Melihat bibir manyun Agam yang mengarah padanya, bak melihat penampakan hantu yang mengerikan, Lean seketika histeris dan berlari kencang menuju ruang makan sembari mengomel ketakutan. “dasar pria cabul, kurang ajar!”. “ma!, pa!, Agam tuh pria kurang ajar!” Lean menghampiri kedua orang tuanya sambil merengek. “kenapa sih Lei?” Papa Lean menyahut penasaran.
“Agam tuh pria cabul pa!, gak sopan sama Lean!” sahut Lean sembari menunjuk ke arah Agam yang tengah berjalan santai menuju meja makan, tempat Lean dan kedua orang tuanya berada. “cabul apa sih Lei?, udah kewajiban kamu sebagai istri buat melayani suami!” ucap Tn Rico dengan tegas. “tapi pa..!” dio menyahut mencoba menolak. “gak ada tapi – tapi an!” Tn Rico membentak keras.
“Lei, papa kamu benar!, sekarang kamu harus belajar jadi istri yang baik. Karena itu memang kewajiban kamu sebagai istrinya Agam!” Ny. Wela menyela pembicaraan guna menasihati Lean. Merasa tak mendapat pertolongan dan malah terpojokkan, Lean pun diam dan melotot kesal ke arah Agam yang nampak menjulurkan lidah seakan sedang mengejek.
Selesai makan bersama, Agam dan Lean pun pamit pada Tn Rico dan Ny. Wela untuk pulang ke kediaman Agam di Apartemen. Dengan kecepatan yang tak begitu kencang, Lean mengendarai motor sportnya mengekor di belakang mobil Agam. Cukup jauh dari kediaman Tn Rico, hingga sampailah mereka di apartemen mewah tempat Agam tinggal.
Masuk ke dalam apartemen, Lean terus tersenyum menatap tata ruang dan dekorasi dalam apartemen Agam sesuai dengan seleranya. “waah, lumayan juga ya apartemen lu!” ucap Lean sembari menatap sekeliling sambil tersenyum bahagia. “waah!, indah banget pemandangannya!” ucap Lean sambil menatap takjub ke arah jendela. Lean bisa melihat pemandangan kota dengan warna warni lampu yang sungguh cantik, hingga membuat lean langsung merasa betah untuk tinggal tanpa harus menyesuaikan diri. Dari depan kamarnya, Agam tengah tersenyum melihat reaksi Lean yang terus tersenyum penuh kebahagiaan.
Melihat Agam masuk ke dalam kamar, Lean yang merasa penasaran akhirnya mengikutinya masuk dan “waaaahhh!!, ini semua milik lu?” Lean berteriak heboh menatap kamar Agam yang dipenuhi etalase berisi miniatur dan koleksi mainan pribadi miliknya yang begitu lengkap. “waah, ini rare edition!” lagi – lagi Lean berteriak heboh menatap koleksi mainan Agam yang lebih lengkap dari pada miliknya, ditambah lagi dengan banyaknya mainan keluaran terbatas yang tersusun rapi dan tak dimiliki oleh Lean.
“hufft gua capek!, gua mau tidur di kamar ini aja deh!, kamar ini cocok banget sama gua!!” ucap Lean sembari menghempaskan tubuhnya ke kasur dengan santai. “sesuai selera apanya?, ini kamar gua!, tuh kamar lu yang itu!” Agam menyahut ketus sambil menunjuk ke arah tempat tidur tak bersekat, dengan rak berisi buku di sekelilingnya yang terletak di ujung kamar Agam. Bisa dikatakan jika mereka berada dalam kamar yang sama, hanya saja dengan tempat tidur yang berbeda.
“gak mau!, lagian tuh kamar kenapa bisa dilihat dari sini?, gak ada privasi buat gua, jadi gua putusin kamar ini jadi milik gua mulai sekarang!” sahut Lean sembari memeluk guling di sampingnya dengan santai. “lu sendiri yang gak mau pergi!, gua anggep lu pengen tidur bareng gua!” Agam pun menyahut sambil merebahkan tubuhnya di samping Lean. “enggak mau!, lu pergi sana!” Lean yang menolak itu pun mendorong Agam menggunakan kakinya untuk menjauh dari tubuhnya.
Tak mau kalah, Agam pun mendorong balik tubuh Lean menggunakan kedua kakinya, dan mereka berdua pun gelut. Terjadilah duel kaki yang sengit diantara mereka berdua. Saling dorong dan tak mau kalah, kaki mereka beradu mencoba memperebutkan tempat kekuasaan. Cukup lama beradu kekuatan kaki, akhirnya dengan berat hati Lean beranjak dari tempat tidur Agam, dan membawa koper beserta seluruh barang bawa’annya menuju tempat tidurnya yang terletak di ujung kamar Agam.
Keesokan harinya.
Lean masih hanyut dalam dunia mimpinya. Kelopak matanya pun masih lengket tak mau terbuka. Sebising apa pun suara yang Agam buat, tak sedikit pun mempengaruhi kualitas tidur Lean yang masih tenang dan pulas. Namun ketika bau harum masakan mulai menyerbak masuk ke dalam kamar dan menerobos masuk melalui rongga hidungnya, di saat itulah mata Lean seketika bereaksi.
Harum makanan yang sedang Lean cium begitu menggugah selera makannya, dan memancing lambungnya untuk berdering bagaikan alarm. Penanda bahwa saat ini telah tiba saatnya ia untuk mengisi kekosongan lambungnya. Dengan penampilan yang masih acak – acakan dan belum sempat ke kamar mandi, Lean langsung menuju sumber harum yang sedang ia cium itu. Bergegaslah Lean menuju meja makan yang telah tersaji berbagai macam makanan di atasnya.
“waahh!, lu bisa masak ternyata ya?, gak salah deh gua nikah sama lu!, selain punya kecerdasan otak, ternyata lu punya spek pembantu rumah tangga juga ya?, hahaa, asyik gua mau sarapan ah!” Lean berceloteh sembari mengambil piring untuk segera sarapan. “stop!, minimal cuci muka dan tangan dulu lah Lei sebelum makan!” ucap Agam sambil menatap sinis ke arah Lean. “lu gak tau istilah yang lagi ngetrend sekarang?, wajah gua ini lagi glowing tau!” karena rasa malasnya untuk pergi ke kamar mandi, Lean pun mencoba beralasan.
Melihat Lean yang masih berdiri di depan meja makan dan tak mempedulikan perintahnya, Agam lantas menarik piring yang dipegang Lean sembari mengomel. “mau glowing, kusam, atau muka lu rata sekalipun lu tetep harus cuci muka!” Agam mengomel ketus pada Lean. Merasa lambungnya semakin bergetar karena aroma makanan yang telah tersaji, Lean pun terpaksa menuruti perintah Agam untuk mencuci mukanya. “duh!, emak – emak nih cerewet banget!, iya – iya gua cuci muka!” Lean menyahuti perintah Agam dengan menggerutu. Sambil menguncir bibirnya ke depan, Lean berjalan menuju kamar mandi dengan menghentakkan kaki ke lantai dengan keras, hingga membuat suara yang cukup keras dan tak enak di dengar “plak!, plak!, plak!”
..
Di kampus.
“bruum, bruum, brum!!” Lean memasuki area kampus dan dengan segera ia memarkirkan motornya di tempat parkir khusus dosen. Dari sekian banyak mahasiswa yang kuliah di kampus Lean, hanya Lean seoranglah yang berani memarkirkan motornya di tempat parkir dosen. Sudah berpuluh – puluh kali Lean di ingatkan untuk memarkir motornya di tempat parkir khusus mahasiswa, namun Lean tetap saja bandel hingga para dosen pun lelah dan memutuskan untuk membiarkannya.
Motor pun Lean parkirkan dan “ciitt!!” terdengar suara rem mobil yang berdecit. “ya ampun, itu calon suami gua udah dateng!” terdengar suara histeris dari beberapa perempuan yang berdiri tepat di belakang Lean, dan menatap penuh ketertarikan pada seorang pria yang keluar dari mobil tersebut. Karena penasaran, Lean pun menoleh pada mobil yang berhenti tak jauh motornya itu. “ya elah, gua kira Justin Bieber, atau Christiano Ronaldo yang keluar dari mobil, sampai bikin mereka semua histeris. Gak tahunya Agam!, haiiss!!!” Lean menggerutu sambil menatap sinis ke arah Agam.
“kenapa Lei?” ucap Bima yang tiba – tiba muncul di samping Lean. “astaga!, lu kayak setan aja sih Bim, ngagetin deh!, gak ada apa – apa, ayo ke kelas!” sahut Lean sembari berjalan meninggalkan tempat parkir, diikuti Bima yang mengekor di belakangnya. Dari sudut Agam berdiri, Agam tengah menatap dan memperhatikan Lean yang berjalan semakin menjauh dari tempat parkir bersama Bima. Tak menyapa saat bertemu, serta menutupi kebenaran pernikahannya, sungguh kehidupan rumah tangga yang asing menurut Agam. “emang perempuan aneh!, perempuan lain sibuk ngejar – ngejar gua!, eh elu yang deket malah menjauh dan pura – pura gak kenal!” Agam menggerutu dalam batin.
Di tempat loker.
“Yudisium Aji nanti jam berapa Bim?” Lean bertanya sambil membuka loker miliknya. “kalau gak salah, nanti jam 11 Lei“ sahut Bima dari depan lokernya. Menatap ke dalam loker miliknya, lagi - lagi Lean mendapati sepucuk surat dari seorang inisial tanpa nama. Hampir di setiap harinya Lean menerima sepucuk surat dengan kata – kata bernada puitis di dalamnya. Begitu pandai merangkai kata, sepertinya pengirim surat ialah pujangga kelas kakap. Atau mungkin manusia yang gabutnya telah kelewat batas. Jika seluruh surat dikumpulkan jadi satu, pasti bisa diterbitkan menjadi sebuah buku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Yanih Wahyuni
ada sepucuk surat lagi...ciieee ciee lean
2022-09-03
0