“Baik, dikarenakan mempelai pria sedang stroke, sekarang siapa yang mewakili mempelai pria untuk ijab qabul?” tanya penghulu.
“Saya yang mewakilinya, Pak,” jawab Bayu dengan penuh harap lancarnya prosesi ijab qabul ini demi Reigha.
Sementara di mobil, Shafa yang telah mendengar penghulu mengucap namanya serta binti ayahnya, Shafa mulai keringat dingin. Shafa memejamkan matanya, begitu erat hingga membuat jantung semakin berdetak kencang.
“SAH!!” suara orang-orang dari dalam rumah pun terdengar jelas di telinga Shafa. Perlahan Shafa membuka matanya.
“Ayo masuk! Lo udah dicari penghulu,” ucap Anna.
“Kok penghulu? Bukan ayang Reigha?” tanya Anggi mulai menggoda sang kakak. Hingga Anggi pun mendapat cubitan sayang dari Shafa.
Saat tepat di depan pintu, Shafa kini melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Reigha yang kini menjadi suami dari Shafa.
Shafa menunduk hingga sampai tepat disamping Reigha. Bertukar cincin, Shafa dipakaikan cincin oleh Mama Dhiya, dan Shafa pun memasangkan cincin pada Reigha. Kemudian, Shafa menarik tangan kanan Reigha yang mati rasa untuk mencium tangan suaminya.
“Selamat, kalian berdua sah menjadi suami dan istri,” ucap penghulu memberi selamat.
Setelah ijab qabul, tak ada lagi acara lainnya. Para tetamu makan kemudian pulang. Satu persatu kembali ke rumahnya, perlahan ruangan menjadi sepi menyisakan keluarga Reigha dan keluarga Shafa yang tengah duduk di ruang tamu, mengobrol bersama.
Shafa tampak mendorong kursi roda mendekat pada keluarga yang tengah berkumpul.
“Suster Shafa, kamu udah bawa barang-barang?” tanya Mama Dhiya.
“Bu, panggilnya Shafa aja,” ucap Shafa.
“Barang-barang Shafa udah dibawa kok, Bu,” lanjut ucapan Shafa menjawab pertanyaan Mama Dhiya.
“Kamu juga jangan panggil ‘Bu’ dong. Panggil aja ‘Mama’ seperti Reigha manggil Mama,” ucap Mama Dhiya tersenyum.
“I-iya, Ma,” balas Shafa yang masih merasa canggung.
Suster Anna tiba-tiba menarik Shafa seraya berkata, “Fa, Disamping Papanya suami lo itu siapa sih ... yang jemput kita tadi, kenapa ganteng banget sih.”
“Ooo ... dia tuh asisten suami gue, tapi, dia udah kayak adeknya jugalah,” jawab Shafa.
“Kalian kenapa?” tanya Ibu Khalisa.
“Eh, gapapa kok, Tan,” jawab Anna mengulum senyumnya.
Shafa mendekat pada Reigha seraya berkata, “Pak, ini udah waktunya minum obat. Saya ambilkan makanan dulu, ya. Setelah itu minum obat dan istirahat.”
Shafa pergi mengambilkan sepiring makanan untuk Reigha. Menyuapinya dengan telaten dan sabar.
“So sweet!” seru Anggi.
“Iya, buat iri aja!” celetuk Anna.
Keduanya langsung mendapat tatapan horor dari Shafa karena membuat Shafa malu dihadapan Reigha dan keluarga besar.
“Kalau begitu, kami sekeluarga pamit pulang,” ujar Ayah Reynand berpamitan.
“Biar diantar sopir kami, Pak,” ucap Papa Harun menawarkan.
“Enggak, Pak. Tadi sudah pesan taksi. Dan, sudah menunggu di depan,” balas Ayah Reynand.
“Ayo, Anna!” seru Ibu Khalisa.
“Anna harus ke rumah sakit, Tante. Nanti Anna biar pesen taksi sendiri,” ucap Anna.
Setelah keluarga Shafa kembali pulang, dan Shafa pun masih menyuapi Reigha. Anna mendekat pada Shafa.
“Fa, gue nanti harus berhadapan sama Suster Ratna. Soalnya kemarin Rendra buat ulah gitu, dan sakitnya cuma gue. Gimana dong?” tanya Anna.
“Apanya yang gimana? ‘Kan yang salah Rendra, lo gak perlu takut dong,” jawab Shafa sembari menyodorkan suapan pada Reigha.
“Tapi, lo tau ‘kan Rendra gimana, Fa,” balas Anna cemas.
Papa Harun dan Mama Dhiya yang mendengar hal itu pun menjadi penasaran. Kemudian bertanya, “Apa yang kalian bahas?”
“Ini, Pa ... Anna kena masalah di rumah sakit. Mantri rumah sakit ada namanya Rendra, dia memang selalu mengganggu pasien. Kali ini dia membuat pasien sampai keadaannya benar-benar buruk,” jawab Shafa.
“Kok bisa gitu?” tanya Mama Dhiya.
“Dia kalau galau atau putus cinta dilampiaskan ke pasien, Bu,” jawab Anna.
“Gak pernah dituntut?” tanya Mama Dhiya kembali.
“Harusnya bisa, makannya nanti saya harus bertemu kepala perawat karena waktu kejadian itu saya saksi, Bu. Tapi, saya takut untuk ke rumah sakit,” jawab Anna dengan raut wajah cemas.
“Kenapa takut?” tanya Bayu membuat Anna cemas sekaligus deg-deg.
Anna tak menjawab karena jantungnya semakin tak bisa diajak kerja sama. Shafa yang mengerti keadaannya pun menjawab, “Rendra itu nekat, kalau ada yang membuatnya kesal atau marah, dia bisa aja mencelakai Anna.”
“Yaudah, suster Anna ke rumah sakit sama saya,” ucap Bayu serius.
“Enggak usah, Pak Bayu. Nanti bapak ikut kena sama Rendra. Dan jadi ngerepotin,” balas Shafa.
“Gak repot kok. Dan satu lagi, jangan panggil Pak Bayu. Karena udah jadi istri Reigha, panggil gue Bayu aja,” ucap Bayu.
Bayu pun akhirnya memaksa Anna ikut bersamanya. Bayu meyakinkan Anna bahwa semua akan baik-baik saja.
Dikarenakan semua sudah aman dan acara telah selesai, Papa dan Mama berlalu masuk ke dalam kamar untuk istirahat.
Sementara Shafa yang telah selesai menyuapi Reigha pun berlalu masuk ke kamar Reigha yang dulunya di atas, kini pindah di bawah. Shafa mendorong kursi roda sampai masuk ke dalam kamar.
Shafa memberikan ponselnya pada Reigha untuk menemani kebesaran Reigha. Sementara Shafa berlalu mengambil obat untuk Reigha, kemudian membereskan barang-barang Shafa.
“Pak Reigha, mau istirahat sekarang atau masih mau duduk dulu?” tanya Shafa.
Reigha menyerahkan ponselnya pada Shafa yang telah ada ketikan pesan dari Reigha.
“Terima kasih udah mau menjadi istriku, walau terpaksa. Aku tau ini gak mudah bagi kamu. Dan, mulai sekarang jangan panggil aku Pak Reigha. Cukup nama saja atau terserah panggilan apa yang kamu nyaman,” ketik Reigha dalam ponsel Shafa.
“Iyaa ... sama-sama,” balas Shafa tersenyum manis pada Reigha sembari memberikan kembali ponselnya pada Reigha.
“Mas, kamu di sini dulu, ya. Shafa bereskan barang-barang sebentar aja,” ucap Shafa yang diangguki oleh Reigha.
Setengah jam pun berlalu, Shafa telah selesai beberes barang dan telah ganti baju karena tak tahan pakai kebaya terlalu lama.
“Ayo, Mas ... Shafa bantu Mas untuk pindah ke kasur,” ucap Shafa yang diangguki oleh Reigha.
Tak lama, Reigha pun tertidur. Sementara Shafa mengambil ponsel untuk menghubungi Anna.
“Gimana? Lo baik-baik aja ‘kan?” tanya Shafa khawatir.
“Gue baik-baik aja. Dan gue udah aman di sini sama suster Ratna. Rendra udah pergi dari tadi, Fa. Lo gimana?” jawab Anna seraya bertanya.
“Gue aman kok di sini. Gue khawatir sama lo.”
“Oiya, gue minta tolong sampaikan salam terima kasih gue ke cowok ganteng yang anterin gue tadi, ya. Udah, ya, Fa. Gue harus kerja nih,” ucap Anna dari sebrang telpon.
Shafa keluar kamar untuk membantu bersih-bersih karena acara tadi. Namun, saat di luar dia bertemu dengan Bayu. Bukannya bersih-bersih malah mengobrol.
“Bayu, tadi Anna titip salam terima kasih,” ucap Shafa menyampaikan salam dari Anna.
“Oh iya, sama-sama,” balas Bayu.
“Gimana keadaan Reigha?” tanya Bayu.
“Mas Reigha lagi tidur,” jawab Shafa.
Lumayan lama mereka mengobrol, sampai Bayu pun pamit ke kamar untuk istirahat, sementara Shafa masih dengan niat yang sama untuk membantu bersih-bersih.
Cukup memakan waktu yang lama, hingga Shafa kembali ke kamar Reigha sudah terbangun dari tidurnya.
“Shafa,” panggil seorang laki-laki dengan suara baritonnya. Suara yang belum pernah Shafa dengar sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments