6. Jatuh Tertimpa Tangga

"Kak, boleh tolong cek kerjaan kita?”

Seorang junior menghampiri Athena, saat gadis itu melenggang santai melewati panggung. Mendengar permintaan tersebut, langkah Athena terhenti dan kepalanya mendadak diserang vertigo. Itu tugas ketua. Kalau sedikit-sedikit memanggil dirinya, El hanya memanfaatkan jabatannya saja untuk mencari tampang di hadapan Arya.

Perlahan-lahan, Athena menekan emosinya agar tidak keluar. Demi menyenangkan hati junior--yang entah siapa namanya, ia mengayunkan langkah kakinya yang beralaskan sandal jepit ke depan panggung. Matanya menelusuri satu per satu hasil kerjaan tim demokrasi. Saat menemukan sesuatu yang janggal, dicoleknya lengan baju siswi yang masih ada di dekatnya.

“Itu ... lampionnya terlalu rendah. Entar pas tamu naik buat ngasih sambutan, kepala mereka bisa nyundul lampionnya. Coba agak naikin ke atas. Potong aja benangnya, terus bikin simpul lain,” kata Athena pelan.

“Wah, iya! Maaf, Kak!” serunya heboh.

"Terus, bilang sama yang lagi siapin balon-balon huruf. Besok pagi-pagi langsung datang buat gantungin. Jangan sekarang, takutnya kempes atau malah diambil anak-anak yang sering main di dekat sini. Susah buat nyari balon lagi."

Setelah dirasa cukup, Athena melambaikan tangan. Junior itu segera berlari menuju panggung dan meminta seorang siswa merenovasi posisi lampion. Saat dia ke tempat, ternyata Athena sudah menaiki tangga lipat demi menggantungkan spanduk sendiri. Matanya berbinar kagum.

“Kok, Kak Athena mau masang spanduk sendiri? Amazing, keren!”

El yang sedang lewat, kebetulan mendengar itu. Hatinya panas. Athena lebih dipuji dari dirinya. Padahal El adalah ketua, tapi Athena malah disanjung-sanjung layaknya orang paling berjasa. Merasa tak terima, ia segera naik panggung untuk menegur gadis bar-bar dan baperan itu.

“Woi, turun lo!” ucapnya kesal.

"Lagi masang spanduk, lo buta?” jawab Athena sembari melilitkan tali pengikat ke tenda.

"Gue bilang turun, ya, turun!”

"Lo bukan atasan. Gue juga bukan anggota panitia manapun. Kenapa harus dengerin perintah lo?" Athena mengabaikan sosok tak penting itu.

Ternyata, sikapnya malah membuat El tambah berang. Ia menarik kaki gadis itu hingga tangganya bergoyang-goyang. Athena spontan menjerit hingga membuat semua yang ikut melihat berteriak panik.

Tak disangka, tangga itu benar-benar jatuh. Athena terhimpit. Bukan menangis atau meringis, Athena mengumpat kecil dan menendang tangga itu sekuat tenaga. Untung terbuat dari besi ringan, kalau kayu berat, mungkin kaki Athena sudah patah.

El hanya terpaku melihat hasil perbuatannya. Dia mau menolong, tapi gengsi. Gloria yang melihatnya, langsung berlari sekuat tenaga dan mendorong El menjauh, sampai cowok itu sadar, kalau seseorang baru saja terluka karena tindak egoisnya.

“Are you okey?” Gloria panik.

Kaki kiri Athena berdarah. Ia sempat tergores saat jatuh tadi. Mungkin ini yang dinamakan sudah jatuh tertimpa tangga. “I’m alright, tapi ini agak perih.”

“Gimana gak perih udah berdarah gitu?! Ini  bukan waktunya lawak, Athena!” Gloria semakin marah.

"Gak ada yang ngelawak."

Athena berkedip dua kali, lalu melirik El yang sedang terpaku. Sebenarnya, ia ingin marah. Akan tetapi, marah pun percuma karena sudah terlanjur celaka. Waktu tak bisa diputar ulang seenak jidat. Luka, ya, tinggal cari obat.

"Lo gak pakai otak apa gimana sih, El?! Gue gak tau apa niat terselubung lo sampai tega nyelakain Athena. Gue ... “ Gloria tak mampu bicara saking emosi.

“Udah, ah. Gue mau nyari plester dulu buat nutupin ini,” putus Athena.

“Gak bisa kayak gini, lah. Gue belum puas omelin dia, kali ini El udah keterlaluan, Na. Gue gak bisa diam aja. Lo jatuh dari tangga, sampai kaki lo luka kayak gini!”

“Dia gak sengaja kali, Glo. Jangan bikin suasana panas. Tuh, pada ngumpul gara-gara suara toa lo. Gue gak suka rame.” Athena memaksa Gloria pergi dari sana.

El masih terpaku karena tidak tahu harus berbicara apa. Dia tahu dirinya salah. Tenggorokannya tercekat sampai tak mampu membalas perkataan Gloria, yang terus mencaci dirinya tiada henti. Wajar saja sahabatnya Athena murka. Orang yang dia sayang jatuh dari tangga. Sudah bagus hanya luka, bukan terkilir atau patah tulang.

Tak ada yang berani bersuara, sampai Gabriel datang dan menatap bingung. Tangga tergeletak begitu saja, paku berceceran dan tiga orang itu berdiri dengan raut wajah berbeda. Ditambah lagi kerumunan orang menatap heran, cemas, takut, tan seperti bingung. Kala matanya melihat kaki Athena berdarah, Gabriel sontak terbelalak dan melompat ke atas panggung.

“Na, kaki lo kenapa?” serunya panik.

“No, I'm fine. Cuma luka dikit. Diam, ya? Jangan ribut. Gue benci sama orang berisik,” pintanya pelan.

“Ini semua gara-gara El. Dia yang bikin Athena jatuh pas lagi masang spanduk!” sahut Gloria masih dengan emosi tingkat tinggi.

“El?” beo Gabriel. “Maksudnya?”

Athena menatap tak peduli. Ia tahu El sedang terhasut benci karena semua anggota lebih mengutamakan kehadirannya dan lupa pada sang ketua. Apalagi setelah kejadian kemarin, pasti cowok itu menaruh dendam.

Lagipula, bila memang semua orang membenci Athena, dengan lapang dada akan diterima tanpa banyak protes. Dengan terjadinya peristiwa barusan, ia tak berniat menyalahkan El. Menatapnya saja gadis itu  tak mau. Biarlah semua lewat tanpa harus diperbesarkan. Biarkan saja benci-benci itu menumpuk, agar tak ada celah untuk mengetahui sisi paling gelap seorang Athena.

“Gue permisi, buat nyari plester,” pamit Athena sambil tertatih-tatih dipapah Gloria.

Tinggal dua cowok itu yang kini sibuk dengan pikirannya masing-masing. Semua orang yang tadinya membuat kerumunan langsung bubar untuk melanjutkan pekerjaannya. Tak ada yang berani membicarakan itu. Namun, berita Athena terjatuh dari tangga gara-gara El terdengar juga di telinga Arya.

Pria paruh baya itu segera berlari mencari Athena ke ruang kesehatan. Melihat kaki gadis itu benar-benar terluka, kening Arya berkerut dan hampir terlipat dua.

“Pak, kenapa ngos-ngosan gitu? Habis dikejar maling, ya?” tanya Athena polos.

“Kaki kamu luka?” Arya menepuk jidat. “Maksud saya, kaki kamu ketimpa tangga?”

Belum sempat Athena menjawab, Gloria sudah lebih dulu berkobar dengan api emosi yang tak jua mereda. “Ini salah Bapak juga, tahu? Kenapa Athena harus satu kelompok sama murid kesayangan Bapak yang rese itu? Dari dulu sampai sekarang, El kayak dendam banget sama Athena!” sembur Gloria kesal.

“Loh, kok salah El?” bingung Arya.

“Ya iyalah, salah El! Dia sengaja nyamperin Athena yang lagi masang spanduk terus narik-narik kaki Athena! Itu apa namanya kalau bukan sengaja?!”

Athena menggeleng pelan. Ia mengurut kening yang semakin terasa pusing. Tiap ada masalah menghampiri dirinya, Gloria adalah orang pertama yang marah-marah. Tak peduli pada Arya yang notabene adalah guru, gadis itu tetap saja meledak hanya karena luka kecil itu.

“Udah, ah. Lukanya kecil ini, bukan patah,” lerai Athena.

“Luka tetap luka, Athena!” bantah Gloria.

Arya mendesah pasrah. Salahnya terlalu memanjakan Athena dan Gloria hingga berani marah-marah seperti ini. Tak ada rasa segan sama sekali. Namun, Arya cukup terkesan karena persahabatan mereka. Dia tak tersinggung. Hanya saja, insiden tersebut membuatnya menyesal, kenapa harus terjadi di lingkungan sekolah. Di dalam tanggung jawabnya pula.

Harusnya semua terkendali dengan baik. El pun dikira cukup mampu bekerja bersama tim. Meski khusus Athena, Arya agak kurang yakin. Sekarang, ia semakin menyesal saat ingat siapa yang membubuhi nama Athena tanpa izin.

“Athena, saya minta maaf atas kecelakaan yang menimpa kamu. Nanti, saya panggil El beserta kalian berdua untuk meluruskan kejadian ini,” kata Arya sungguh-sungguh.

“Gak usah, Pak. Saya gak apa-apa beneran, deh. Cuma luka beginian, doang. Entar juga sembuh,” larang Athena.

Pasalnya, ia agak keberatan bila masalah berbuntut panjang. Padahal, Athena merasa tak layak diperlakukan seperti ini.

“Iya, harus! Bapak harus lurusin semuanya biar gak keriting kayak bakmi di kantin sekolah!” Semangat Gloria menggebu-gebu.

“Iya, iya, Gloria.”

“Saya keberatan. Sangat keberatan. Kalo sampai semuanya jadi panjang, pasti bakalan runyam. Saya gak mau terlibat dengan masalah kayak gini!” tegas Athena sambil turun dan pergi dengan langkah pelan.

Dua orang berbeda usia itu pasrah. Keputusan Athena tak bisa diganggu gugat. Kalau dipaksa, tentu dia akan lebih marah lagi. Gloria tahu, pemaksaan akan berakhir tidak baik. Apapun yang membuat Athena tertekan, pasti efeknya seperti kemarin. Perasaan Gloria mendadak tidak enak. Dirinya semakin merasa kerdil untuk disebut sebagai seorang sahabat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!