“Shafa,” panggil seorang laki-laki dengan suara baritonnya. Suara yang belum pernah Shafa dengar sebelumnya. Shafa mencoba memastikan dari mana sumber suara itu. Shafa menelusuri tiap sudut kamar hanya ada Reigha dalam kamar.
“Apa yang kamu cari?” tanya Reigha.
“Mas, kamu ngomong?” tanya Shafa yang seakan tak percaya.
“Iya. Ini aku, aku juga kaget. Tapi, tangan kanan dan kaki kanan masih susah buat gerak. Masih mati rasa,” jawab Reigha.
“Aku bilangin ke Mama Papa kalau kamu udah bisa ngomong, ya?” tanya Shafa.
“Tolong jaga rahasia ini. Aku hanya mau kamu yang tau aku udah bisa ngomong. Biarkan saja mereka gak tau gimana perkembangan kesehatan aku,” ucap Reigha.
“Kenapa, Mas?” tanya Shafa bingung.
“Karena aku mau menyelidiki kecelakaan yang ku alami. Emang benar aku menghindari Ayah kamu, tapi aku sangat yakin kalau ada kejanggalan di kecelakaanku beberapa bulan yang lalu,” jawab Reigha membuat Shafa mengangguk paham.
“Aku mau berterima kasih sama kamu, udah menjaga dan merawat aku selama lima bulan ini. Aku senang udah bisa ngomong langsung sama kamu, aku mohon jaga rahasia ini dari kedua orang tuaku dan dari Bayu juga, ya,” lanjut ucapan Reigha.
“Kalau memang itu mau kamu, akan aku jaga, Mas,” balas Shafa tersenyum.
Reigha dan Shafa duduk berdua untuk saling bertukar cerita hingga tak terasa hari sudah malam, ini sudah kembali waktunya jam makan Reigha.
“Mas, aku ambilkan makanan dulu, ya,” ucap Shafa.
“Kamu sholat aja dulu, itu udah selesai adzan maghrib,” balas Reigha yang diangguki oleh Shafa.
Saat Shafa tengah menjalankan ibadah sholat maghrib, Reigha memperhatikan istrinya itu dari atas kasur. Reigha bersyukur dia mempunyai istri seperti Shafa yang baik dan juga tulus, mau menerima Reigha apa adanya.
Setelah Shafa selesai melaksanakan sholat maghrib, Shafa kembali mendekat pada Reigha seraya berkata, “Mas tunggu sini, ya. Shafa mau ambil makan buat Mas.”
“Aku ikut keluar boleh? Aku bosan,” tanya Reigha dan diangguki oleh Shafa.
Shafa pun membantu Reigha untuk duduk di kursi roda dan mendorongnya keluar kamar hingga sampai ke ruang tamu.
“Shafa, kenapa Reigha diajak keluar?” tanya Mama Dhiya.
“Ini udah jam Mas Reigha makan dan minum obat, Ma,” jawab Shafa.
“Kamu gak salah jadi suster pribadi Reigha, jadwal makan Reigha aja udah sampai ingat gitu,” ucap Mama Dhiya tersenyum kecil.
“Bukan suster pribadi lagi dong, Ma. Shafa udah jadi istrinya Reigha ‘kan?” imbuh Papa Harun yang ternyata mendengar ucapan Mama Dhiya.
“Iya deh ... iya, Pa,” balas Mama Dhiya.
****
Pagi hari dengan suasana yang sangat sejuk. Shafa baru saja menyelesaikan ibadah sholat subuh. Saat Shafa melipat mukena, dia melihat Reigha yang ternyata sudah bangun dan tengah memperhatikannya.
Shafa mendekat pada Reigha dan bertanya, “Mas mau apa? Udah lapar?” Reigha menggeleng. Dirinya tetap memperhatikan Shafa.
Shafa membersihkan badan Reigha dan membereskan tempat tidurnya. Setelah semua selesai, barulah Shafa mandi.
Kini semua tengah berkumpul di ruang makan, kecuali Bayu. Shafa tampak langsung mementingkan makan Reigha daripada dirinya. Shafa mengambilkan makanan untuk Reigha dan langsung menyuapinya, kemudian piring bekas Reigha dipakai oleh Shafa untuk makan dirinya.
Ditengah-tengah sarapan bersama, tiba-tiba Bayu datang menghampiri meja makan yang tampak berbagai menu sarapan pagi ini. Bayu menyomot salah satu masakan dan langsung duduk disamping Reigha.
“Tante semakin kesini semakin jago masak nih,” ucap Bayu memuji Mama Dhiya.
“Bukan. Hari ini bukan tante yang masak, tapi Shafa yang masak,” balas Mama Dhiya sontak membuat Papa Harun, Reigha, dan Bayu menoleh bersama pada Shafa.
“Apa gak enak?” tanya Shafa pelan, takut jika terkena omelan oleh Mama Dhiya.
“Ini enak. Jago deh suster Shafa ini!” seru Bayu sembari tersenyum pada Shafa hingga mendapat lirikan tajam dari Reigha.
“Suami lo cemburu,” lanjut ucapan Bayu.
