“Pak Agam!, Lean!” terdengar suara teriakan seorang perempuan dari belakang mereka berdiri. Lean dan Agam pun spontan menoleh dengan bersamaan ke arah suara. Melihat Veni bersama Rosita tengah berdiri menatap penuh curiga pada mereka berdua, Lean pun merasa sedikit gugup dan terus berkeringat dingin “sial!, kenapa bisa ketemu duo lampir di sini sih!, gawat kalau mereka tahu hubungan gua dengan Agam!” Lean menggerutu dalam batin.
Tanpa disuruh, Veni dan Rosita pun langsung menghampiri Lean dan juga Agam. “hai Pak Agam!, kebetulan banget ketemu di sini!” ucap Veni dengan ramah dan sedikit centil. “iya!” sahut Agam dengan cuek tanpa ekspresi. “lu sama siapa kesini Lei?, jangan bilang lu ke sini ngebuntuti Pak Agam!” tuduh Veni sambil menatap curiga pada Lean. “iya nih!, ayo ngaku!” Rosita ikut menyahut.
Mendengar dua perempuan di depannya tengah berusaha menyudutkan Lean , Agam yang ikut merasa kesal dengan perkataan dua perempuan tersebut, memutuskan untuk ikut menyahut “Lean enggak ngebuntuti kok!, karena kita...!” belum selesai Agam menjawab, Lean pun menyahut “hei duo lampir!, jangan asal nuduh ya!, gua di sini mau jalan – jalan dengan tenang, please mending kalian berdua pergi deh!” sahut Lean dengan mengomel ketus pada Veni dan juga Rosita.
“sorry ya Lei, gua kesini karena ada Pak Agam!, bukan karena lu. Jadi mending lu sendiri yang pergi deh!” sahut Rosita dengan ketus pada Lean. “maaf ya Pak!, emang Lean suka kasar dan gak sopan kalau ngomong sama orang!” ucap Veni guna mengambil simpatik dari Agam. Merasa muak dan malas untuk meladeni ucapan Veni maupun Rosita yang sanggup memancing amarahnya, Lean pun memalingkan wajahnya dan meninggal Agam bersama mereka berdua.
Melihat Lean yang berjalan menjauh meninggalkannya bersama Veni dan juga Rosita, Agam pun berjalan pergi meninggalkan dua perempuan tersebut tanpa aba – aba maupun berpamitan, dan berjalan membuntut di belakang Lean. “Lho, Pak Agam mau kemana?” ucap Veni dengan menatap kebingungan pada Agam yang tiba – tiba berjalan pergi. “duuh, ini gara – gara Lean!, Pak Agam jadi cuek sama gua!” Veni menggerutu sambil menatap Agam yang berjalan semakin jauh dari mereka berada. “bukannya Pak Agam emang cuek ke semua orang ya?” Rosita menyahut. “iya juga sih!” sahut Veni.
Cukup jauh Lean berjalan seorang diri di depan Agam, kini mereka berdua berjalan berdampingan kembali. “kenapa lu enggak bilang status kita yang sebenarnya ke mereka sih?” ucap Agam dengan menatap penasaran ke arah Lean. Namun Lean tak menyahut dan hanya diam sembari meneruskan langkahnya.
Tiba – tiba “drrttt!” terasa getaran dari ponsel yang Lean letakkan dalam saku jaketnya. Dengan bibir yang masih terkuncir, Lean pun segera mengangkat telefon dari Bima. “hallo?” ucap Lean. “Lei lu di mana?, gak ikut kumpul nih?” terdengar suara Bima menyahut. Tak banyak bicara, Lean hanya menyahut dengan ketus “di mana?”. “busyet, ketus banget sih!, lu kesurupan?. Kita di tempat nongkrong biasanya!” sahut Bima. Mendengar jawaban Bima, Lean tak menyahut dan segera mengakhiri panggilan dari Bima.
Dengan ekspresi Lean yang nampak masih kesal, bahkan Bima yang tak tahu menahu pun ikut merasakan imbasnya, membuat Agam seketika berpikir keras, kiranya apa penyebab Lean terus merasa kesal. Apakah gara – gara perkataan dua perempuan tadi yang menyudutkannya, atau jangan – jangan ia sedang cemburu dengan reaksi ganjen dua perempuan tadi?, Agam terus berpikir keras dan mencoba memecahkan teka – teki pada Lean.
Baru saja Lean mengakhiri panggilan dari Bima, tiba – tiba ponselnya bergetar lagi. Tanpa melihat asal panggilan tersebut, Lean pun segera mengangkatnya “hallo!, ada apa lagi sih Bim?, sumpah ganggu banget deh!” ucap Lean dengan nada meninggi. “apa!!, ganggu??, anak durhaka kamu Lei!” terdengar suara Tn Rico menyahut dengan membentak balik pada Lean.
Mendengar suara papanya yang menyahut, Lean pun dengan spontan menatap layar ponselnya. Dan benar saja, nama kontak yang menelfonnya saat ini adalah papanya. “sorry pa!, Lean pikir tadi Bima yang telefon!” sahut Lean dengan nada merendah penuh penyesalan. “apanya yang sorra sorry!, bisa – bisanya kamu bentak – bentak papa!. Apa kamu enggak lihat kalau papa yang telefon?” Tn Rico terus mengomel kesal pada Lean.
Ekspresi Lean yang tadinya kesal dengan bibir terkuncir, telah berubah menjadi kebingungan “iya pa, maafin Lean!” sahut Lean dengan ekspresi penuh sesal. Di balik sifat maupun watak Lean yang kasar dan angkuh, Lean adalah seorang anak yang berbakti dan sopan terhadap kedua orang tuanya. Dan poin inilah yang membuat Agam semakin menyukai Lean.
Setelah mendengar omelan dan beberapa hal yang papanya sampaikan, Lean pun mengakhir panggilan sambil menghela nafas panjang. “kenapa Lei?” ucap Agam sembari menatap penasaran ke arah Lean. “besok ada acara makan malam!, kita harus ke rumah papa!” sahut Lean dengan nada merendah. “Gam, anterin gua nongkrong!” ucap Lean pada Agam. “nongkrong?” Agam menyahut dengan ekspresi kebingungan.
“iya nongkrong!, pfftt!, jangan bilang lu gak pernah nongkrong?” ucap Lean sambil tersenyum menahan tawa. “emang nongkrong ada faedahnya ya?” sahut Agam dengan penasaran. “pertanyaan lu yang enggak ada faedahnya!, freak parah!” Lean menyahut ketus sambil berjalan menuju tempat parkir.
Setelah masuk ke dalam mobil, Agam mengemudikan mobilnya mengikuti arahan Lean menuju lokasi tempat nongkrong yang akan Lean datangi. Sejujurnya Agam tak mengerti, kiranya apa yang Lean bahas saat nongkrong bersama teman motornya, karena sedari dulu Agam jarang bersosialisasi dengan temannya, hingga Agam pun tak sempat untuk membuang waktu, atau yang Lean sebut dengan istilah nongkrong.
“mobil lu gak bisa masuk lebih dalem, soalnya gak ada tempat buat puter balik!, kita parkir di sini aja!” ucap Lean sambil bergegas turun dari mobil. Mengikuti arahan Lean, Agam pun memarkirkan mobilnya dan mengikuti Lean yang berjalan masuk ke dalam komplek perumahan dengan gang masuknya yang tak begitu besar.
“Lu mau ikut nongkrong?” ucap Lean sembari menoleh ke arah Agam. “iya lah!” Agam menyahut dengan tegas. Setelah berjalan kurang lebih lima menit, Agam menatap kaget ke arah bengkel motor yang ukurannya tak begitu besar berada tak jauh di depannya. Namun Agam terkejut melihat begitu banyak pria yang tengah duduk sambil asyik berbincang.
Melihat begitu banyaknya pria yang duduk sambil berbincang, Agam cukup kesal membayangkan hanya Lean wanita yang ikut nimbrung dalam perkumpulan mereka yang hanya beranggotakan laki - laki. “maksud lu nongkrong tuh ngumpul sama cowok – cowok gini Lei?” ucap Agam dengan ketus sembari menatap Lean. “iya!, mereka semua temen gua!, mereka baik kok!” sahut Lean mencoba menjelaskan.
“lu gak nyadar kalau lu sekarang udah nikah dan bukan lagi perempuan single yang bisa seenaknya nongkrong asyik sama banyak pria?, Bima dan Aji it’s ok!, tapi kalau nongkrong sama banyak pria gini, gua keberatan!” ucap Agam dengan tegas. “gua cuma nongkrong di bengkel Gam!, gua gak main ke club atau tempat hiburan malam. Kenapa lu jadi cerewet gini!” Lean menyahut ketus perkataan Agam.
Dari pelataran bengkel, Aji, Bima, dan beberapa teman lainnya nampak kebingungan menatap Lean yang tengah bersitegang dengan Agam. Takut mencampuri urusan rumah tangga mereka, baik Aji maupun Bima tak berani mendekat, dan memutuskan hanya menatap dari kejauhan. Namun salah satu anggota club motor yang tak sabaran dan amat penasaran, memutuskan untuk menghampiri Lean.
“ada apa Lei?” ucap Fatir sembari menatap sinis ke arah Agam. Tak mau diremehkan, Agam pun menatap balik Fatir dengan tatapan sinis dan membuat suasana di antara Agam dan juga Fatir semakin menegang. “sorry, kayaknya Lean gak nyaman dengan keberadaan lu deh!, lebih baik lu pulang, biar gua nanti yang nganter Lean balik!” ucap Fatir pada Agam. “gak perlu!, gua bakal ngajak Lean balik sekarang!” Agam menyahut ketus ucapan Fatir, sambil mengepalkan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
StAr 1086
sok tau lo thir....
2023-02-13
0
Sayang Aw
up
2022-12-24
0
andry kumala
up up up
2022-07-20
0