Suara kaki dientak-entakkan ke tanah mengundang tanda tanya di hati para penghuni kantin. Wajah berkerut Gloria muncul dari balik pintu menyuguhkan jawaban walaupun tak bersuara. Gadis itu sangat menyesal, kenapa tidak menghantamkan tong sampah di dekatnya ke kepala Claire tadi? Syukur-syukur pingsan di tempat, meninggal pun tak apa.
Dengan bodohnya, dia malah meninggalkan cewek menyebalkan itu dalam kondisi tidak terluka. Kulitnya masih mulus tanpa cela, jauh berbeda dengan kondisi Athena. Coba saja Tuhan berbaik hati memutar waktu ke belakang, pasti yang berdarah-darah bukan Athena.
Jika tidak bisa melakukannya sendiri, dia akan meminta El melempar Claire lebih jauh lagi. Ke koridor sekolah, jika bisa ke tengah halaman. Agar Claire ikut merasakan bagaimana pahitnya dipermalukan, dilukai, sedangkan teman-teman yang diharapkan bisa membantu hanya diam jadi penonton.
"Gloria, tunggu!" Seseorang menahan langkah gadis itu.
Gloria sudah sampai di depan stand bubur ayam. Jadi, tidak ada alasan baginya untuk marah-marah sampai urat wajah dan leher timbul di permukaan kulit, akibat perjalanannya mencari makan terus dihentikan oleh oknum tak berperikemanusiaan.
"Apa sih, Gab? Gue lagi gak ada waktu buat dengerin ocehan gak bermutu dari lo!" pekik Gloria kesal.
Wajahnya merah padam, keringat mengalir dari dahi turun ke wajah. Anak-anak rambutnya basah. Napasnya bahkan terengah-engah seperti baru selesai mengikuti perlombaan marathon.
"Lo kenapa?" tanya orang dengan nada tak berdosa.
"Gak usah nanya-nanya gue!"
"Kok jutek begitu, sih? Gue cuma nanya doang. Basa-basi gitu."
"Basa-basi busuk yang gak berguna! Enyah lo dari hadapan gue!" usir Gloria murka.
Saat berbalik, muka gadis itu tambah memerah karena malu. Orang yang dikira Gabriel ternyata bukan. Perawakannya ganteng, sedikit lebih tinggi darinya, dan memakai kacamata. Gloria tidak pernah melihat wajah cowok itu. Mungkinkah anak baru? Apapun itu, sekarang Gloria harus kuat-kuat menahan malu.
Cowok itu tergelak. Wajah malu Gloria sangat menggemaskan di matanya. Ia mengulurkan tangan layaknya orang hendak berkenalan.
"Kenalin, gue Sam," ucapnya masih dengan nada geli.
"Samsuddin?" ceplos Gloria.
"Sembarangan. Itu mah, nama kakek buyut gue. Lagian ganteng begini masa dikasih nama Samsuddin. Gak elit amat," gerutu Sam.
Sadar sedang diperhatikan oleh seisi kantin, Gloria menjabat tangan Sam yang sudah lumayan lama menggantung tanpa menyebut nama. Toh, orang ini sudah tahu. Buktinya bisa memanggil.
Ia segera berbalik badan dan memesan tiga porsi bubur ayam dalam kotak styrofoam. Tak lupa minuman dingin dua, serta satu minuman hangat untuk Athena.
Sam ikut memesan. Cowok itu melirik sekilas. "Banyak amat pesanannya. Buat siapa aja?" tanyanya penasaran.
"Kepo kayak Dora!" ketus Gloria.
"Bukan kepo." Sam berpikir sejenak. "Cuma mau tau."
Gloria mendengkus sebal. Kepo dan mau tahu tidak ada bedanya. Sama-sama ingin tahu urusan orang dan sangat tidak mencerminkan seorang siswa teladan SMA Pelita Bangsa. Lagipula, orang ini sangat tidak sopan. Baru kenal sudah sok dekat dan sok akrab.
"Gak sopan diajak ngomong malah diam," gerutu Sam.
"Disopan-sopanin aja. Gue lagi gak mood," balas Gloria datar.
Ia mengambil pesanan lalu bingung karena kesulitan membawa minuman. Kalau memaksa untuk memegang semuanya, bisa-bisa tumpah sebagian, karena cup minumannya tidak bisa tertutup rapat. Andai saja bisa dijungkir balik, pasti Gloria tidak akan kesulitan sekarang.
Merasa Gloria sedang membutuhkan bantuan, Sam terkekeh pelan. Ia menyerahkan makanannya pada Gloria.
"Bawain makanan gue, biar minumannya gue yang ambil alih!" suruh Sam.
Alis Gloria menyatu, matanya menatap curiga. Baru kenal sudah menawarkan bantuan. Jangan-jangan cowok bernama Samsuddin ini berniat macam-macam lagi.
"Mata lo kayak lagi ngeliat penjahat tau gak? Gue agak tersinggung, nih."
"Tersinggung aja, apa urusannya sama gue?"
"Lo lagi PMS?"
"Iya, gue lagi PMS. Pengen Makan Seseorang! Puas?!"
Mata Sam terlihat takjub. Baru kali ini ia menemukan gadis bertubuh mungil dengan emosi meledak-ledak seperti macan bunting. Ah, dia lupa. Seseorang pernah memberitahu gelar macan memang sudah melekat pada Gloria. Kali ini, kira-kira apa yang membuatnya begitu emosi?
Setelah melalui perdebatan cukup panjang akhirnya Gloria menyerah. Ia menerima bantuan yang ditawarkan Sam dan mengajak cowok ganteng itu ke ruang UKS.
Sepanjang perjalanan dada Gloria terus berdentum kencang. Berkali-kali menggelegar seperti ada pesta petir Dewa Zeus di dalam sana. Bukan karena Sam, ia bahkan tidak ingat sedang jalan berdua dengan orang lain.
Ancaman Claire tadi cukup meresahkan. Kalau sudah berani melukai, tentu tidak akan segan bertindak lebih jauh lagi. Athena dalam bahaya.
Sepertinya, Gloria harus menemui Arya untuk membicarakan masalah ini. Hanya guru itu yang bisa diandalkan. Selebihnya sama saja. Meluruskan masalah tidak, membuat kuping pengang dengan ceramah yang tak ada hubungannya dengan masalah, iya.
Sesampainya di UKS, Gloria melihat Athena sudah siuman. Ia meletakkan kotak-kotak styrofoam lalu mendekati sahabatnya. Untuk sesaat, dia membeku. Gloria tidak bisa mengakui dirinya seorang sahabat, buktinya tak ada yang diketahui tentang Athena. Ia juga tidak ada di sana saat Claire menjadikan gadis malang itu sebagai bulan-bulanan amarahnya.
"Na, lo gak apa-apa? Ada yang sakit? Pusing? Atau nyeri? Bagian mana yang terasa gak enak? Lo bilang sama gue, tunjukin!" ujar Gloria pelan.
Matanya memanas tatkala senyum tipis Athena masih sama. Ringan tanpa beban. "Kepala lo gak sakit lagi? Itu kaki kenapa lebam-lebam? Pipi lo juga bekas kena cakar. Na, gue khawatir tingkat kahyangan ini!" lanjutnya
"Gue baik-baik aja. Lo dari mana?" tanya Athena.
"Dari kantin Harvard kayaknya. Timbang beli makanan doang lama bener, balik-balik bawa cowok ganteng," serobot El.
Disindir seperti itu Gloria masih tak sadar. Ia memeletkan lidahnya lalu mengambil makanan untuk dibagi. Keningnya kembali berkerut saat kotak tersisa satu.
"Lah, ini punya siapa, ya? Apa gue kelebihan belinya?" gumam Gloria bingung.
"Udah gue sindir aja masih gak sadar. Emang rada o'on temen lo, Na," keluh El pada Athena.
"Apaan?" Tangan Gloria menggaruk kepala.
Suara deheman seseorang mengalihkan acara garuk menggaruknya. Gloria menepuk jidat sendiri. Bisa-bisanya ia lupa balik dari kantin bersama Sam. Gloria memasang cengiran konyol sambil minta maaf. Tangannya merebut minuman, lalu meletakkan semua di samping bubur.
"Maaf, maaf, gue lupa balik bawa pembantu. Eh, maksud gue teman baru," ralatnya cepat saat delikan Sam menyorot dirinya.
"Kenalin semua, nama gue Sam. Kelas dua IPS satu. Tadi abis ngeliat dia berantem sama Claire makanya gue ikutin. Takutnya di kantin nelen orang. Kasian." Sam balas meledek.
"Gue El, ini Athena. Jangan dilirik atau mata lo gue colok!" ancam El.
Athena memutar bola mata jengah. Sementara Gloria berlagak ingin muntah melihat sikap posesif El yang terlalu lebay menurutnya.
"Belum diterima aja belagu. Ditolak gantung diri lo entar," cela Gloria.
"Biarin aja, daripada lo jomblo karatan," balas El tak mau kalah.
"Gue jomblo bahagia, ya!"
Athena memijit kepala yang terasa pusing. Tadinya, ia sudah merasa tidak apa-apa. Akan tetapi, melihat pertengkaran dua orang ini rasanya ingin pingsan lagi saja.
Sam menggaruk kuping. Agak bingung berada dalam kondisi seperti ini. Akhirnya, ia memilih menyapa Athena. "Lo Athena yang dekor panggung, kan? Keren banget. Satu sekolahan muji-muji lo terus," katanya ramah.
"Cuma kebetulan aja." Athena mengulas senyum singkat.
Lelah bertengkar dengan El, akhirnya Gloria menceritakan pertemuan dengan Claire tadi. Ia meminta El terus menjaga Athena agar bisa meminimalisir kemungkinan dicelakai oleh mantan terkutuknya itu. Sampai pada cerita perdebatan nama Sam, semua tertawa kecuali cowok berkacamata itu. Agak gondok sebenarnya dijadikan guyonan.
Akan tetapi, mereka seru. Tawa yang terlihat sangat alami tanpa dibuat-buat, aura positif tampak berpendar begitu terang, sepertinya mereka berteman tanpa ada alasan, dan terakhir karena ada Gloria. Itu semua memikat Sam untuk terus berada di dekat mereka.
"Sam, kalo lo mau, gabung ama kita aja. Kalo bisa, entar pas kelas tiga minta sekelas. Biar klop!" celetuk El tiba-tiba.
Gloria yang sedang meneguk minuman mendadak kaget. Ia tersedak dan batuk tanpa henti. Tawaran El barusan sungguh menjadi racun berbisa bagi dirinya.
"Lo kenapa, sih? Gak santai banget jadi cewek," keluh Sam.
Pasalnya, beberapa butiran partikel air muncrat ke wajah. Untung cantik, kalau tidak pun sebenarnya tidak masalah asal itu adalah Gloria.
"Sekelas sama Samsuddin? BIG NO NO!"
Sekarang, Gloria histeris sendiri bagai orang kesurupan. Berkali-kali tangannya memukuli bahu Sam minta dijanjikan tak akan pernah sekelas. Tak bisa dibayangkan ketenangan hari-harinya bisa rusak selama setahun terakhir di SMA Merdeka. Baru kenal saja sudah memancing emosi, apalagi sekarang dan seterusnya. Gloria takut mati muda.
"Biarin aja mereka ribut sampe lusa. Kita makan aja, ya, Na?" kata El santai.
"Terserah lo aja deh, El."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments