Hukuman

Takut terjadi hal yang tidak diinginkan, Lean akhirnya menurut pada Agam untuk ikut pulang dan mengurungkan niatnya untuk nongkrong bersama teman satu klub motornya. “sorry Fat, gua balik dulu ya!, bilang sama anak – anak kalau gua balik duluan!” ucap Lean sembari menarik tangan Agam dan berjalan kembali ke mobil Agam.

Di sepanjang perjalanan, Agam hanya terdiam dengan ekspresinya yang nampak masih marah. Dengan memacu super carnya secara kebut - kebutan, Agam yang terdiam bagaikan api dalam sekam pun hanya fokus menatap jalanan, dan tak sedikit pun melirik ke arah Lean. Merasa bersalah, Lean tak menyangka jika Agam akan sebegitu marahnya, hanya karena masalah nongkrong bersama teman motornya.

“apa Agam udah bener – bener nganggep gua sebagai istrinya ya?, dan Agam sekarang lagi cemburu?, ahh gak mungkin deh!” ucap Lean dalam batin sembari melirik ke arah Agam. “tapi gua kan gak ngapa – ngapain!, gua kan cuma nongkrong doang, huuftt!” Lean terus menggerutu dalam batin sambil menghela nafas panjang.

Agam sedikit kecewa dengan Lean. Karena di sepanjang hidupnya, Agam selalu menjaga perilakunya dan tak suka jika harus berkumpul dan berbincang dengan banyak wanita. Dan Agam ingin Lean juga bisa menjaga jaraknya terhadap pria lain, sedikit egois memang, namun begitu lah prinsip hidup Agam. Agam mungkin bisa menerima dua sahabat istrinya, namun tidak dengan sekumpulan teman pria lainnya.

Mobil telah terparkir, dan Lean pun berjalan mengikuti Agam masuk ke dalam apartemen. Cukup deg – degan bagi Lean, pasalnya Agam hanya diam dengan ekspresinya yang begitu mengintimidasi, membuat Lean pun merasa takut. “braakk!” suara bantingan pintu membuat Lean menjingkat kaget. “kenapa gua jadi takut gini?” ucap Lean dalam batin.

Setelah membanting pintu, Agam menarik paksa tangan Lean untuk masuk ke dalam kamar. “lu apa’an sih Gam!” ucap Lean sambil mencoba menarik kembali tangannya. Tak menjawab, Agam terus menarik tangan Lean dan membuat tangan Lean merasa sakit. Merasa terancam, Lean pun mencoba melepaskan cengkeraman tangan Agam, dan mengeluarkan kemampuan bela dirinya guna melawan Agam. Perkelahian pun terjadi diantara mereka berdua.

Memukul, menangkis, dan menendang, mereka sungguh berkelahi dan mengeluarkan kemampuan terbaik mereka. “gila!, Agam kuat banget. Bisa – bisa gua nanti yang KO!” ucap Lean dalam batin. Cukup lama mereka mengeluarkan jurus masing – masing, akhirnya Lean mulai kelelahan dan kehilangan banyak tenaga dari dalam tubuhnya.

Lean membuat jarak diantara mereka berdua dan mengambil nafas dalam – dalam. “huufft, hufft, huuft!” Lean membungkuk dan mengambil nafas dengan terengah – engah. Ia hampir kehilangan seluruh tenaganya dan tak bisa lagi melakukan perlawanan maupun pertahanan.

“lu kenapa sih Gam?, apa sih mau lu?” ucap Lean sambil terus terengah – engah. Tak menjawab, Agam terus mendekat dan mencoba mendorong tubuh Lean ke arah tempat tidur. Tak bisa melawan lagi, Lean pun dengan mudahnya terhempas ke atas tempat tidur, dengan posisi Agam yang tepat berada di atas tubuhnya.

Tangan kiri Agam mengunci kedua tangan Lean, dan membuat Lean benar – benar tak bisa berkutik. Kini Lean hanyalah wanita tak berdaya di depan Agam. “dag, dig, dug!” jantung Lean yang sedari tadi berdetak keras, kini berdetak lebih keras lagi dan lagi, mengiringi nafasnya yang terengah – engah.

Begitu juga dengan Agam. merasa begitu besar gejolak dalam hatinya, membuat akal sehat Agam pun tak berfungsi. Dengan jantung yang berdegub kencang, Agam mendekatkan bibirnya pada telinga Lean “gua gak suka lu ngumpul sama banyak pria!, apa pun alasannya!”, “sebagai hukumannya, gua bakal ngasih pelajaran buat lu!” ucap Agam dengan berbisik lirih di telinga Lean, sambil membuka paksa seluruh helai kain yang menutup tiap permukaan kulit Lean.

“gua belum siap Gam!, gua masih pengen kuliah, dan belum siap jadi ibu – ibu!” Lean terus merengek mencoba meminta Agam mengurungkan niat untuk memangsa kesuciannya. Tak menggubris rengekan Lean, kini seluruh bagian tubuh Lean bisa dilihat dengan jelas oleh kedua mata Agam.

Dengan hasrat semakin meninggi, Agam melepas seluruh pakaian yang ia kenakan dan dengan buas ia pun merenggut kesucian Lean, dan membuat Lean benar – benar telah menjadi miliknya sepenuhnya. “sakit Gam!” Lean merintih kesakitan. “setelah ini lu bakal menikmatinya!” sahut Agam sembari memperlambat tempo gerakannya.

Saat ini Lean merasa lebih tenang dan nyaman. Dengan perlahan, Lean mulai menikmati dan benar – benar hanyut dalam hasrat panas tanpa sekat diantara tubuhnya dengan tubuh Agam. Mulai mendesah, Lean telah sepenuhnya berada di titik kenikmatan dalam adegan panasnya bersama Agam.

....

Belum sempat berpakaian, Lean dan agam telah terkuras habis seluruh tenaganya, akhirnya tertidur dalam balutan selimut dengan posisi Lean berada dalam dekapan Agam. Begitu pulas mereka tidur, hingga telah berganti hari.

Seperti biasanya, Agam telah terbangun lebih dulu, dan Lean masih tidur meringkuk di dalam selimut. Sebelum beranjak dari tempat tidur, Agam mengecup kening Lean sembari berkata “selamat pagi istriku!” ucap Agam sembari mengelus rambut Lean dengan lembut. Mengingat kejadian panas semalan, wajah Agam seketika memerah dan nampak malu – malu.

Ia tak menyangka, dirinya yang sedari dulu cuek dan enggan memulai hubungan dengan seseorang, sekarang bisa memiliki ambisi yang begitu tinggi untuk memiliki Lean. Perempuan yang ketus, tomboy, dan juga kekanak – kanakan seperti Lean. Agam terus menatap ke arah Lean yang masih tertidur. “hooamm!!” Lean menguap dengan keras, sembari membuka kedua matanya yang sedari tadi tak nyaman dengan cahaya mentari yang telah menerobos masuk ke dalam kamarnya.

Melihat Agam tengah duduk dan menatap ke arahnya, Lean menjingkat kaget dan segera menutup tubuhnya dengan selimut. Melihat ke dalam selimut dan mengetahui bahwa ia tak mengenakan pakaian, seketika Lean mengingat kejadian panasnya bersama Agam semalam. Dengan tertunduk malu, Lean pun terus menutupi tubuhnya dengan selimut.

“jangan malu!, gua udah lihat semuanya kok tadi malam!, selamat pagi Lean!” ucap Agam berbisik pelan di telinga Lean. “muuahh!” lagi – lagi Agam mendaratkan kecupan mesranya pada kening Lean. Tak menolak, Lean memejamkan matanya saat bibir Agam menyentuh kening Lean.

“cepet mandi dan siap – siap!, kamu ada kelas pagi kan?, biar gua yang masak sarapan!” ucap Agam sambil mengelus lembut rambut Lean. Tak dapat Lean pungkiri, jika saat ini hatinya begitu berdebar dan wajahnya seketika memerah. Tak pernah Lean rasakan perasaan aneh hingga membuatnya malu – malu seperti saat ini. Dengan patuh, Lean pun mengangguk dan menuruti perintah Agam untuk segera bersiap.

Selesai mandi dan ganti baju, Lean duduk mematung menghadap kaca riasnya hingga beberapa lama. Bukan berkaca untuk merias diri, namun Lean masih tak bisa melupakan kejadian semalam dan terus terngiang – ngiang akan kejadian tersebut. Ia tak menyangka jika semalam adalah waktu dimana tiba saatnya ia harus kehilangan kesuciannya. Diiringi dengan berubahnya sikap Agam yang lemah lembut terhadapnya, sungguh telah terbuk pintu hati Lean untuk Agam.

“udah selesai?, ayo kita sarapan!” ucap Agam sembari mengetuk pelan pintu kamar. “iya!” Lean menyahut pelan, sambil terus menahan perasaannya yang begitu berbunga – bunga. “ya ampun, kenapa jantung gua jedug – jedug gini sih!, bisa – bisanya gua salah tingkah di depan Agam!” ucap Lean dalam batin sembari membuka pintu kamar dan berjalan menghampiri Agam yang telah menunggunya di ruang makan.

Lean yang biasanya makan dengan lahap dan acak – acakan di depan Agam, kini nampak lebih kalem dan salah tingkah. Begitu juga Agam, ia juga merasa bingung harus memulai obrolan dari mana. Hingga situasi diantara mereka berdua menjadi canggung.

“Lei!” ucap Agam dengan ragu – ragu. “hmmm??” sahut Lean dengan berdehem. “maafin kelakuan gua semalam ya!” ucap Agam sambil menunduk dengan ekspresi penuh sesal. “ehm, iya!, tapi lain kali lu jangan ngajak gua gelut kayak semalam ya!, kaki gua terkilir soalnya!” sahut Lean. “terkilir?, mana yang sakit biar gua pijit!” ucap Agam sembari bangkit dari tempat duduknya. “Hehe, gak perlu dipijit, udah baikan kok!” sahut Lean sambil tersenyum.

Selesai sarapan, Lean bersiap untuk berangkat. “Lei, apa perlu gua anterin?” Agam mencoba menawarkan. “enggak perlu Gam!, gua bawa motor aja!” Lean menyahut sambil tersenyum. “lu yakin mau bawa motor?, emmm apa itunya gak sakit kalau kena jok motor?, semalam lu bilang sakit soalnya! ucap Agam dengan malu – malu sambil menatap bagian sensitif Lean. “ehhm iya sedikit sakit!” sahut Lean dengan wajah memerah.

Terpopuler

Comments

kika

kika

gemesin bgt....wkwk...

2023-08-04

0

StAr 1086

StAr 1086

maklumlah....

2023-02-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!