“Ajak Tante ke tempat suster Shafa. Biar Tante minta maaf dan meminta dirinya kembali,” ujar Mama Dhiya dengan serius.
“Ini Tante beneran tulus ‘kan?” tanya Bayu memastikan.
“Hanya demi Reigha,” jawab Mama Dhiya.
Bayu pun mengangguk dan berjalan menelusuri rumah sakit mencari suster Shafa bersama Mama Dhiya.
Saat netra Bayu menelusuri tiap sisi ruangan di rumah sakit, beruntungnya dia bertemu dengan Dokter yang Bayu kenal. Dokter yang menangani Reigha.
“Hallo, Dokter!” sapa Bayu sembari tersenyum.
“Oh. Hallo, Pak Bayu, bagaimana?” balas Dokter seraya bertanya.
“Dok, saya mau tanya. Suster Shafa kondisi dimana, ya?” tanya Bayu.
“Saya juga ga tau, Pak. Coba Pak Bayu tanyakan pada Kepala perawat namanya suster Ratna, kebetulan dia ada di situ, Pak,” jawab Dokter sembari menunjuk pada seorang wanita yang Bayu ketahui dari Dokter adalah kepala perawat di Rumah Sakit ini.
“Baik, Dokter. Terima kasih,” balas Bayu bergegas menuju kepala perawat bersama Mama Dhiya yang sejak tadi mengikuti langkah Bayu.
Saat keduanya telah sampai di belakang suster Ratna, Bayu mencoba memanggil dan bertanya padanya.
“Suster Ratna,” panggil Bayu.
Wanita itu pun langsung menoleh pada sumber suara, dia melihat seorang laki-laki dan juga seorang wanita yang tengah menatapnya dengan serius.
“Iya, dengan saya. Ada yang bisa saya bantu, Pak, Bu?” ujar Suster Ratna.
“Sus, kami mau tanya. Suster Shafa saat ini di mana, ya?” tanya Bayu.
“Saya tadi lihat Shafa di Nurse Station sedang mengobrol sama temannya,” jawab Suster Ratna.
“Oh begitu ... Baik, Sus. Terima kasih,” balas Bayu dan diangguki oleh Suster Ratna.
Bayu dan Mama Dhiya bergegas menuju Nurse Station dengan penuh harapan suster Shafa belum pergi dari sana.
Sesampainya di Nurse Station, tampak suster Shafa tengah mengobrol dan sesekali tertawa bersama temannya.
“Suster Shafa,” panggil Bayu.
Suster Shafa menoleh dan tampak kaget karena kini dia berhadapan kembali dengan Mamanya Pak Reigha.
“Maaf, Pak, Bu, saya sedang ada urusan. Permisi,” ujar Shafa yang sengaja menghindari keluarga Pak Reigha. Suster Shafa berjalan meninggalkan Nurse Station. Baru saja melangkahkan kaki beberapa langkah, tiba-tiba ...
“Suster Shafa!” Bukan Bayu, tapi kini Mama Dhiya yang memanggil suster Shafa.
Suster Shafa hanya berdiri mematung tanpa menoleh pada sumber suara, yang suster Shafa tau jelas itu adalah suara Mamanya Pak Reigha.
“Saya tau saya salah. Kali ini saya sengaja datang ke sini, mencari kamu. Saya mau minta maaf,” ucap Mama Dhiya.
Suster Shafa menoleh dan mendekat pada Mama Dhiya seraya berkata, “Bu, saya sudah memaafkan sebelum ibu meminta maaf. Saya tau jelas bagaimana perasaan ibu saat ini, maafkan ucapan dan sikap saya, Bu.”
“Suster Shafa, setelah saya pikir-pikir ... kemarin suster mau bertanggung jawab ‘kan? Saya mau suster menjadi suster pribadi buat Reigha, untuk pertanggung jawaban masalah ini,” ucap Mama Dhiya serius.
“Selama di Rumah Sakit dan dalam pengawasan dokter, saya bersedia, Bu,” balas suster Shafa.
Mama Dhiya tersenyum senang, akhirnya Reigha bisa kembali dirawat oleh suster yang dia mau.
“Kalau gitu, saya pamit mau ke ruangan anak saya. Terima kasih, Suster,” ucap Mama Dhiya.
“Bu, bagaimana kalau barengan? Saya mau ke ruangan Pak Reigha untuk meng-cek kondisi beliau,” balas suster Shafa yang diangguki oleh Mama Dhiya.
Mama Dhiya dan suster Shafa berjalan bersama menuju ruangan Reigha diikuti oleh Bayu di belakang keduanya.
“Tante, Bayu kasih kabar ke Om, ya?” tanya Bayu.
“Boleh,” jawab Mama Dhiya tanpa menoleh ke belakang. Mama seakan tak sabar memberikan kejutan ini untuk Reigha. Dirinya berhasil membawa suster Shafa kembali merawat Reigha.
