2. Depresi

Angkot berhenti tepat di depan sekolah SMA Pelita Bangsa, tempat Athena menuntut ilmu selama dua tahun ini. Sopir angkotnya sudah mengenal Athena dengan baik. Gadis itu selalu menggunakan jasanya untuk pulang pergi ke sekolah.

Jadi, tanpa bertanya pun sopirnya sudah tahu Athena hendak ke mana. Selain itu, setiap bertemu Athena, dia jarang beramah-tamah. Senyumnya jarang terlihat. Ketika sudah tiba di tempat tujuan, Athena hanya mengucapkan terima kasih saja.

Seperti sekarang, Athena membayar ongkos lalu berjalan agak tergesa-gesa. Dari depan gerbang, ia bisa melihat beberapa panitia inti hilir mudik membawa keperluan yang dibutuhkan untuk menyiapkan acara.

Sopir angkot tadi masih di tempat. Ada rasa penasaran menyelusup ke hatinya saat melihat mata Athena sembab. Ingin hati bertanya ada masalah apa, tapi tak sempat sebab usai membayar gadis itu turun dan berjalan dengan cepat.

Athena sendiri tahu wajahnya jadi perhatian banyak orang. Makanya dia langsung kabur. Selain itu, pekerjaan sudah menanti dan harus pergi ke ruang OSIS terlebih dahulu.

Napasnya tinggal satu-satu saat berhasil sampai di ruang maha penting di setiap sekolah itu. Ternyata, masih ada beberapa orang di sana. Sembari mengetuk pintu, ia melempar senyum tipis khas Athena.

Semua menggeleng maklum. Rumah gadis itu memang agak jauh. Bermodalkan transportasi angkutan umum tentu tidak bisa selalu tepat waktu. Namanya juga angkutan umum, kalau lewat syukur, bila tidak terpaksa jalan kaki.

Belum lagi saat berhenti sembarangan dalam waktu tak bisa ditentukan untuk menunggu calon penumpang. Athena tidak bisa seenaknya.

"Maaf gue telat lagi. Udah beres semuanya?" ucapnya.

"Lo selalu telat, Athena!" sindir Gabriel.

Athena mendengkus sebal. Kalau sedang tak ada masalah, dia pasti sudah sampai dari tadi. Menangis saat sedang tertekan itu nikmat sekali sampai-sampai membuat seseorang lupa waktu.

Namun, mana mungkin ia memberikan alasan seperti itu pada mereka. Hidupnya bukanlah urusan orang luar.

"Abis dari mana aja? Kalau tahu telat, harusnya lo bawa baju sama makanan, terus bisa mandi di sekolah. Gak usah pulang. Ongkosnya juga gak ke luar banyak. Lo hemat uang sama waktu di saat yang bersamaan," ucap Gabriel sembari menata lembaran kertas.

Sebagai jawaban, Athena hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Gabriel. Sebenarnya, mereka tidak terlalu akrab seperti bayangan tim sebenarnya.

Athena tidak pernah bisa bekerja secara berkelompok. Tidak masalah dirinya tergabung dalam tim manapun, selama tidak saling mencampuri apalagi sampai merecoki.

Menurut dia, pekerjaan akan bagus apabila dilakukan oleh satu tangan. Kalau lebih pasti akan berantakan. Athena hanya mencoba menyambut kehangatan mereka saja. Tidak lebih.

"Udah. Kalau kelamaan ngobrolnya nanti malah tambah lama kerjanya. Na, ikut gue ke ruang Pak Arya. Ada banyak kerjaan dan cuma lo yang bisa ngerjain itu!" tukas Gloria sambil menyeret sahabatnya.

"Iya, sabar. Jangan narik-narik! Entar gue nyungsep ke lantai!" gerutu Athena.

"Jangan lelet makanya!"

"Sabar dikit bisa kali, Glo."

Adegan saling tarik menarik seperti magnet berbeda kutub rupanya menyita perhatian El Hafiz, ketua panitia tahun ini. Setiap ada orang yang berinteraksi dengan Athena, selalu ada lingkup ruang aneh yang mengitari gadis itu. Semacam sinyal tak kasat mata bagi orang-orang untuk menjaga jarak mereka darinya.

Aura Athena seperti abu-abu seolah-olah ada banyak perasaan yang disesali olehnya. El bukan indigo. Pemuda itu hanya menebak dari raut sedih yang tersembunyi di balik tawa ceria Athena, entah itu benar atau hanya perasaannya saja.

El mengendikkan bahu tak peduli. Sejak kapan dirinya mengamati tindak tanduk perilaku gadis aneh itu?

"Athena cantik, tapi agak misterius. Bukan, dia bukan misterius. Lebih ke menutup diri dan gak terjamah," kata Gabriel.

"Perasaan lo aja kali," balas El.

"Perasaan itu insting, dan insting gak pernah salah."

"Ya, mana gue paham yang begituan."

"Lo bertiga!" Gabriel memanggil tiga siswa kelas satu yang sedang menggunting kartun. "Pada kenal Athena gak?"

Mereka saling berpandangan dan kompak menggelengkan kepala, seperti sudah sepakat tak ingin berkomentar apa-apa. Athena terlalu kelabu untuk dijadikan bahan obrolan.

Salah-salah bukannya mengasyikkan, yang ada malah membuat mereka merasa bersalah tanpa sebab dan semakin tidak nyaman berada di dekat gadis itu.

El melirik Gabriel lalu bernapas jengah. Dia hanya mau fokus pada laptop di depan mata. Sayang, pikiran dan hatinya berkhianat pada tubuhnya. Bayang-bayang wajah Athena terus menggeser ruang fokus hingga pekerjaannya mulai terbengkalai.

Suara ribut-ribut di depan ruang OSIS kembali menyita perhatian El dan Gabriel. Keduanya saling berpandangan sebelum serempak melangkah ke luar. Sepertinya, ada yang bertengkar. Terbukti saat mereka mendapati Gloria sedang adu mulut dengan seseorang.

Gadis itu memang singa betinanya Pelita Bangsa. Akan tetapi, dia tidak akan mengaum kalau tidak ada yang mencari masalah lebih dulu dengannya.

"Pakai mata makanya. Jangan suka bercanda sambil jalan!" bentak siswi bernama Claire itu.

Agaknya, dia sedang mencari masalah dengan Athena, karena meskipun sejak tadi Athena hanya diam, jelas sekali pandangan Claire mengarah ke sana. Sorot kebencian tergambar jelas di kedua netra biru terangnya.

"Terus, lo pikir, kalo gue sama Athena gak pakai mata bisa jalan dari rumah sampai sini dengan selamat? Heh, lihat ke sini, ada mata gak di wajah gue? Kalau ada, berarti gak usah sok iya nyuruh-nyuruh gue, seolah-olah lo punya seribu mata buat jalan. Nyatanya lo jalan nabrak orang juga!" serang Gloria tak terima.

"Terus kenapa bisa nabrak gue? Itu namanya pakai mata?"

"Lo aja yang jalan gak sadar situasi. Sibuk sama hape, padahal tahu kondisinya lagi rame. Bercanda yang lucu dikit, dong!"

"Sopan sedikit, bisa? Nyolot mulu dari tadi. Orang tua lo gak ngajarin sopan santun?"

Gloria tertawa meremehkan. "Diajarin, kok. Tapi, kata orang tua gue, pilih-pilih orang dulu sebelum menunjukkan attitude yang baik. Yang beginian, mah, ditendang juga gak apa-apa."

"Si Athena juga diam aja. Udah tahu salah, malah biarin temennya marah-marah," sindir Claire disambut tawa teman-temannya.

Athena mengernyitkan dahinya. "Emang kenapa kalau gue diam? Kuping lo bakal bermasalah sebelum dengar suara gue? Gak, kan? Yang di belakang kenapa ketawa? Selera humor kalian rendah juga ternyata."

"Lo juga gak tahu diri, ternyata!" Claire melotot.

Athena memejamkan mata kuat-kuat. Ia tahu masalah sekecil ini tak akan membesar, kalau bukan karena rasa benci Claire pada dirinya. Sekarang ia semakin yakin dengan kata-kata sang mama. Dirinya adalah pembawa sial.

Saat Gloria hendak membalas, Athena menyentuh tangan gadis itu agar berhenti. Keributan ini agar mengacaukan segalanya. Tugas-tugas sudah menunggu untuk diselesaikan.

"Kita pergi," ajak Athena.

"Tapi ... "

"Kita pergi," ulang Athena. "Maaf, Claire. Kalau menurut lo, gue yang salah, gue minta maaf. Lain kali, gue bakal lebih hati-hati lagi di jalan."

"Lo ngapain minta maaf?" Gloria menatap tak mengerti.

"siapa tahu emang gue yang salah. Ayo, buruan!"

"Ya udah. Kita pergi."

Saat Athena sudah memaksa seperti ini, Gloria tak mampu berbuat apa-apa. Dia segera mengikuti kemauannya dan meninggalkan pesan tersirat melalui sorot matanya untuk Claire, kalau urusan mereka belum selesai.

