13. Kekesalan Gloria

Mengetahui Athena pingsan, secepat kilat El berlari membawa gadis itu ke UKS diikuti Gloria. Sesampainya di sana, El membaringkan Athena dengan hati-hati. Setelah itu, dia diam karena bingung mau berkata apa. Bibir itu terkatup rapat melihat luka-luka di wajah Athena. Terlebih, darah terus mengucur dengan deras.

"Petugas mana, sih?! Woi, mana petugas kesehatan?!" Gloria menendang kursi karena panik.

El melayangkan pandangan mencoba melihat siapa yang sedang bertugas di UKS sekolah yang lumayan luas ini. Rasanya ingin sekali menegur mereka yang lalai dalam tugas.

"Kalo gak ada petugas, gue pastiin ekskul kesehatan bakalan bubar!" ancam El.

Niatnya menakut-nakuti. Siapa tahu sedang sembunyi karena tak mau disuruh-suruh, tapi tetap tak ada jawaban. El mengulurkan tangan meraba suhu badan Athena. Lumayan panas. Ia akan menjaga gadis itu sampai siuman.

"El, gak ada orang di sini. Gue khawatir sama luka-luka Athena!" kata Gloria tak santai.

"Tenang, gue bisa ngobatin luka."

"Lo yakin?"

"Iya, bantu ambilin kotak P3K."

Tanpa banyak membantah, Gloria mengaduk-aduk isi ruangan hingga berantakan. Ia tak peduli akan dikenakan sanksi. Kalau kepala sekolah berani menegur, maka akan dipastikan seorang Gloria akan menghancurkan ekskul kesehatan. Salah sendiri, kenapa lalai dalam bertugas. Saat dibutuhkan, semuanya menghilang.

Gloria melihat dengan seksama, saat tangan kekar El membersihkan luka di pelipis Athena dengan lembut. Namun, ketika melihat ada luka gores lain, tangannya menahan pergerakan El.

"Ini ... lukanya udah lama," gumam Gloria.

Ia segera memeriksa bagian tubuh, dan menemukan luka lebam cukup banyak di bagian betis. Seperti bekas pukulan kayu.

"Ini semua bukan luka baru. Athena, lo itu kenapa, sih, sebenernya?" desah gadis itu sendu.

El tak banyak cakap. Usai mengobati luka dan menutup dengan kasa, beralih membububi salep di betis Athena. Rahangnya mengeras karena marah. Tatapan matanya kian menajam.

"El, gue butuh penjelasan," pinta Gloria.

"Gue semalem mutusin Claire," jawab El singkat.

"Kenapa?"

"Karena gak cinta sama dia. Pacaran pun cuma karena kasian liat Claire mohon-mohon."

"Sekarang, lo deketin Athena untuk apa, El? Kasian juga?" cerca Gloria.

El menggeleng. "Athena beda, Glo. Gue sayang sama dia. Bahkan, mulai jatuh cinta. Tangan gue bakalan selalu meluk dia, lindungi dia, hapus air mata dia, ngobatin luka dia, gue bakalan selalu lakuin itu dengan tangan gue sendiri."

"Ya, itu semua udah lebih dari cukup. Tolong jaga Athena dengan nyawa, El," mohon Gloria.

"Pasti!" Mata El terlihat sungguh-sungguh.

Jam sudah menunjukkan angka setengah sembilan. Gloria rasa, El bisa menemani Athena di sini. Maka dari itu, ia memilih masuk kelas setelah menitipkan Athena pada cowok itu.

Saat sampai di kelas, Arya sedang menerangkan pelajaran di papan tulis. Pria itu heran melihat Gloria baru sampai dan sendiri. Tak ada Athena. Padahal mereka selalu berdua. Apa ada pertengkaran baru lagi?

Gloria berdiri di depan pintu dengan wajah dingin--tak meminta izin untuk masuk atau sekedar menyapa Arya dengan cengiran konyol. Matanya menatap tajam seisi ruangan, yang ditatap tahu penyebab sahabat Athena begitu murka meski tidak semuanya, karena tadi hanya ada segelintir orang di kelas.

"Gloria, ada apa? Kenapa berdiri di pintu kelas? Mana Athena? Apa kalian bertengkar?" tanya Arya penuh perhatian.

"Permisi, Pak. Maaf karena terlambat masuk. Saya abis dari UKS anterin Athena bareng El." Jawaban Gloria semakin membuat beberapa siswa di kelasnya ketar-ketir.

"Apa yang terjadi? El bikin Athena jatoh lagi?" Suara Arya terdengar kecewa.

Pria itu pusing tujuh keliling mengingat kelakuan para siswa. Ada saja kelakuannya. El dan Athena sudah didamaikan. Mungkinkah harus ada acara potong kambing terlebih dahulu agar mereka berdua benar-benar berbaikan?

Melihat gelengan kepala Gloria pening di kepala Arya perlahan tersingkirkan.

"Sebenernya, ini masalah pribadi, tapi karena Athena terluka sampe berdarah banyak kayak gitu saya minta waktu bapak mengajar sebentar. Apa boleh?" Gloria menunduk sopan.

Meski tidak paham duduk permasalahan, Arya tetap mempersilahkan Gloria. Ia adalah guru kesayangan kelas ini. Permintaan apapun akan sukar baginya untuk menolak.

"Gue gak nyangka kalian bisa diam dan biarin Athena jadi bulan-bulanan Claire. Otak kalian di mana? Ketinggalan di rumah? Hati kalian juga ketinggalan?!" Gadis itu mulai mengeluarkan uneg-uneg dalam hatinya.

"Kita gak berani lawan Claire, Glo." Salah satu siswa yang melihat kejadian mencoba membela diri.

"Cih, lo bilang gak berani lawan Claire? Kalian bertujuh, sedangkan dia satu! Masih gak berani?! Jawab gue sekarang, berapa kali Athena nolongin kalian waktu kesulitan di mata pelajaran?"

Tak ada jawaban. Semua memilih diam menyaksikan kemurkaan seorang Gloria.

"Gak bisa jawab, kan? Itu artinya kalian lebih rendah daripada sapi. Jangankan balas budi seumur sekolah, nolong dia sekali aja kalian gak mau!" makinya. "Cukup tau aja gimana kedok kalian yang sebenernya. Munafik! Sesumbar kelas kita kompak, solid, nyatanya pahit!"

Gloria balik badan ke arah Arya yang terheran-heran. Ia masih tidak paham tentang kejadian yang sudah terjadi sampai membuat macan betina ini mengaum.

"Athena di UKS, Pak. Kepala dia luka kebentur meja, terus ada beberapa luka lama yang juga harus diobatin. El di sana nemenin dia," papar gadis itu datar.

"Bentar, kepala dia luka? Kenapa?"

"Sebenernya, ini masalah pribadi, sih, Pak. Cuma, ya, insiden barusan cukup nunjukin sampai mana kesolidaritasan kelas ini."

"Terus terang saya juga kecewa, tapi siapa penyebabnya?"

"Claire. Dia nganiaya Athena hanya karena gak terima diputusin sama El."

Arya memijat kening yang berdenyut sakit. Belum menjadi orang hebat sudah berani menyakiti orang lain. Apa jadinya nanti kalau menduduki jabatan penting pemerintahan? Akan kacau negeri ini.

Ia mempersilahkan Gloria duduk dan kembali melanjutkan pelajaran yang sempat tertunda. Dalam hati yang paling dalam, teringin sekali menjenguk keadaan Athena. Apa daya sekarang adalah jamnya mengajar. Kalau ketahuan bolos, alamat potong gaji. Lebih parah lagi, dipecat.

"Oh iya, Pak!" Gloria kembali bersuara. "Kalo ekskul kesehatan gak bisa bertugas dengan baik, bilang ke kepsek bubarin aja. Pas dibutuhin malah gak ada."

Sudah jadi rahasia umum kalau organisasi kesehatan di sekolah ini tidak disiplin. Sibuk berleha-leha tanpa peduli apa tugas mereka. Sering terdengar keluhan dari beberapa siswa yang sakit. Katanya, ruang itu selalu kosong, sprei acak-acakan, ruangan berdebu, dan stok obat selalu tak ada.

Akhirnya, Athena turun tangan. Dengan sukarela, ia membantu siapa saja yang sakit. Berlarian sepanjang koridor mencari minuman hangat, mengganti sprei yang kotor, dan melayani siswa yang sakit.

Arya baru sadar gadis itu adalah wujud nyata dari Dewi Kebijaksanaan. Membantu tanpa pamrih, mau mengerjakan apa saja asal tidak kerja secara berkelompok, tapi nilai akademisnya selalu bagus. Namun, baik Arya atau guru lain tak pernah tahu bagaimana keluarga gadis itu. Baik-baik saja atau justru berantakan?

"Pak!" Lagi-lagi Gloria bersuara.

Seisi kelas terkejut. Tak disangka, jantung mereka berdegup kencang saat gadis itu kembali mengganggu proses belajar. Arya yang sedang menulis materi di papan berbalik.

"Apa lagi, Glo?" Ia menanggapi setengah jengkel.

"Gak ada."

Wajah tak berdosa Gloria membuat Arya geram. Usianya berasa dipangkas sepuluh tahun gara-gara kelakuan gadis itu. Sekarang dengan santai Gloria menulis catatan. Ia tak peduli pada apa yang Arya rasakan.

"Nyeri bener ini hati rasanya," gumam Arya kesal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!