Kondisi Athena sudah lebih baik dari sebelumnya. Gadis itu sudah mandi dan berganti baju. Jujur, ia agak terkejut melihat ada kamar cewek di rumah El. Ternyata, itu milik almarhumah adiknya. Lumayan pas di badan Athena, meskipun saat meninggal adik El masih berusia lima belas tahun. Mungkin, badannya termasuk jangkung. Sedangkan Athena tak jua bertumbuh sejak kelas dua SMP.
Kini, gadis itu sedang menemani Lilia menyiram pohon-pohon stoberi di kebun. Wanita itu tidak mempekerjakan orang lain. Semua diurus sendiri dari awal menanam hingga masa panen. Lilia tersenyum melihat wajah Athena lebih ceria. Gadis itu mulai terbuka dan berusaha menerima kedatangan dua orang itu di hatinya.
Sejak makan siang tadi, Athena sudah banyak berbicara. Itu merupakan kemajuan yang cukup pesat. Lilia sampai tak henti-hentinya tersenyum melihat Athena, bahkan tertawa.
El duduk bersantai di teras belakang. Bibirnya terus menyunggingkan senyum bahagia menyaksikan keakraban dua perempuan yang menghuni hatinya. Inilah yang cowok itu inginkan. Maminya senang, Athena senang, dan dirinya ikut senang.
Saat Athena tak sengaja melihat ke arah El, mata mereka bertemu dan terkunci--saling menyelami meski berjauhan, dan berbagi rasa yang meletup dalam dada. Lalu, semua buyar saat Lilia mengajak Athena bicara.
"Na, Tante pengen tau, deh. What is the meaning of your version of life?" tanya Lilia sembari menggunting stroberi yang gendut dan matang.
"Me?" ulang Athena.
"Iya. Kita harus terbiasa saling ngobrol biar kamu gak kaku lagi sama Tante."
Athena menghela napas gugup. Ia jarang bicara banyak dengan orang, kecuali saat bertengkar dengan Sandrina. Tidak pernah sekalipun Athena berdiskusi semacam ini Matanya memejam sesaat, lalu kembali terbuka menatap Lilia.
"Life is like a canvas. You are the painter and many ignorant hands are trying to destroy," jawab Athena mantap.
Lilia memiringkan kepala. "Wow, indah sekali perumpamaannya. Boleh dijelaskan, Sayang?"
"Kanvas itu ibarat hidup dan pelukisnya adalah Tante sendiri. Tangan-tangan itu adalah orang tua, sahabat, saudara, teman, keluarga, musuh, siapapun itu. Pasti ada salah satu di antara mereka yang jahil yaitu menyakiti Tante dan membuat Tante tertekan. Perlahan, Tante mulai trauma dan lelah dengan kehidupan. Kanvasnya perlahan menghitam seiring dengan banyaknya luka yang Tante terima."
Gadis itu baru sadar tengah menggunakan Lilia sebagai contoh. Seakan tahu pikiran Athena, wanita itu mengusap bahunya berusaha menenangkan--memberi tahu tak masalah dengan itu.
Senyum hangat Lilia justru semakin membuat Athena merasa tidak enak. Ia menggigit bibir dan menunduk pelan. Saat tangan lembut Lilia mendongakkan wajahnya, mata mereka bertemu. Lilia mengangguk pelan tanda menyemangati.
"Menurut Tante, apa yang harus Tante lakukan?" tanya Athena ragu.
"Melindungi kanvasnya, dong. Tante akan sekuat tenaga melindungi hidup dari tangan-tangan itu," jawab Lilia sungguh-sungguh.
Sudah Athena duga jawabannya akan seperti itu.
"Bukan, Tan. Makna melindungi adalah menyingkirkan mereka. Sudah jelas itu salah. Mereka adalah latar belakang hidup kita, Tan. Background si kanvas," terang Athena.
Takjub. Itulah arti dari tatapan berbinar Lilia. Ia semakin tertarik mengetahui arti kehidupan versi gebetan putranya ini. Dengan semangat membara Lilia meminta Athena menjabarkan semuanya.
"Cara memperindah hidup bukan menyingkirkan, Tan, tapi menerima. Ketika kanvas sudah benar-benar hitam, itu adalah saat di mana Tante kembali menghias ulang kanvasnya dengan kekuatan dan keyakinan baru."
Dengan semangat yang sama Athena menyampaikan semua isi pikirannya. Kalau sudah hitam, bukankah ada keindahan lain yang bisa dilukis di sana?
Seperti pemandangan langit malam misalnya. Athema tak sembarang berucap. Ia sengaja mengatakan kalau pemandangan malam lebih indah. Tak hanya siang atau pagi yang dilihat sebagai keindahan. Malam belum tentu terlambat. Hitam belum tentu kelam.
Sesekali, pelukis boleh menjeda sejenak kegiatan melukisnya ketika lelah atau pegal, karena tangan jahil itu tak akan pernah berhenti mengacau sebelum pelukisnya tumbang. Pelukis hanya boleh istirahat, bukan berhenti. Makanya Athena mengatakan kanvas adalah pengibaratan daripada kehidupan.
Hidup adalah seni. Cara menikmati seni kehidupan ialah dengan cara sabar dan bersyukur. Athena tahu itu sulit. Makanya dia mengatakan boleh beristirahat asal jangan membiarkan mereka kembali menghitamkan sebagian lukisan.