Bayu mengambil makanan dan memakannya dengan lahap. Sementara Shafa masih tersenyum kecil menatap suaminya yang tampak kesal dengan Bayu.
“Enak gak, Pa?” tanya Mama Dhiya memastikan.
“Udah diwakilkan sama Bayu ‘kan? Sekarang, coba aja Mama makan dan rasakan sendiri, Ma,” jawab Papa Harun yang merasa Mama Dhiya takut untuk makan masakan menantunya.
Setelah selesai sarapan, semua masih tampak mengobrol di ruang makan. Sementara Shafa bergegas mengambil obat untuk Reigha dan menyuapnya langsung.
“Mas, kamu disini dulu, ya,” ucap Shafa. Kemudian, berlalu pergi membereskan piring, gelas yang sudah kotor untuk dibawa ke dapur.
Sesampainya di dapur, Shafa langsung mencucinya dan kembali lagi ke ruang makan.
“Bayu gak ke kantor?” tanya Mama Dhiya.
“Nanti agak siangan, Tante,” jawab Bayu.
Mama Dhiya dan Papa Harun pergi dari ruang makan meninggalkan Reigha, Shafa, dan Bayu.
“Gha, ada yang mau gue bicarakan. Penting!” ucap Bayu.
“Kalau mau bicara penting ke kamar aja, ya?” sambung Shafa menatap pada Reigha meminta persetujuan.
Tampak Reigha mengangguk. Shafa pun mendorong kursi roda Reigha menuju ke kamar diikuti oleh Bayu.
Shafa membantu Reigha duduk di kasur bersandar pada headboard, sementara Bayu menarik kursi agar lebih dekat pada Reigha.
Shafa berniat untuk pergi dari kamar meninggalkan kedua sahabat itu mengobrol. Namun, tangan Shafa dicegat oleh kaki kiri Reigha karena tangan Reigha tak dapat menggapai.
“Kenapa, Mas?” tanya Shafa sambil mengulurkan tangannya untuk memberikan ponsel.
“Kamu jangan keluar, temani aku saja di sini,” ketik Reigha dalam ponsel. Shafa pun menurut dan duduk di pinggir kasur.
“Gini, awal lo kecelakaan itu gue udah menyelidiki. Yang gue temukan di TKP ada CCTV, ini rekamannya,” ucap Bayu megulurkan tangannya memberikan laptop.
Shafa pun membuka laptop dan mengarahkan pada Reigha. Yang Reigha pikirkan tentu benar, mobil Reigha tampak menghindari bapak penjual nasi goreng yang tak lain adalah Ayah Shafa.
Netra Reigha tampak beralih pada ponsel, Reigha mengetikkan sesuatu.
“Pas gue perjalanan pulang itu, gue ngerasa ada yang gak beres sama mobil. Trus pas itu gue gak bisa ngendalikan, kayaknya rem mobil blong,” ketik Reigha.
“Gue juga udah cek mobil lo, kita sepemikiran. Makannya, gue kemarin mau cek CCTV kantor bagian parkiran, tapi karena Tante Dhiya telpon gue gak jadi cek dan malah lupa sampai sekarang,” ucap Bayu.
“Kayaknya lo harus ke kantor sekarang. Gue mau minta tolong lo buat cari tau apa dan siapa penyebab kecelakaan ini. Cuma lo yang bisa bantu gue,” ketik Reigha kembali.
“Oke, gue ke kantor. Suster, titip Reigha ya,” ucap Bayu membuat Shafa mengangguk.
Bayu mengambil laptopnya dan bergegas pergi meinggalkan rumah Papa Harun menuju ke kantor.
Shafa menutup pintu serta mengkuncinya. Shafa pun mendekat pada Reigha dan bertanya, “Mas, aku mau nanya deh. Selama di kantor, kamu punya musuh gak?”
“Musuh gimana?” balas Reigha.
“Kayak misalnya, dia gak suka kalau kamu menjabat sebagai CEO di kantor. Dia akhirnya mau merebut jabatan kamu,” ucap Shafa membuat Reigha berpikir.
“Dulu sih ada, paman aku. Tapi, dia udah keluar sih. Kenapa?” jawab Reigha sembari bertanya kembali.
“Kalau ada, bisa jadi dia ‘kan yang membuat kamu celaka,” balas Shafa membuat Reigha mengangguk paham. Kemudian Reigha menyuruh Shafa duduk di sampingnya.
Shafa pun duduk disamping Reigha, ternyata Reigha merebahkan dirinya dipangkuan Shafa membuat jantung Shafa dag-dig-dug tak karuan. Karena, ini baru pertama kalinya bagi Shafa.
Reigha yang tau Shafa grogi, mengajak Shafa bercerita agar lebih saling mengenal satu sama lain. Ditengah bincangan mereka berdua, tiba-tiba ponsel Shafa yang sejak tadi ditangan Reigha berdering.
Reigha melihat siapa yang menelpon istrinya, ternyata Bayu.
Reigha menerima panggilan, menyalakan speaker panggilan dan memberikannya pada Shafa.
“Hallo, Sus. Tolong kasih ke Reigha soalnya ini tentang rekaman CCTV kantor,” ucap Bayu dengan nada bicara yang tak seperti biasanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments