Sebelum Bayu meninggalkan lokasi, netranya berusaha menemukan CCTV di sekitar untuk memperkuat bukti. Bayu yakin pasti ada CCTV yang dipasang di sekitar.
“Yap!” Bayu tampak tersenyum dan segera pergi ke kantor polisi untuk menanyakan dimana lokasi layar pengecekan CCTV di lokasi kecelakaan Reigha.
Disamping sibuknya Bayu, kini di rumah sakit, Reigha tampak melamun. Dia merasa dirinya tak ada gunanya lagi.
“Pak, ada yang perlu saya bantu?” tanya Shafa lembut.
Reigha tampak memejamkan matanya seraya menggeleng kecil.
“Pak, saya izin menyuapkan makanan agar setelah makan, bapak bisa minum obat. Izin, ya, Pak,” ucap Shafa dengan telatennya menyuapkan Reigha.
Reigha awalnya menolak. Tetapi, demi kesehatannya dia mau menerima suapan dari Shafa.
Reigha tampak memberi support pada dirinya sendiri agar dia dapat kembali pulih. Berbeda keadaannya dengan Bayu. Bayu kini tampak berusaha mencari agar yang membuat Reigha celaka dapat balasannya.
Bayu yang kini telah menyalin rekaman saat kecelakaan berlangsung, dia akan segera kembali ke kantor untuk mengecek rekaman CCTV pada bagian parkiran CEO.
Bayu tak mengenal kata lelah, dirinya telah menganggap Reigha adalah kakaknya. Dirinya rela mengorbankan apapun demi Reigha. Karena, tanpa Reigha dirinya belum bisa menyelesaikan pendidikan S1-nya. Tak bisa pula dia mendapatkan pekerjaan yang bagus seperti saat ini.
Saat Bayu ingin masuk ke ruangan CCTV, dia mendapatkan telpon dari Mama Dhiya.
“Hallo, Yu. Reigha mana? Tante kok perasaannya gak enak, ya?” ucap Mama Dhiya dari sebrang telpon.
“Anu ... i-itu, Reigha tadi katanya mau nginep di apartemen malam ini, Tante. Soalnya kami lagi banyak banget pekerjaan,” balas Bayu yang tak ingin membuat Mama Dhiya khawatir.
“Oh yaudah, suruh Reigha jaga kesehatannya, ya. Kalau udah gila kerja, gak ingat makan dia,” ucap Mama Dhiya kemudian memutuskan panggilan telponnya.
Bayu tampak berpikir sebentar. Jika Mama Dhiya bakal riweh, pasti Papa Harun bisa bantu Bayu. Setidaknya Salah satu orang tua Reigha bisa tau bagaimana kondisi Reigha saat ini.
Bayu kembali membuka ponselnya, mencari nomor Papa Harun. Saat terhubung, Bayu memastikan bahwa Papa Harun tak sedang bersama Mama Dhiya. Kemudian, Bayu menceritakan semuanya.
Papa Harun tentu kaget. Kini akan segera menuju rumah sakit. Bayu pun bergegas menuju rumah sakit juga untuk bertemu langsung oleh Papa Harun. Seakan Bayu melupakan apa yang akan dia lakukan tadi di ruang CCTV.
...****...
Papa Harun tampak baru turun dari mobilnya. Melihat bangunan yang menjulang tinggi dihadapannya saat ini. Tempat dimana anaknya tengah berbaring lemah tak berdaya.
“Om, ayo masuk,” ucap Bayu yang baru saja datang.
“Oh, iya. Ayo!”
Bayu dan Papa Harun melangkah masuk, berjalan menelusuri ruangan. Naik lift hingga mengantarkan keduanya pada ruangan Reigha saat ini.
Tok... Tok... Tok...
Pintu terbuka menampilkan suster cantik dengan balutan hijabnya.
“Semua aman?” tanya Bayu pada suster Shafa.
“InsyaaAllah aman. Pak Reigha sudah makan dan minum obat. Sekarang saya pamit dulu, ya, Pak,” jawab Suster Shafa dan pamit pergi meninggalkan ruangan Reigha.
“Oke, terima kasih.”
Bayu dan Papa Harun mendekat pada Reigha. Papa Harun menatap sedih pada anaknya.
“Kau terlalu suka mengebut di jalan!” seru Papa Harun seraya menjewer telinga Reigha layaknya anak kecil.
Hal tersebut membuat Reigha menarik bibirnya. Walau sulit, tetapi sedikit terlihat senyuman pada wajahnya.
“Gha, gue cuma kasih tau Om Harun aja. Gak berani gue kasih tau Tante Dhiya. Dan tadi gue bilang ke Tante Dhiya kalau lo nginep di apartemen. Setidaknya gue nunggu waktu yang tepat buat ngomongin keadaan lo sekarang,” ucap Bayu menjelaskan.
“Oh iya, kamu udah kabarin Binar tentang Reigha?” tanya Papa Harun pada Bayu.