"Sayang!" Lilia memeluk Athena. "You are so special. Tante nggak nyangka pikiran kamu seluas itu. Baru kali ini Tante mendengar sudut pandang kehidupan yang begitu dahsyat."
Pelukan itu sangat nyaman. Bolehkah Athena berharap Sandrina memiliki kehangatan yang sama?
"Maaf, Tan. Aku cuma nyampein apa yang ada dalam pikiran aku," ujar Athena pelan.
"Kenapa minta maaf? Malahan Tante senang sekali."
'Itu cuma perumpamaan aja, Tante. Aku bisa ngasih tau semua orang gimana caranya bersyukur dan nerima hidup apapun jalannya. But, aku sendiri gak bisa,' batin Athena galau.
Ya, dirinya bisa menasehati orang lain. Menyemangati mereka agar tak berlarut-larut dalam kesedihan dan membantu seseorang untuk bangkit dari keterpurukan.
Ia bisa melakukan semua itu, asal tak ada orang yang melakukan hal yang sama padanya. Athena tak bisa bangkit dari lukanya. Ia sudah terlalu jauh tenggelam ke dasar lautan hitam. Bila boleh jujur, Athena bukan tak bisa.
Lebih tepatnya, Athena tak mau bangkit dan meninggalkan segala kelam yang telah menjadi teman selama bertahun-tahun. Tak ada yang mengulurkan tangan saat pertama kali didorong paksa dalam jurang, tak ada yang peduli saat ia terluka, tak ada yang mau pusing-pusing mendengar keluhannya.
Lantas, ketika Athena sudah terlalu nyaman dengan semuanya kenapa tiba-tiba beberapa orang datang berseliweran? Meminta dirinya bangkit, menyodorkan bahu untuk bersandar dan memaksa jadi yang terbaik. Athena tak butuh semua itu. Ia akan menolak semua kehadiran orang baru, kecuali El dan Lilia.
Bahkan, meskipun Gloria menjadi sahabatnya, dia tidak diizinkan masuk lebih jauh ke dalam kehidupan Athena. Tidak, sampai Gloria benar-benar layak untuk itu.
"Kamu melamun, Sayang?" tegur Lilia sembari melepaskan pelukan.
Gadis itu mengerjap pelan dan tersenyum tipis.
"Gak, kok, Tan. Cuma lagi keinget aja seminggu lagi ujian," elak Athena dengan lihai.
"Tenang, kamu dan El udah Tante doain dapat nilai terbaik. Ajak El belajar bareng, ya? Soalnya kalo sendiri dia suka ketiduran terus," kekeh Lilia.
Lagi-lagi Athena tersenyum tipis. Sepertinya, El adalah tipe anak manja ketika sedang bersama Lilia.
Baru dibicarakan sudah muncul dengan cengiran konyol. "Kalian pelukan berdua doang, gak ajak-ajak," sindirnya.
"Dih, ngapain ajakin kamu? Mending berduaan aja sama Athena." Lilia menjulurkan lidahnya, kocak sekali.
"Oh, Mami sekarang lebih milih Athena daripada El? Fiks, El ngambek!" ancam El.
"Kalo bagian ngambek, Athena tolong dibujuk, ya? Tante mau order cemilan dulu buat kita semua. Kamu di sini sampe sore, kan?"
Setelah mendapat jawaban berupa anggukan, Lilia segera pergi meninggalkan dua anak yang sangat disayangi, yang satu sedang ngambek, satu lagi sibuk melanjutkan acara menyiram.
El tetap pura-pura merajuk sambil mengikuti langkah Athena. Ia menunggu dibujuk. Akan tetapi, gadis itu tetap acuh saja. Sungguh tidak peka.
"Na, Athena!" rengeknya.
"Apa?"
"Gue lagi ngambek, masa gak dibujuk?"
Athena mengangkat alis sebelah, menatap El sebentar, lalu kembali melanjutkan acara siram menyiram. Ia mengumpat dalam hati pasal El yang hanya berpura-pura.
Cowok itu semakin meradang karena diacuhkan. Sekarang kakinya dientak-entakkan ke tanah menunjukkan kalau dirinya benar-benar merajuk.
"Bujukin ngapa, Na? Masa dicuekin doang kayak begitu? Masa lebih perhatian sama pohon stoberi? Apa bagusnya?"cerocos El kesal.
"Lo merajuk?" tanya Athena sabar.
Dalam hati, El bersorak penuh kemenangan. Pasti sekarang akan dimanja-manja oleh Athena. Dengan cepat El mengangguk, masih memasang wajah cemberut.
"Merajuk sendiri, ya, bujuk diri sendiri juga. Kenapa gue harus repot-repot nenangin bayi besar kayak lo?" sembur Athena kejam.
Seperti ada suara panci-panci berjatuhan dari langit menimpa tanah sekitar tempat El berpijak. Ia menghela napas. Sudahlah, Athena tetap Athena. Mau digoda seperti apapun tetap tak akan mempan.
Sementara dalam hati, Athena tertawa jahat. Berani sekali dia menggoda dirinya. El kira seorang Athena akan luluh pada wajah imut itu? Tentu saja tidak.
Tanpa Athena sadari, ada beberapa perubahan berarti pada dirinya. Semua itu berkat El dan Lilia. Dua pendatang baru di tanah tandus miliknya berhasil menumbuhkan bibit-bibit cinta serta ceria. Menyemai dengan kasih. Merawat tanpa pamrih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments