Di kantor Agam.
Setelah mendapat telefon dari Lean, Agam tak henti – hentinya tersenyum dan bertingkah salah tingkah. Sungguh berbeda dari sebelumnya, Agam begitu ceria dengan senyum yang terus menghiasi sudut bibirnya. Cukup aneh bagi Fahmi melihat atasannya yang keras, kasar, dan cuek itu berubah menjadi pribadi yang nampak lemah lembut seperti saat ini. “waaw!, memang istri Pak Agam sakti mandra guna!, buktinya Pak Agam gk berdaya dibuatnya!” ucap Fahmi dalam batin, sembari melirik ke arah Agam.
“tok!, tok!, tok!” terdengar suara ketukan pintu ruang kerja Agam. “masuk!” sahut Agam dengan ramah dan senyum yang masih tersungging di bibirnya. “ceklek!” nampak seluruh anggota Divisi Pemasaran masuk satu persatu ke dalam ruang kerja Agam. Melihat anggota tim pemasaran yang masuk ke dalam ruangannya, Agam menarik kembali senyuman dari bibirnya dan menunjukkan sikap dingin dan datar lagi. “sial!, gua gak bisa langsung pulang!, gua lupa kalau masih harus mengoreksi kinerja Divisi Pemasaran!” gerutu Agam dalam batin.
Lagi – lagi Agam mengganti watak beserta sikapnya kembali ke setelan pabrik. Yakni datar, kaku, cuek dan juga kasar. Dari raut wajahnya yang cerah bagai diterangi mentari, kini berubah menjadi awan gelap berpetir. Sungguh menakutkan bagi siapa pun yang menatap wajahnya. Melihat ekspresi kurang ramah yang Agam berikan, seluruh anggota Divisi Pemasaran nampak gelisah dan saling melirik satu sama lain.
“sampai dimana rencana kerja Divisi Pemasaran?” ucap Agam dengan menatap tajam ke arah Kepala Pemasaran. “kami sedang mempersiapkan iklan baru pak!” sahut Kepala Divisi Pemasaran sembari mencoba tenang. “mana rencana dan laporan kerjanya?” Agam menyahut sambil mengulurkan tangannya. “ini pak!” sahut Kepala pemasaran sambil menyerahkan sebuah berkas di tangannya.
Belum lama Agam membaca berkas yang di serahkan oleh Kepala divisi, Agam mulai bereaksi “hmm, lumayan!, lakukan sebaik mungkin sesuai rencana ini!” ucap Agam dengan tegas dan lugas. “untuk tim pemasaran online, marketplace, dan media sosial lainnya apa sudah dibentuk?” Agam mengimbuhkan pertanyaannya. “sudah pak!, sudah kami bentuk!” sahut Kepala Divisi Pemasaran sambil mengangguk patuh.
“bagus!, kalau begitu kalian bisa pergi sekarang juga!” ucap Agam sambil memfokuskan pandangannya pada tumpukan berkas di atas meja yang masih menumpuk. Setelah mengemasi beberapa file yang masih belum ia periksa di kantor, Agam membawanya pulang untuk dikerjakan lembur di rumah.
Setelah kembali ke ruangannya, seluruh anggota Divisi Pemasaran nampak tersenyum gembira. Pasalnya Agam yang tak segan berkata kasar dalam penilaian kerja, secara mengejutkan memberi penilaian bagus terhadap kinerja timnya. Meskipun hanya kata – kata datar tanpa ekspresi yang Agam katakan, namun dengan jelas terucap jika rencana dan hasil kerja Divisinya Bagus. “karena baru kali ini Pak Agam menilai bagus kinerja kita, nanti malam kita makan – makan bersama, biar saya yang traktir!” ucap Kepala Divisi Pemasaran kepada seluruh anggotanya. “yeeayy!” sorak seluruh anggota Divisi Pemasaran dengan penuh haru dan kebahagiaan.
Di rumah Tn Rico.
“bruum!, bruumm!” suara motor Bima terdengar memasuki plataran rumah, dan berhenti tepat di depan teras. “masuk dulu Bim!” Lean mencoba menawarkan. “enggak deh!, lain kali aja gua mampir!. Lei, tentang perkataan lu di kampus tadi....” Bima menyahut dengan ragu – ragu. “busyet!, masalah wajah lu yang gua bilang ganteng tadi?” Lean menyahut dan menjingkat kaget. “he’em!” Bima menyahut dengan berdehem.
“ya elah nih anak!, iya lu ganteng!, dah puas? Udah sana pulang!” Lean menyahut dengan ketus. “hahaha okey gua udah lega!, kalau gitu gua balik ya!, bye bye Lei!” ucap Bima sembari mengedipkan salah satu matanya ke arah Lean. Melihat kedipan mata Bima, membuat Lean seketika bergidik geli “iihhh geli banget!, emang sakit mata tuh anak!, lain kali harus gua colok tuh mata, biar sehat dan gak kurang ajar lagi!” Lean terus menggerutu sambil menatap Bima yang telah memacu motornya meninggalkan halaman rumahnya.
“padahal gua bilang gitu juga terpaksa, biar dia mau nebengin gua!, baru gua puji dikit aja udah meleyot gitu!, apalagi kalau gua bilang suka!, bisa – bisa dia langsung kena epilepsi kali ya!” Lean terus menggerutu sembari menggelengkan kepalanya berulang kali. Melewati teras, Lean masuk dan langsung menuju dapur untuk menemui mamanya.
“maaaa!!! Mamaa!!” Lean berteriak keras memanggil mamanya. “praang!” terdengar suara benda jatuh dari arah dapur. Lean yang terkejut segera berlari tergesa – gesa menuju dapur. “kenapa ma?” sahut Lean sambil mendekati mamanya yang nampak membungkuk ke arah lantai. “kamu ini Lei!, mama denger teriakan kamu sampai kaget. Nih lihat!, jadi jatoh kan!” gerutu Ny. Wela sambil menuding ke arah baskom dan sayuran yang telah berhamburan di lantai.
“ya elah ma!, Lei kira kenapa. Gak taunya mama tremor karena udah tua, hehehe!” sahut Lean mencoba menggoda mamanya. “enak aja kamu bilang mama tremor!, ini nih gara – gara teriakan kamu. Ini bukan di tribun penonton bola Lei!, ini tuh di rumah. Ngapain sih teriak – teriak segala!” Ny. Wela terus menggerutu memarahi Lean.
“ada apa sih kok teriak – teriak ma?” sahut Tn Rico menyahut dengan tiba – tiba. “nih anak pa!, teriak – teriak kayak suporter bola aja!, sampai bikin mama kaget, jadi tumpah kan sayur – sayurannya!” gerutu Ny. Wela pada suaminya. “Lean!” ucap Tn Rico sambil melotot ke arah Lean. “hehehe iya – iya pa!, Lean yang salah!” Lean menyahut sambil cengengesan menatap papanya. “kamu dateng sama siapa?, mana Agam?” sahut Tn Rico sembari celingukan mencoba mencari keberadaan Agam. “tadi aku dianter Bima pa!, Agam nanti nyusul sepulang dari kantor!” sahut Lean sambil meletakkan tas ranselnya. “ohhh!” sahut Tn Rico dengan tenang.
“ayo biar Lei bantu masak ma!” ucap Lean sambil berjalan mendekat ke arah mamanya yang tengah sibuk memasak. “no!, jauh – jauh dari dapur sana!. Terakhir kali mama nyuruh kamu masak air doang, kamu tinggal ngegame sampai pancinya hampir gosong!. Gak cuma itu, kamu goreng telur hampir hampir sekilo, tapi gak ada yang bener, dan gosong semua!. Dapur adalah area terlarang buat kamu di rumah!” Ny. Wela terus menggerutu.
“ya elah!, sebenarnya Lei itu berbakat di bidang masak. Cuma belum ke asah aja bakat masaknya!” Lean menyahut sambil terus mendekati mamanya. “Lei!” sahut Ny. Wela sembari mengarahkan spatula ke arah Lean mencoba mengancam. “iya – iya ampun!” sahut Lean dengan pasrah, sembari berjalan meninggalkan mamanya menuju kamar.
“hufftt!” sambil menghela nafas panjang, Lean menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dengan keras. “ganti baju ah!” ucap Lean sambil bangkit dari tidurnya, dan mengambil baji ganti dalam lemari miliknya. Selesai berganti baju yang lebih santai yakni kaos oblong dan celana pendek, Lean meraih tas ranselnya. “surat? Oiya gua lupa kalau suratnya tadi belum sempet gua baca!” ucap Lean sembari meraih sepucuk surat yang tadi ia temukan dalam loker miliknya.
“dear Lean.. cantikmu sungguh menggetarkan hati beserta jiwaku. Bagaikan gemerlap bintang di langit yang cerah, kerlipmu begitu indah dan terasa jauh dari gapaianku. Selama ini aku yang pengecut tak mampu berdiri di hadapanmu, dan hanya mampu bersembunyi dibalik kata – kata indah yang selalu menggambarkan indahmu. Jika memang engkau berkenan, mari melihat bintang bersama di taman depan kampus nanti pukul 8. Mr L”.
Lean mencoba mencermati isi surat yang ia bawa dari lokernya tadi. “maksudnya Mr L buat ngajak lihat bintang bersama tuh gimana sih?, apa dia mau ngajak ketemuan sama gua?” Lean menggerutu sambil berfikir keras. Tiba – tiba “ceklek!” pintu kamar Lean terbuka, dan Agam muncul dari balik pintu. “Agam!” ucap Lean sambil menatap kaget ke arah Agam, dan dengan spontan memasukkan surat yang baru dibacanya itu ke dalam ranselnya kembali.
“udah balik dari tadi ya?” sahut Agam sambil melangkah masuk ke dalam kamar. “ehm iya!” Lean menyahut dengan malu – malu. “sial!, kenapa gua jadi malu – malu dan salah tingkah gini sih di depan Agam!, kacau bener!” Lean menggerutu dalam batin sambil menoleh kebingungan.
Tak hanya Lean yang nampak salah tingkah dan malu - malu, namun Agam pun bersikap demikian, sembari terus menggerutu dalam batin “aduh!, gua mau tanya apa lagi ya sama Lean?, kenapa mendadak bodoh gini sih gua!, masak iya gua tanya keadaan itunya sih! Kan gak lucu. Come on Agam berpikir dong!” ucap Agam dalam batin sambil menatap bingung ke arah Lean.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
andry kumala
yuuk ramein guyss 😊😊
2022-07-25
1