Kebencian Claire pada Athena sungguh tak beralasan. Terlalu mengada-ada dan tampak seperti pelampiasan atas sesuatu yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan Athena.

Claire menggeram kesal melihat target pergi begitu saja. Emosinya yang terlanjur menggebu-gebu tak sempat terlampiaskan. Tujuan awal dia mengajak ribut itu, hanya untuk merecoki Athena agar gadis itu memakinya, bahkan kalau bisa berteriak marah.

Dengan begitu, Claire bisa semakin menunjukkan sisi asli Athena. Dia selalu penasaran pada gadis itu. Selama ini, ekspresi Athena lempeng-lempeng saja, membuat semua orang penasaran pada sisi lainnya.

Akan tetapi, sebelum mendapat apa yang diinginkan justru Claire berhadapan dengan sahabatnya yang terkenal galak dan dicap sebagai singa betina SMA Pelita Bangsa. Kalau saja nyalinya kecil, mungkin Claire sudah kabur ke mana saja asal tidak melihat wajah Gloria.

"Kita pergi, Girls!" ajak Claire pada dua temannya.

...🍁...

Sepanjang perjalanan menuju ruangan Arya, Athena terus melamun. Ocehan Gloria ditanggapi dengan gumaman saja. Dia merasa, kehadirannya ke sekolah sepertinya adalah kesalahan besar. Dia hanya membawa bibit rusuh kepada setiap orang. Mana suasana hatinya sedang tak baik pula.

Athena mengurut kening, berusaha mengurangi rasa sakit yang menyerang kepalanya. Seperti biasa, setiap sedang merasa tertekan, kepala Athena akan berdenyut sakit. Efek dari asam lambung yang naik karena terlalu stress, apalagi Athena mempunyai gerd anxiety.

Rasanya, Athena ingin menangis saat itu juga. Perlahan-lahan, ada kegelapan yang menyelimuti dirinya. Pandangan mata Athena buram. Ia berhenti sejenak.

Di saat muncul anxiety, otomatis depresi Athena akan ikut kambuh. Dia berjongkok sesaat sembari menutup telinganya dan mencoba menetralkan pikiran. Namun, malah gagal.

Sejauh ini, Athena belum bisa mengendalikan diri saat kambuh seperti ini. Seharusnya, ia sudah wajib melakukan konsultasi dengan ahli kejiwaan. Namun, biaya dari mana?

Di sebelahnya, Gloria ikut diserang panik meski berusaha tenang. Setiap Athena seperti ini, dirinya selalu ikut-ikutan gamang.

"Athena? Hei, lo gak apa-apa?" Gloria ikut jongkok dan mengelus punggung sahabatnya.

"Gue ... gue ... "

Tanpa dijawab pun, akhirnya Gloria tahu kondisi Athena sedang tidak baik-baik saja. Gadis itu mulai mencengkeram rambutnya dengan tubuh semakin meringkuk ke bawah. Berbagai pikiran buruk mulai melanda diri Athena. Dia mulai menangis dengan napas tersengal.

"Na, jangan kayak gini. Gue gak tau harus ngapain. Di sini gak ada orang," cicit Gloria takut.

"Gak, gue gak salah. Gue gak tau apa-apa. Gue gak salah. Gue gak ngerti sama apa yang udah terjadi!" racau Athena.

Tak tahu harus apa, Gloria memilih memeluk Athena guna menenangkan gadis itu. Ia khawatir, sebab tiba-tiba saja Athena menjadi seperti ini. Namun, baru saja tangannya melingkar di pundak, gadis itu memberontak kuat.

"Jangan, jangan sentuh gue Jangan peluk gue Pergi, pergi! Gue gak salah!"

Rasanya Gloria ingin menangis kencang saat itu juga. Bukan sekali dua kali Athena menunjukkan tingkah laku seperti ini.

"Gue gak salah!" suara Athena semakin meninggi.

"Iya, gue tahu lo gak salah. Lo gak salah, Na."

"Gue gak salah."

Pandangan Athena semakin gelap, seperti ada awan hitam menyedot seluruh ruang tatap dan pikiran Athena hingga terfokus pada depresinya saja. Gadis itu semakin meringkuk bagai orang kedinginan.

Tubuhnya gemetar dan menolak disentuh orang. Athena kembali tenggelam dalam bayang-bayang kelam. Gloria semakin takut. Dia tak bisa melakukan apa-apa.

"Allah, gimana ini?" gumamnya sambil menggigiti kuku jarinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!