Bab 8

Setelah melewati perdebatan panjang, dan berusaha meyakinkan ayahnya, Diandra akhirnya melanjutkan jenjang pendidikan nya di kota lain. Di bantu Raka dan Tika sebagai sepupunya. Raka selalu siaga membantu saat Diandra merasa kesulitan dalam menjalani hari-hari nya di kampus tempat Raka dan Tika menuntut ilmu. Raka yang sudah berada di semester akhir pun jadi sering datang ke kampus saat libur kantor.

" Gimana Di, nyaman gak di sini? Temen-temen kamu gimana?"

Raka bertanya saat mereka tengah berada di dalam mobil, sehabis menjemput Diandra.

" Dian nyaman kok, tapi kayaknya Dian akan mulai cari pekerjaan sampingan deh, Mas."

Ucap Diandra sambil memainkan jarinya. Wajahnya tertunduk. Raka yang sedang di balik kemudi pun mengerutkan keningnya.

" Kenapa? Apa ada sesuatu yang membuat kamu harus bekerja?"

Diandra menggelengkan kepalanya. Tak mungkin Diandra bicara kalau ibunya hanya akan mengirimkan uang dalam jumlah yang tidak besar padanya. Untuk biaya tempat tinggal, Diandra tidak ambil pusing, Raka dan Tika tidak mengizinkannya untuk keluar dari rumah itu. Tapi untuk biaya kehidupan nya sehari - hari, tidak mungkin Diandra kembali merepotkan kedua saudara sepupunya itu.

" Jawab Mas Raka, Di. Jangan diem aja."

" Dian...diiaaan..."

Raka menghela nafasnya. Lalu menepikan mobilnya di bahu jalan. Di tatapnya wajah Diandra.

" Mas tau, Di. Apa yang terjadi sama kamu selama ini. Kamu jangan pikir kan apapun. Semua kebutuhan kamu, Mas yang akan tanggung. Kamu dan Tika itu sama, sama-sama adiknya Mas. Mas gak mau, fokus kamu sampai terpecah."

Diandra menatap mata Raka. Mencari kebenaran disana. Raka pun mengangguk sebagai isyarat. Membuat air mata Diandra luruh seketika.

" Terima kasih, Mas. Maaf, kalau kehadiran Dian menambah beban untuk Mas dan Mbak Tika."

Ucap Diandra di sela isaknya. Raka mengusap kepala Diandra.

" Kamu adik kami. Seorang adik itu gak akan jadi beban untuk kedua saudaranya. Hm..."

Ucap Raka sambil terus mengusap kepala Diandra. Dirinya tak menyangka, jika kasih sayang kedua sepupunya dan juga budenya melebihi kasih sayang dari ibunya.

Kini mereka sudah berada di rumah. Tika yang baru saja pulang melihat Diandra yang sedang berkutat di dapur.

" Kamu ngapain Dek?"

Diandra yang tak menyadari kehadiran Tika pun tersentak kaget.

" Mbak Tika ngagetin aja, Ih.."

Tika hanya tertawa, lalu berjalan ke lemari pendingin dan mengambil air.

" Lagi ngapain sih? Serius amat..."

" Lagi belajar buat pizza. Kayaknya gampang waktu Dian lihat di aplikasi. Nih, lagi buat adonannya."

Tika menggeleng kan kepalanya. Tak habis pikir dengan adik sepupunya ini.

" Ya Ampun dek, kalo kamu pingin makan Pizza kamu bisa telepon Mbak. Biar Mbak belikan sekalian tadi. Ngapain repot buat."

" Mbak, Dian pingin buat. Lagian semua bahannya ada kok di kulkas. Lagian Mbak itu aneh, isi kulkas lengkap, tapi makannya masih suka pesen. Sayang kan Mbak bahannya."

Tika menghela nafasnya.

" Terserah kamu lah, Dek. Tapi Mbak gak mau kamu lupa belajar ya. Inget, kamu disini untuk belajar dan mendapat gelar sesuai dengan keinginan kamu, bukan nya ngurusi rumah Mas Raka, dan makan Kami."

" Iya Mbak...Iya..."

Satu jam berselang, kini Pizza buatan Diandra pun sudah ada di meja. Raka dan Tika yang tengah mengerjakan tugas masing-masing pun tampak mengalihkan pandangannya saat Diandra meletakkan pizza itu ke atas meja.

" Mbak, cobain ya? Kalau rasanya gak enak, ya harap maklum aja, namanya juga perdana buat beginian."

Tika mengambil sepotong lalu mencoba memakannya. Tika hanya diam, lalu melihat wajah Diandra. Raka yang heran melihat ekspresi wajah Tika pun ikut mengambil sepotong pizza itu. Raka sempat memainkan bibirnya. Ekspresi dari keduanya berhasil membuat bahu Diandra luruh seketika.

" Gak enak ya. Hm...udah lah, besok-besok gak usah sok-sokan buat makanan ala barat."

Diandra mengambil piring namun tangannya di tahan oleh Tika.

" Siapa yang suruh bawa. Letakkin, Mbak masih makan tau."

" Rasanya enak kok, Di."

Tambah Raka, membuat senyum terbit di wajah Diandra. Kini mereka bertiga duduk di ruang keluarga. Di pangkuan Raka dan Tika sudah ada laptop mereka masing-masing, sedangkan Dian hanya melihat tayangan televisi, lalu Diandra pun mengecilkan volume, agar Tika dan Raka tidak terganggu .

" Emang kamu denger dengan suara sekecil itu, Di?"

Raka bertanya sambil terus memperhatikan laptop di pangkuannya.

" Dian takut ganggu pekerjaan Mas Raka dan Mbak Tika kalau suaranya di besarin."

Lalu mereka kembali diam, hingga pukul sepuluh malam, Tika pun menyelesaikan tugasnya, dan melangkah ke kamar. Setelah sebelumnya mengingatkan Diandra untuk segera istirahat. Diandra pun ikut melangkah ke kamarnya.

Di dalam kamar, Diandra memandang ponselnya. Ponsel yang di milikinya setelah menabung sebagian uang hasil bekerjanya. Di tatap wajah yang berada di dalam foto itu.

" Bu, Dian sayang sama ibu ..."

Ucap Diandra sambil mengusap wajah di dalam ponsel miliknya. Sesaat sebelum matanya terpejam, air mata Diandra jatuh.

Pagi ini, saat terbangun, Diandra sudah melihat ada sarapan di meja makan. Diandra memperhatikan sekeliling, tak ada siapa pun. Tak lama Tika keluar dari kamarnya dengan rambut yang masih di balut dengan handuk.

" Napa Dek, kok bingung gitu?"

" Ini Mbak yang buat? Kok gak bangunin Dian sih."

Tika tersenyum.

" Ini cuma nasi goreng doang Dek. Mbak biasa buat ini. Udah kamu mandi sana. Ada kuliah pagi kan? Kita berangkat bareng."

Diandra pun kembali masuk ke dalam kamar. Membersihkan diri, lalu memakai pakaian yang sekiranya pantas untuk ke kampus pagi ini. Karena selama beberapa hari ini, Dian selalu di pinjamkan pakaian oleh Tika.

Diandra keluar kamar menggunakan kemeja dan celana jins yang menurutnya paling baik. Saat melangkah ke meja makan, mata Tika menatap Dian dengan serius.

" Ayo sarapan."

Ucap Tika. Ada rasa kesal dan sedih melihat adik sepupunya ini selalu di perlakukan berbeda. Bahkan di saat anak seusianya memiliki pakaian yang bagus, Diandra hanya memiliki beberapa potong pakaian yang menurutnya layak.

Mereka sarapan dengan sesekali berbincang. Diandra merasa sangat bahagia, disini dirinya merasa di sayang. Ketika di rumahnya dulu, saat mereka sarapan, keseringan Diandra masih sibuk mengurusi pakaian di kamar mandi.

Raka merogoh dompet di saku celananya. Lalu menarik sebuah kartu berwarna biru. Dan menyodorkannya ke arah Diandra.

" Di, pake ini. Disini udah mas isi uang bulanan untuk kamu."

Tika tersenyum, sementara Dian tercengang.

" Gak usah, Mas. Dian masih ada uang kok."

" Uang itu kamu simpan aja. Suatu saat kalau kamu butuh untuk bayar biaya kuliah, bisa kamu bayar, atau kamu bisa bayar untuk membeli buku-buku keperluan kamu."

.

.

. **Assalamualaikum readers...

Maaf setelah lama, baru kali ini bisa melanjutkan cerita ini.

Terima kasih untuk semua...😘😘😘😘**

.

.

Terpopuler

Comments

muthia

muthia

Alhamdulillah, akhirx up jg🙏

2022-11-11

1

Rismawati Makmur

Rismawati Makmur

udah agak lupa sama jaln ceritnya
#rajin up ya thor,😘

2022-11-10

5

Adfazha

Adfazha

Akhirnya up jg kak

2022-11-09

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!