“Om, Tante Dhiya udah berhasil membujuk suster Shafa dan sekarang kami menuju ruangan Reigha.” Setelah pesan terkirim, Bayu kembali memasukkan ponselnya ke dalam kantong.
Saat sampai di ruangan Reigha, Mama Dhiya mengetuk dan masuk ke dalam. Mama kaget saat melihat Papa tengah duduk di samping brankar Reigha.
“Pa,” panggil Mama Dhiya.
“Iya, Ma. Papa udah tau. Terima kasih, ya,” ucap Papa Harun.
Mama Dhiya tersenyum dan memeluk sang suami. Kemudian, Mama Dhiya menoleh pada Reigha dan teringat dirinya membawa suster Shafa bersamanya.
“Gha, lihat siapa yang Mama bawa untuk kamu,” ujar Mama Dhiya membuat Reigha menoleh pada arah pintu.
Tampak suster Shafa berjalan mendekat pada brankar Reigha.
“Assalamu’alaikum, Pak Reigha ... apa kabar?” ucap suster Shafa sembari tersenyum.
Reigha berusaha menarik bibirnya untuk membalas senyuman suster Shafa.
“Udah, Pak. Gak perlu dipaksa, saya udah tau bapak mau tersenyum bukan?” ucap suster Shafa kembali.
Papa, Mama, dan Bayu tampak tersenyum melihat kedekatan suster Shafa untuk merawat Reigha sepenuh hati.
“Om, Tante, Bayu ke kantin, ya. Bayu gak jadi-jadi mau beli makanan. Cacing-cacing di perut udah demo nih,” ujar Bayu membuat Mama dan Papa tertawa. Bayu pun berlalu pergi keluar.
****
Lima bulan kemudian.
Kini tampaklah suster Shafa tengah mempersiapkan makanan untuk sarapan Reigha. Dengan telaten suster Shafa mengurus keperluan Reigha. Kecuali satu, sejak Lima bulan yang lalu hingga sekarang, suster Shafa tak pernah mau menyentuh bagian dalam tubuh Reigha. Jadi, jika waktunya membersihkan badan, Shafa minta tolong pada Bayu.
“Sus, seperti biasa. Airnya udah disiapkan?” tanya Bayu yang tampak baru saja datang.
“Sudah, Pak. Ini airnya dan ini lapnya,” jawab suster Shafa berlalu pergi keluar ruangan.
Setelah selesai, suster Shafa lanjut menyuapi Reigha. Dan, seperti biasa pula, makanan Reigha selalu habis dan langsung minum obat.
Tak lama, Papa dan Mama datang ke ruangan. Mengecek kondisi anaknya.
“Pak, Bu, tadi saya ketemu dokter. Sebentar lagi dokter datang ke ruangan untuk memberi kabar terbaru tentang kondisi terbaru Pak Reigha,” ucap suster Shafa memberitahu pada kedua orang tua dan teman pasien.
“Oh begitu .... iya, terima kasih,” ucap Mama Dhiya.
Sesuai dengan ucapan suster Shafa, Dokter pun datang dengan suster Anna. Dokter mendekat pada kedua orang tua Reigha yang tengah menemani anaknya di sisi brankar sebelah kiri. Sementara suster Anna mendekat pada suster Shafa di sisi brankar sebelah kanan. Sedangkan Bayu, tengah sibuk dengan pekerjaannya di sofa.
“Pak, Bu, ada kabar baik yang akan saya sampaikan,” ujar Dokter membuat Bayu menoleh dan menatap serius pada Dokter, tapi masih dalam posisi duduk di sofa.
“Kabar apa, Dok?” tanya Papa Harun yang sudah deg-deg menerima kabar tersebut.
“Pasien boleh dirawat di rumah, dengan catatan ada jadwal yang akan saya berikan untuk kembali kontrol ke rumah sakit, ya,” jawab Dokter memberitahu pada keluarga.
“Alhamdulillah ... akhirnya!” seru Bayu senang.
“Alhamdulillah,” ucap syukur orang tua dan juga suster Shafa senang.
“Terima kasih, Dok,” ucap Papa Harun.
Dokter dan suster Anna pun keluar dari ruangan.
“Sekarang Reigha harus mempersiapkan kepulangan. Yang jadi pertanyaan, suster Shafa gimana?” tanya Papa Harun.
“Ya ikut kita ke rumah dong, Pa,” jawab Mama Dhiya.
“Kalau harus ikut kita ke rumah. Syaratnya satu. Suster Shafa dan Reigha harus resmi menikah,” ucap Papa Harun membuat Mama Dhiya, Bayu, Reigha, dan suster Shafa kaget menatap serius pada Papa Harun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments