“Lho, Ma, Pa ... kok dia belum pulang?” tanya Shafa.
“Mau diusir secara halus oleh suster Shafa,” jawab Bayu membuat Binar melotot pada Bayu.
“Hati-hati ntar bola matanya lompat tuh!” celetuk Shafa.
Binar mendekat pada Shafa seraya berkata, “Udah deh, gue balik aja. Ingat, gue belum ikhlas kalau Reigha nikah sama lo. Gak gue restuin kalian berdua!”
“Kami menikah gak butuh restu dari mantan. Selagi keluarga merestui, tunggu apa lagi ‘kan? Takutnya, ntar kelamaan deket malah kepepet sama yang lain,” balas Shafa membuat Binar langsung berjalan cepat keluar dari rumah.
Papa dan Mama tampak lega melihat kepergian Binar. Shafa tersenyum melihat punggung Binar yang telah hilang dari pandangannya. Kemudian, berlalu pergi dari ruang tamu menuju dapur.
“Shafa!” panggil Anna menghentikan langkah Shafa.
“Ya, Na?” balas Shafa mendekat pada Anna.
“Gue mau pamit aja dari sini, Fa. Gue gak enak sama Om Harun dan Tante Dhiya,” ucap Anna yang tampak kondisinya sudah membaik.
“Lo udah ngerasa aman?” tanya Shafa.
“Kenapa sih, Na? Kamu gak nyaman tinggal di sini? ‘Kan kalau ada kamu, rumah ini jadi ramai,” sambar Mama Dhiya.
“Anna cuma gak enak aja sih, Tan,” balas Anna.
“Udah, lo di sini aja. Lagian, besok lo udah mulai masuk kerja bareng gue di kantor,” ujar Bayu.
“Oke.” Anna tersenyum pada Bayu. Kemudian, mengikuti langkah Shafa menuju dapur.
****
Keesokan harinya, Bayu dan Anna telah tampak rapi dengan seragam kerjanya. Ikut duduk bersama untuk sarapan pagi ini.
Shafa tampak mendorong kursi roda dari kamar menuju meja makan. Sementara Mama dan Papa sudah duduk menunggu anggota keluarga lainnya untuk sarapan bersama.
“Shafa, nanti temenin Mama ke supermarket, ya,” ucap Mama Dhiya.
“Boleh, Ma,” balas Shafa sembari mengangguk.
“Tapi lo harus hati-hati, Fa. Berjaga-jaga aja kalau nanti ada Rendra, ya!” seru Anna yang diangguki oleh Shafa.
Semua pun makan dengan lahap menikmati kebersamaan pagi ini sebelum semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Setelah selesai sarapan, seperti biasa Shafa membereskan meja makan dibantu oleh Mama Dhiya. Sementara Bayu dan Anna berpamitan untuk berangkat ke kantor bersama.
“Yuk berangkat sekarang!” ajak Mama Dhiya.
“Mas Reigha gimana, Ma?” tanya Shafa.
“Tenang, ‘kan ada Papa,” jawab Mama Dhiya yang seakan tau kalau Shafa sedang khawatir.
Shafa pun mengangguk. Menyalimi tangan kanan Reigha yang sampai saat ini masih belum bisa digerakkan.
Reigha pun mengangguk memberikan izin untuk Shafa pergi keluar bersama Mama. Kini, Shafa bisa keluar dengan tenang. Shafa dan Mama Dhiya diantar sopir untuk menuju ke supermarket.
Sementara Bayu dan Anna, kini tengah berbincang di mobil menuju ke kantor.
“Nanti kalau di kantor, lo jangan terlalu dekat sama gue!” seru Anna.
“Kan lo asisten gue, pastinya selalu dekat dong, Na,” balas Bayu tersenyum menatap Anna.
“Kayaknya sengaja deh, ya!” celetuk Anna.
“Nanti gue harus banyak belajar. Karena, biasanya ‘kan terjun di kesehatan, sekarang di perkantoran. Lo mau ‘kan ngajarin gue?” tanya Anna.
“Iya. Pasti dong,” jawab Bayu.
Saat sampai di kantor, baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam lobby kantor. Netra Bayu menangkap sosok Andre dan Gavin yang pagi-pagi sudah mengobrol berdua di lobby.
Bayu pun berjalan menghampiri keduanya diikuti oleh Anna.
“Selamat pagi, Pak Andre. Ada keperluan apa, Pak?” tanya Bayu.
“Oh. Pagi, Pak Bayu. Bagaimana kondisi kantor di sini tanpa seorang CEO? Saya kesini hanya mengecek kondisi kantor yang akan saya jabat. Jika Reigha tak kunjung sembuh, pasti jabatan CEO akan jatuh ke saya,” jawab Andre dengan percaya dirinya.
“Bapak tak perlu repot-repot mengecek kondisi kantor ini. Walau Pak Reigha sedang sakit, beliau selalu memantau dari rumah,” balas Bayu.
Andre tampak kesal. Kemudian, berlalu pergi meninggalkan kantor. Sementara Gavin malah memperhatikan Anna sejak tadi.
“Pak Bayu, siapa wanita di belakang Bapak?” tanya Gavin.
“Dia asisten saya,” jawab Bayu. Kemudian, berlalu pergi meninggalkan Gavin yang masih saja netranya menatap pada Anna.
Saat di ruang kerja, Bayu memanggil Puspa, sekretaris Reigha.
Puspa pun masuk ke dalam ruangan Bayu seraya bertanya, “Ada yang perlu saya bantu, Pak?”
“Tolong kamu ajari Anna, asisten baru saya. Dan, apakah ada berkas yang harus saya cek?” jawab Bayu seraya kembali bertanya.
“Baik, Pak. Mari Bu Anna ikut dengan saya ... ” ucap Puspa.
“Pak, ini ada empat berkas yang harus ditandatangani langsung oleh Pak Reigha. Bagaimana, ya, Pak?” lanjut ucapan Puspa bertanya pada Bayu.
“Letak saja berkas itu di atas meja. Kamu bantu saya ajari Anna. Masalah tanda tangan, nanti saya minta istri Reigha mengantar Reigha ke kantor,” jawab Bayu yang diangguki oleh Puspa.
Puspa pun mengajak Anna keluar dari ruangan Bayu.
Sementara Bayu, kini mengambil ponselnya untuk menghubungi Shafa. Saat panggilan sudah terhubung pun, Bayu langsung membuka suara.
“Assalamu’alaikum, Sus ... bisa gak lo bawa Reigha ke kantor? Ada berkas yang gak bisa diwakilkan,” ucap Bayu.
“Wa’alaikumussalam, Bisa. Tapi, ini masih di perjalanan pulang dari supermarket sama Mama. Nanti sampai rumah, langsung gue ajak Mas Reigha ke kantor, ya,” balas Shafa.
“Oke, terima kasih.” Bayu pun mengakhiri panggilannya. Kini, Bayu beralih menatap pada Anna yang berada di meja sekretaris bersama Puspa. Anna tampak begitu cantik bagi Bayu, hingga Bayu pun tampak tersenyum walau menatap Anna diam-diam.
Sementara di rumah, Papa Harun tampak mengobrol bersama Reigha walau hanya dibalas anggukan, senyuman, dan gelengan dari Reigha.
Kini, Mama Dhiya dan Shafa telah kembali pulang. Papa Harun membantu istri dan menantunya membawa barang belanjaan.
Setelah selesai, Shafa mendekat pada Reigha seraya berkata, “Mas, Bayu membutuhkan kamu di kantor. Aku antar kamu, ya.”
Reigha tampak mengangguk. Walaupun Reigha sudah dapat berbicara, Reigha tetap menjaga suaranya dihadapan kedua orang tuanya.
Shafa pun berpamitan pada Mama dan Papa untuk membantu Reigha bersiap.
Saat dikamar, Shafa memakainya jas untuk Reigha hingga suaminya tampak terlihat tampan dan berwibawa.
“Mas, tunggu sebentar aku ganti baju. Setelah itu kita pergi, ya,” ucap Shafa.
“Iya, Sayang,” balas Reigha membuat Shafa tersenyum senang.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Shafa selesai bersiap. Kini, Shafa mendorong kursi roda keluar dari rumah.
Sopir langsung membukakan pintu membantu Shafa mengangkat Reigha masuk ke dalam mobil. Saat di perjalanan, Reigha dan Shafa hanya diam bergelut dengan pikirannya masing-masing.
“Bu, nanti di kantor saya menunggu atau langsung kembali pulang?” tanya sopir.
Shafa tampak menoleh pada Reigha, mengangkat alis untuk bertanya pada Reigha. Kemudian, Shafa kembali mengeluarkan suaranya, “Langsung pulang aja gapapa, Pak.”
Kini keduanya sudah sampai di kantor, sopir membantu Shafa menurunkan Reigha. Kemudian, berlalu pergi pulang kembali ke rumah. Sementara Shafa mendorong kursi roda masuk ke dalam kantor.
Saat di lobby, ternyata Bayu telah menunggu keduanya. Namun, saat Shafa dan Reigha mendekat pada Bayu, Gavin yang melihat wanita cantik mendorong kursi roda pun menghampirinya.
“Pak Bayu, wanita ini siapa?” tanya Gavin tak berpaling netranya menatap pada Shafa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments