Bel istirahat berbunyi nyaring. Athena masih setia menutup rapat netra madunya, sementara El mulai terkantuk-kantuk. Duduk diam di tengah kondisi sunyi membuat otak memaksa mata ikut tertutup. Akan tetapi, pemaksaan lainnya tengah dilakukan oleh hati--tetap harus terjaga sampai Athena siuman. Kalau gadis itu haus atau lapar, El bisa segera menyediakan.
Ia baru menyadari, sini tak ada apa-apa. Air mineral kemasan gelas saja tidak tersedia. Sepertinya, El benar-benar harus mengajukan petisi berisi pemaksaan pembubaran ekskul kesehatan.
"Na, wake up napa, sih? Gue khawatir banget ini. Tega lo biarin gue duduk diem, gak ada temen ngobrol?" tanya El pada Athena yang masih pingsan.
Pintu terbuka. Gloria masuk bersama seorang wanita cantik dan menawan yang mengenakan jas putih. Gadis itu mempersilahkan sang ahli kesehatan memeriksa keadaan Athena. Setelah melakukan pengecekan di beberapa beberapa bagian vital, bibir dokter itu berkedut saat melihat perban di kepala Athena. Matanya mengerling.
"Ini siapa yang pakein?" tanyanya dengan nada geli.
"Saya, Dok. Jelek, ya?" El cengar-cengir malu.
"No, that is good. Cuma bingung aja, soalnya dari tempat parkir sampai ke depan pintu kepala sekolah, bahkan saat jalan ke UKS, anak ini terus saja mengomel soal ekskul kesehatan di sekolah, katanya gak becus."
Wanita itu menahan tawa melihat gadis yang namanya disebut barusan hanya mengangkat bahu. Gloria merasa dirinya tidak berbohong. Ia mengatakan apa adanya. Memang tak ada yang bisa diharapkan di sini. Semua tidak berguna.
Bahkan, teman-teman di kelas pun fungsinya hanya sebagai pajangan saja-- sama seperti mengisi ruangan dengan boneka menawan yang tak bisa bergerak.
Gloria berdecak sebal. "Mom, how is condition? Glo gak akan maafin siapapun kalo Athena kenapa-napa!"
"Be calm, Sayang." Wanita itu membelai surai cokelat Gloria. "Athena cuma sedang tertekan aja. Ditambah gerd dia kambuh, itu memperburuk keadaan dia."
Kata 'memperburuk' masuk ke telinga El dan Gloria, lalu memantul berkali-kali sampai mereka tak bisa bicara.
"Terus, perlu dibawa ke rumah sakit gak, Bund? Dirawat atau diapain, kek, biar dia gak apa-apa!" rengek Gloria bergelayutan di lengan wanita itu.
"Gak perlu, Sayang. Nanti kalo Athena siuman, cukup dikasih makan dan minum aja."
Gumpalan napas berat terdengar beberapa kali. Gloria dan El masih tak enak hati. Apa benar hanya cukup dengan memberi makan dan minum saja? Saat menyasar sesuatu, Gloria menatap wanita itu dengan tatapan horor. Bahasa wanita itu buruk sekali.
Sadar sedang dipelototi, wanita itu tertawa pelan. Tangannya bergerak cepat menuliskan sesuatu di atas kertas. Ia menepuk lengan El, satu-satunya kaum Adam di sini dan mengulurkan kertas kecil yang tampak seperti resep. El spontan meringis melihat tulisan cakar ayam khas para dokter.
"Ini ada resep obat, kasihin ke Athena kalo dia udah bangun," ucapnya. "Kenalin, saya Alana. Bundanya Glo. Dia berisik terus di telepon, minta saya datang meriksa Athena."
Tak tahu harus menjawab apa, El tersenyum saja. Bukannya terlihat manis, malah lebih mirip seringaian karena kikuk. Ia melirik Gloria yang sedang dongkol setengah mati. Pasti saat Alana minta izin ke kepala sekolah, gadis itu sudah lebih dulu mencak-mencak di sana.
"Lo udah ngomelin kepsek, Glo?" tanya El tak tahan.
Gadis itu menggeleng dramatis. "Bunda larang mulu! Awalnya, mau gue obrak-abrik itu ruang!"
"Gloria!" Alana menatap penuh peringatan.
"Bunda aja yang gak tahu betapa gak bergunanya sekolah ini buat Athena!" Gadis itu membela diri.
"Kalau benar-benar gak berguna, nanti juga bubar sendiri, Sayang."
"Eh, jangan, dong! Nanti Glo mau ambil ijazah di mana?"
Alana geleng-geleng kepala. "Bunda pamit, ya?"
Sebelum pergi, ia menyempatkan mengelus pucuk kepala Athena beberapa kali, lalu beralih pada pipi yang terluka. Hatinya terenyuh tanpa sebab. Seolah yang dihadapi adalah sosok penuh derita selama hidupnya, padahal Alana belum tahu cerita kehidupan Athena yang sebenarnya.
"El, Tante pamit, ya?" ujar Alana sembari mendongak sekilas, matanya nyaris basah.
"Iya, Tante. Makasih banyak!" balas El sembari tersenyum lega.
Gloria ikut keluar mengantar bundanya, sambil pergi ke kantin juga untuk membeli makanan dan minuman untuk dirinya, Athena, dan juga El. Pasti cowok itu kelaparan. Sekesal apapun Gloria pada El, ia tetap tidak bisa mengusir kehadiran sosok yang diyakini bisa jadi pelindung Athena.
Malah, rasa syukur berlipat-lipat menguasai seluruh persendian Gloria karena kehadiran cowok itu di hidup Athena. Sekarang tinggal mengurusi dua manusia patah hati saja. Salah satunya sudah menunggu dengan mata sembab. Jujur saja, Gloria sedikit kasihan pada Claire.
Namun, ia juga menyayangkan sikap bar-bar gadis cantik itu. Dengan tangan yang terlihat mulus dibantu perawatan mahal itu, Claire membuat Athena terluka. Tidak hanya sampai di luka fisik, batin Athena ikut kena. Kalau saja depresi sahabatnya kembali kambuh, Gloria tidak akan menahan kakinya untuk memberi tanda pada tubuh Claire. Lumayan puas rasanya jika sepatu harga ratusan ribu bisa mengenai tubuh mahal itu.
"Mata gue, kok, langsung rabun pas ngeliat dia?" gumam Gloria.
Saat langkahnya mendekati tubuh gadis itu, Claire menghalangi jalan dengan berdiri di tengah. Bukannya takut, kaki dan tangan Gloria sudah siap melawan bila diserang. Membalas seratus kali lipat pun Gloria tak segan. Luka di pelipis Athena serta luka di hatinya cukup menjadi alasan Gloria menggulirkan gadis itu ke jurang.
Tiba-tiba, langkah Gloria yang sudah memelan kembali berjalan normal. Ia punya ide untuk mempermainkan si Ratu Bully, dengan cara terus berjalan seolah Claire adalah makhluk tak kasat mata.
"Heh! Berhenti lo!" Suara melengking tak sedap didengar itu terdengar memerintah.
Sepertinya, hari ini adalah ujian kesabaran. Gloria mengatur napas, lalu berbalik dengan wajah datar yang berusaha di atur setenang mungkin. Sedikit lagi ia sampai di kantin, tapi penghalang itu menghentikan langkahnya dengan kurang ajar. Ternyata, Claire benar-benar ingin mencari masalah. Gloria menaikkan sebelah alisnya sambil menanti dengan senang hati.
Selama ini, ia sudah mendengar sepak terjang gadis bule ber-make up tebal itu. Ratu Bully yang senang menindas sesuka hati. Kali ini, apa dia akan mencoba menekan Gloria setelah mencelakai Athena?
"Baiklah, mari kita lihat siapa yang lebih galak. Berani-beraninya menghentikan langkah macan lapar," gumam Gloria.
Langkah penuh tekanan milik Claire membuat bibirnya berkedut. Di sini tak ada siapapun, tapi tak ada penyesalan sedikitpun meski sudah memberi panggung pada gadis yang kini masuk ke dalam blacklist-nya.
"Ada apa?" tanya Gloria singkat.
"Bilang sama Athena, jauhin cowok gue!"
"Kenapa gue harus dengerin perintah lo? Gak penting juga."
"Temen lo itu j*lang! Dia udah ngerebut cowok gue! Gue gak terima!"
"Berisik, Claire! Mulut lo mau gue jahit?" cerca Gloria galak.
"Lo jangan cari masalah, ya, sama gue! Lo gak tau siapa gue?!" bentak Claire.
Pertanyaan Claire membuat Gloria terkekeh. Ia geli sekali melihat wajah tebal itu memerah, dan lagi, menuduhnya mencari masalah? Tembok sekolah juga tahu siapa yang menghampiri siapa.
"Gue cari masalah sama lo? Mimpi aja gue ogah! Buang-buang waktu," cibir Gloria tanpa takut.
"Gue benci sama lo, terlebih Athena."
"Gue bahkan sangat bersyukur dibenci sama lo," balas Gloria dengan tenang.
"Lo ... " Claire tak bisa menjawab lagi. "ATHENA GAK DEKETIN EL, ATAU GUE BAKALAN BIKIN PERHITUNGAN SAMA ATHENA!" teriak Claire mengeluarkan suara cemprengnya.
Beruntung koridor sedang sepi. Kalau tidak, mungkin sudah ada yang dilarikan ke rumah sakit karena terkena serangan jantung mendadak. Gloria saja sampai mengusap telinga yang terasa pengang. Ia melipat kedua tangan di dada, dan berdiri tegak menantang sang Ratu Bully.
"I'm so sorry to hear that, Claire. El aja mau sama Athena. Kenapa Athena harus repot-repot ngerebut dia dari lo? Harusnya, gue yang bikin perhitungan sama lo karena udah bikin Athena celaka. But, karena hari ini gue jijik buat nyentuh-nyentuh kuman, maybe next time." Suara Gloria semakin memelan, tapi terdengar begitu menyeramkan.
"Lastly, GUE GAK PERNAH TAKUT SAMA LO!" bentak Gloria lebih galak daripada Claire. "Walaupun ... om-om simpenan lo banyak, gue sama sekali gak takut."
Diserang seperti itu, Claire sempat menegang sejenak. Dia melotot tak percaya, bagaimana Gloria bisa tahu kalau dirinya sering keluar dengan om-om? Claire sempat kehilangan rasa percaya dirinya. Ia syok.
Tak ingin membuang waktu, Gloria kembali melangkah sembari mengumpat. "Buang waktu gue aja!"
Di balik tembok, ada sosok tampan yang mendengar semua itu. Ia tak bisa menahan otot-otot di sekitar wajahnya untuk tersenyum meski tipis. "Cewek segalak itu gak cocok dikasih nama Gloria. Cocoknya Gledek," gumam sosok itu pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments