“Bayu, Tante butuh jawaban kamu. Dimana Reigha sekarang?” tanya Mama Dhiya dengan tatapan seriusnya.
“Tante, Reigha sekarang ada di rumah sakit. Reigha kecelakaan,” jawab Bayu dengan penuh keraguan.
“Kenapa kamu baru bilang, Bay!” seru Mama Dhiya.
“Udah, sekarang kamu antar Tante ke rumah sakit. Tante mau ketemu Reigha,” lanjut ucapan Mama Dhiya.
“Oke, Tante.”
****
Bayu mengendarai mobil menuju ke rumah sakit yang kali ini berbeda, karena membawa Mama Dhiya.
Sepanjang perjalanan, Mama Dhiya seakan tak henti-hentinya mengomeli Bayu. Tentu Mama Dhiya tak terima seakan-akan Bayu menyembunyikan keadaan anaknya. Padahal, hal inilah yang terbaik. Mama Dhiya pasti akan mencari tau dan memperumit suasana jika tau keadaan Reigha.
Hingga kini, Bayu baru saja memarkirkan mobil. Mama Dhiya terus-terusan tak sabar untuk melihat Reigha.
“Cepat, Bayu. Kamu itu!” geram Mama Dhiya membuat Bayu bingung.
“Tante, ayo ikut Bayu,” ajak Bayu pada Mama Dhiya. Mama Dhiya mengikuti Bayu dengan raut wajah yang kusut.
Sesampainya di ruangan Reigha, Mama Dhiya langsung mengecek dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sungguh, kini Mama Dhiya sangat dan semakin kecewa pada Bayu.
“Kamu lihat, Bayu. Reigha udah gak berdaya. Kalau begini, kamu mau apa? Udah puas kamu gak kasih tau ke tante?” ucap Mama Dhiya kesal.
“Tante mau, kamu cari tau siapa penyebab kecelakaan ini. Tante gak mau tau, pokoknya harus ditemukan,” lanjut ucapan Mama Dhiya.
Bayu mengangguk. Berjalan keluar ruangan menuju parkiran. Bayu mengambil laptop dan kembali ke ruang rawat Reigha.
“Tante, bukti kecelakaan yang tante mau lihat, ada di sini. Sebelum tante perintah, Bayu udah cari tau duluan,” ujar Bayu membuat Mama Dhiya bergegas mengambil alih laptop Bayu.
Reigha dan Bayu hanya memperhatikan Mama Dhiya yang tengah duduk di sofa sembari melihat laptop dengan tatapan serius.
“Ini, Bayu. Cari bapak ini. Karena, dia gak lihat-lihat kalau mobil Reigha sedang melaju, seenaknya aja dia nyebrang gitu aja. Cari tau dan bawa di hadapan tante, sekarang kalau bisa.” Mama Dhiya menatap geram pada bapak penjual nasi goreng yang terlihat jelas tengah menyebrang membawa gerobaknya.
“Tante, tapi bapak itu gak salah,” bela Bayu.
“Kamu tau dari mana? Jangan asal membela. Bukti sudah ada, Bayu!” seru Mama Dhiya.
“Cepat. Kamu bawa bapak itu ke sini, Bayu!” lanjut Mama Dhiya yang diangguki oleh Bayu.
Bayu bergegas pergi ke parkiran. Namun, tiba-tiba Bayu dicegat oleh suster Shafa.
“Emm ... Pak Bayu!” panggil suster Shafa.
Bayu menoleh seraya bertanya, “Ya, Sus. Ada yang mau disampaikan?”
“Maaf, tadi saya mendengar keributan di dalam ruangan Pak Reigha. Dan, saya sempat mendengar ibu-ibu yang mungkin sedang marah di dalam ruangan, menyebut bapak penjual nasi goreng yang membuat Pak Reigha kecelakaan, ya, Pak,” ucap suster Shafa dengan menunduk.
“Emm ... sebenarnya, bapak itu adalah Pak Reynand, Ayah saya. Jika bapak minta pertanggung jawaban, ke saya aja, Pak. Mohon, jangan membuat Ayah saya dalam masalah, karena Ayah saya masih punya tanggungan membiayai adik saya sekolah, Pak,” ucap suster Shafa dengan suara yang mulai bergetar.
“Jadi, selama ini yang suster berikan merupakan ucapan permintaan maaf?” tanya Bayu.
“Pak, sejujurnya saya sudah tanya ke Ayah saya. Sungguh saat itu Ayah saya sudah memperhatikan jalanan, dan memang sepi. Tapi, Ayah saya juga gak tau bagaimana bisa kecelakaan dapat terjadi begitu cepat,” jawab suster Shafa.
“Tapi, maaf. Tante Dhiya hanya mau berjumpa dengan Pak Reynand. Boleh tolong telpon beliau, Sus?” balas Bayu yang mendapat anggukan oleh suster Shafa.
Suster Shafa merogoh kantongnya mengambil ponsel, dan menghubungi sang Ayah untuk segera ke rumah sakit.
Telah lama suster Shafa dan Bayu menunggu di lobby rumah sakit, hingga akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba.
Pak Reynand mendekat pada Bayu dan anaknya. Bayu pun membawa Pak Reynand ke dalam ruangan Reigha diikuti oleh suster Shafa.
Mama Dhiya tampak berdiri di samping brankar pasien, menatap sang anak yang tak dapat berbicara dan tak dapat tersenyum seperti biasanya.
“Tante,” panggil Bayu.
Mama Dhiya menoleh pada Bayu yang membawa seorang laki-laki dan juga seorang suster.
“Tante, ini Pak Reynand penjual nasi goreng itu. Dan ini, suster yang selama ini menjaga Reigha di sini,” ucap Bayu memperkenalkan.
“Bayu, Tante cuma minta bawa bapak penjual nasi goreng aja. Kenapa suster ini kamu bawa juga?” tanya Mama Dhiya.
“Karena, suster ini ternyata anak dari Pak Reynand,” jawab Bayu berhasil membuat Reigha menoleh kaget menatap pada suster Shafa.
Mama Dhiya berjalan mendekat pada sofa. Mama Dhiya duduk dengan tatapan kosongnya.
“Mari duduk, Pak, Sus,” ucap Bayu mempersilakan.
Pak Reynand duduk, diikuti oleh suster Shafa. Bayu hanya berdiri di samping Mama Dhiya untuk berjaga-jaga jika Mama Dhiya tak dapat mengontrol emosinya.
“Bapak tidak perlu menjelaskan apa yang terjadi. Karena, saya sudah melihat dengan jelas rekaman CCTV di TKP. Jadi, saya ingin bertemu bapak agar bapak dapat melihat kondisi anak saya satu-satunya. Lihat di brankar itu, Pak,” ucap Mama Dhiya.
“Betapa malangnya dia. Dulu yang bisa bekerja, bisa berbicara, bisa berjalan, bisa bercanda. Tetapi, itu dulu. Kini hanya berbaring lemah. Dan, apa pertanggung jawaban yang bapak berikan? Gak ada ‘kan, Pak?” lanjut ucapan Mama Dhiya membuat suster Shafa menunduk sedih.
Sebagai anak, tentu sakit jika melihat sang Ayah yang mendapat ucapan seperti itu. Suster Shafa masih memendam, hanya menunduk yang dapat dia lakukan saat ini.
Untuk melawan, rasanya itu hal yang tidak sopan. Ayah Reynand tak pernah mengajarkan hal tersebut.
“Apa pertanggung jawaban bapak?” tanya Mama Dhiya berkali-kali, diulang-ulang sembari menatap pada Ayah Reynand dengan amarahnya.
“Saya yang akan tanggung jawab, Bu,” jawab suster Shafa dengan keberanian yang dipaksakan. Ayah Reynand, Bayu, dan juga Reigha langsung menatap pada suster Shafa.
“Apa? Hanya seorang suster aja. Saya tau kamu hanya ingin harta anak saya ‘kan?” cetus Mama Dhiya.
“Maaf, Bu. Bukan maksud saya melawan ucapan ibu. Saya tau, saya anak dari keluarga yang kecil. Keluarga yang serba cukup. Tidak dikelilingi kemewahan. Tetapi, kecukupan itulah yang membuat saya bangga memiliki Ayah saya, Bu. Ayah saya sudah mengusahakan hingga saya tumbuh menjadi suster seperti saat ini. Jika ibu mau mengolok-olok, cukup pada saya saja. Jangan pada Ayah saya. Sungguh, saya gak tega, Bu.” Suster Shafa mengucapkan kata demi kata yang sejak tadi dipendam dengan kepalanya yang masih saja menunduk.
“Bayu, Tante mau kamu urus Reigha agar tidak dirawat oleh suster ini. Masih banyak suster lain di rumah sakit ini. Jadi, Tante gak mau merepotkan orang yang sok mau bertanggung jawab ini,” ujar Mama Dhiya.
“Tante, tapi Reigha sejak kemarin gak mau makan dan gak mau disentuh oleh suster manapun kecuali suster Shafa ini, Tan,” balas Bayu jujur.
“Kamu jangan banyak drama dan membela mereka, Bayu!” seru Mama Dhiya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments