bertanya, di mana kah tempat Agam bekerja, di bidang apa, dan masih banyak hal ingin Lean tanyakan. Namun Lean mengurungkannya, dan berniat bertanya di lain waktu.
Karena permintaan Lean, mobil Agam pun berhenti cukup jauh dari pintu gerbang. “gua masuk dulu ya, Gam!” ucap Lean sambil beranjak keluar dari mobil. “iya hati – hati!” sahut Agam. Setelah melihat mobil Agam yang berlalu meninggalkannya, Lean pun berjalan menuju pintu gerbang dengan sedikit menyeret kakinya . “bruumm!, bruumm!” terdengar knalpot motor sport dari kejauhan mendekat ke arah Lean. Dan benar saja, Bima menghentikan motornya tepat di depan Lean.
Melihat Lean yang berjalan dengan terseret, sekilas Bima nampak emosi. Mengingat kembali ketegangan yang terjadi diantara Lean dengan suaminya, Bima mengira jika Agam melakukan KDRT. “kenapa kaki lu jadi pincang gini Lei?, apa ini gara -gara Agam?” ucap Bima dengan menatap curiga ke arah Lean.
“bukan kok Bim!, gua cuma terkilir!” Lean mencoba menjelaskan. “lu jangan nutup – nutupin!, gua tahu pasti ini gara – gara Agam KDRT sama lu kan?” ucap Bima dengan nada meninggi. “tapi kalau dipikir – pikir lagi, lu kan jago main tangan!, gak mungkin juga kalau lu korban KDRT!, bisa jadi Agam yang lu aniaya!” Bima terus berceloteh dengan kebingungan.
“ohh, jadi gua jago main tangan ya!” sahut Lean menyela sembari menjewer salah satu telinga Bima. “aaaa... ampun Lei!, gua cuma bercanda kali!” Bima pun merengek mencoba meminta ampun. “Mangkanya jangan bikin asumsi tanpa bukti!” sahut Lean sambil melepaskan jewerannya. “ayo sini gua bonceng!, kenapa lu gak telefon gua kalau gak bawa motor!, kan gua bisa jemput!, lihat lu jalan pincang gini melas banget sumpah!” ucap Bima sambil menarik pijakan di bawah jok belakang untuk Lean.
“ya kali gua jalan dari apartemen!, gua dianter Agam tadi!” sahut Lean sambil naik ke jok belakang Bima. “ciyee!, udah akur nih ye?” Bima mencoba menggoda Lean. “apa’an sih lu!, dah cepet jalan sesuai aplikasi ya!, pffftt!” Lean menyahut sambil menahan tawa. “busyet, dikira ojek online gua!” Bima menyahut sambil menarik gas motornya menuju ke dalam kampus.
Di kantor Agam.
“ciiiitttt!” terdengar suara rem mobil berdecit, dan berhentilah super car warna biru metalik milik Agam di parkiran sebuah perusahaan besar di ibu kota. “ddrrtt!” ponsel Agam bergetar, dan dengan segera ia mengambil ponsel tersebut dan mengangkatnya “hallo?, iya saya sudah sampai di tempat parkir. Arahkan meuju ruang meeting!, saya sampai 5 – 10 menit lagi!” ucap Agam sambil menutup panggilan telefonnya.
Keluar dari area parkir, Agam berjalan menuju area loby di kantornya. “selamat pagi pak!, selamat pagi pak!, selamat pagi pak!” di sepanjang jalan menuju kantornya, seluruh karyawan mengangguk sopan sambil menyapa Agam. Bukan main – main posisi Agam di kantor ini, pasalnya hampir setiap karyawan yang melihat Agam berjalan tegap di depannya, langsung menunduk dan menyapa dengan sopan.
Nampak seorang pria berjalan menghampiri Agam yang masih berada di area loby. “Pak Agam!” ucap pria tersebut dengan sopan. “apa tamunya sudah di arahkan ke ruang meeting?” ucap Agam dengan datar. “sudah pak!, sudah kami arahkan!” sahut pria muda itu menjelaskan. Pria muda tersebut adalah Fahmi, pria berusia 28 th yang memegang posisi sebagai sekretaris Agam. Karena Agam kurang nyaman dengan wanita yang bekerja di sampingnya, maka Agam memilih Fahmi untuk menjabat sebagai Sekretarisnya.
Di dampingi Fahmi, Agam pun berjalan menuju lift dan naik ke lantai 3. Setelah keluar dari lift, Agam pun berjalan melewati tiap – tiap ruangan dengan divisi yang berbeda di setiap ruangan. Melihat dari dalam ruangan nampak Agam tengah melintas di depan ruang kerja mereka, seluruh karyawan pun seketika menjadi salah tingkah dan panik. Karyawan biasa, kepala tim, hingga kepala divisi seketika kelabakan.
Pasalnya, selain sikap Agam yang memiliki etos kerja yang tinggi terhadap pekerjaannya, Agam sendiri juga menerapkan hal tersebut kepada seluruh bawahannya. Untuk membiasakan karyawan di bawahnya terbiasa untuk menghadapi situasi mendesak dan mendadak, sering kali Agam Melakukan inspeksi mendadak pada tiap – tiap divisi tanpa pemberitahuan sebelumnya, dengan bertujuan untuk menguji seberapa matang dan siapkah divisi di bawahnya dalam membuat rencana kerja.
Dari dalam ruang kerja divisi pemasaran, salah satu karyawan tak sengaja melihat Agam tengah berjalan menuju ruangannya. Dengan histeris ia pun berkata “aduh, ada Pak Agam!” ucap karyawan tersebut dengan berteriak lirih pada teman – temannya, dan membuat ruangan yang cukup ramai pun seketika hening.
Tak hanya lewat, Agam berhenti dan memandang ke dalam ruang divisi pemasaran dari ambang pintu. Hanya dipandangi saja rasanya begitu ngilu di dalam hati. Takut, gelisah, dan bingung, semua perasaan bercampur jadi satu. “siapkan laporan dan rencana kerja!, nanti setelah meeting, saya mau lihat!” ucap Agam dengan datar. “baik pak!” sahut kepala divisi pemasaran pada Agam.
Melewati ruang kerjanya, Agam berhenti di ruang meeting untuk menemui tamunya. Masuk ke dalam ruang meeting, nampak seorang pria berkebangsaan luar bersama seorang perempuan cantik duduk sambil berbincang. Melihat kedatangan Agam, dua tamu itu pun langsung berdiri sambil mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman.
“I’m really sorry sir, because I’m late to make you wait a long time!” ucap Agam dengan ekspresi penuh sesal. Ia meminta maaf karena telah membuat pria tersebut menunggu lama. “it’s okay, I haven’t been waiting long!” sahut pria bule tersebut sambil tersenyum. Pria tersebut tidak keberatan, pasalnya ia belum menunggu lama.
“hai Gam, sudah lama kita gak ketemu!” ucap perempuan cantik yang berdiri tepat di samping bule tersebut sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat. Tak hanya menjabat, perempuan tersebut ternyata menggerakkan jari telunjuknya saat menjabat tangan Agam. Cukup risih, namun Agam mencoba bersikap ramah. “oh renata!, iya!” sahut Agam sambil memaksa bibirnya untuk tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
StAr 1086
cewek ganjen....
2023-02-13
0
andry kumala
up
up
up
2022-07-20
0