“Eh, bentar, Om.” Bayu langsung merogoh kantong celana untuk mengambil ponselnya. Kemudian, dia mencari kontak bernama Binar dan menghubunginya.
Tak lama, panggilan pun terhubung. Bayu mengabarkan kalau Reigha di rumah sakit, dan Bayu sudah mengirimkan shareloc untuk Binar.
Bayu mengobrol dengan Papa Harun di sebelah brankar pasien. Sementara Reigha hanya menyimak, sesekali dirinya merespon.
Tak lama, yang ditunggu pun tiba. Binar masuk ruangan dengan santainya mendekat pada Reigha tanpa menyalimi Papa Harun yang tentunya masih ada di ruangan itu.
Reigha menarik tangan kirinya untuk meraih jari jemari Binar. Reigha rindu pada Binar.
“Gha, tangan lo bisa digerakin?” tanya Bayu bersamaan pula dengan datangnya Shafa ke dalam ruangan.
“Hanya sebelah kiri, Pak. Alhamdulillah tangan kiri Pak Reigha masih berfungsi dengan baik,” sambar Shafa menjelaskan.
Binar yang sejak tadi mendengar dan melihat keadaan Reigha pun langsung membuka suaranya, “Reigha stroke? Demi apa lo?”
Bayu tentu mendengar ucapan yang Binar lontarkan. Bayu kaget, kedua tangannya terkepal.
“Untung lo cewek. Andai lo cowok, habis lo detik ini juga!” seru Bayu kesal.
Papa Harun langsung mendekat pada Bayu dan menenangkannya.
“Mau apa lo kalau Reigha stroke? Alhamdulillah masih hidup, kalau gak gimana? Dia masih diberi kesempatan hidup, dan mulut lo gak sopan gitu. Kasih semangatlah. Sekolahkan lagi mulut lo!” lanjut ucapan Bayu yang tersulut emosi.
Binar berjalan mendekat pada Reigha. Dirinya tak sekalipun merespon ucapan Bayu.
“Gha, sorry. Gue mau kita putus!” Binar berlalu pergi tanpa menoleh pada Bayu ataupun Papa Harun.
Reigha tampak menitikkan air matanya. Netra Reigha masih menatap pada pintu dengan harapan kembalinya Binar ke dalam ruangan.
“BINAR!” teriak Bayu saat melihat kondisi Reigha semenjak kedatangan Binar.
Papa Harun menghampiri brankar Reigha kembali. Mengelus rambut putranya seraya berkata, “Nak, Allah sudah menunjukkan siapa Binar padamu. Dibalik kecelakaan ini, Allah sudah persiapkan takdir kamu untuk kehilangan cinta Binar agar kamu menemukan cintamu yang lebih baik dari Binar. Sabarlah, ya.”
“Pak, maaf saya lancang. Ini kain untuk mengelap Pak Reigha. Saya sudah waktunya pulang, karena ini sudah waktunya kami ganti shift.” Suster Shafa pamit pada Bayu dan Papa Harun di depan Reigha.
“Untuk makannya gimana, Sus?” tanya Papa Harun.
“Makanan pasien akan diantar oleh petugas ke dalam, ya, Pak,” jawab Shafa seraya tersenyum santun.
Papa Harun terlihat mengangguk, Shafa menunggu sebentar jika ada lagi pertanyaan dari keluarga pasien. Sekiranya sudah tidak ada, Shafa langsung pamit keluar ruangan dan kembali pulang ke rumah.
“Papa pulang dulu, Gha. Nanti Mama kamu nyariin. Bayu, om titip Reigha. Kalau ada apa-apa, kamu kabari om langsung, ya,” ucap Papa Harun berpamitan.
“Oh iya, Om. Bayu siap jaga Reigha.” Bayu tersenyum.
Papa Harun kembali senyum pada Bayu dan pergi meninggalkan ruangan dengan perasaan yang sungguh berat baginya.
Tok... Tok... Tok...
“Permisi, Pak. Ini makanan untuk pasien,” ucap petugas yang mengantarkan makanan.
“Terima kasih,” ucap Bayu.
Petugas itu pun keluar. Namun, tepat sekali dengan suster yang masuk ke dalam ruangan.
“Pak, saya mau menyuapi pasien,” ujar Suster wanita itu. Tetapi, bukan suster Shafa.
Suster itu pun mengambil piring dan menyuapi Reigha. Hanya satu suapan, setelah itu Reigha tak mau makan.
Suster sudah memaksa, tetapi masih saja tak mau. Akhirnya suster kesal dan keluar ruangan begitu saja.
Reigha tampak ingin berbicara. Bayu yang melihatny pun langsung mengambil ponsel dan memberikannya pada Reigha.
Reigha mengetik menggunakan jari tangan sebelah kiri. Jika tidak seperti ini, Bayu merasa sampai besok Reigha pasti hanya diam saja.
“Lo ngetik apa sih, Gha?” tanya Bayu yang mengernyitkan alisnya, heran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Imarin
aku mampir lagi kak..
2022-07-15
0