Arumi melangkah masuk ke dalam lift. Lalu kemudian sejajar di samping Fahri. Baru saja Samuel hendak mengikutinya, akan tetapi Arumi lebih dahulu menekan tombol pada pintu lift tersebut.
Gadis itu melambaikan tangannya seiring dengan pintu lift yang tertutup rapat.
Arumi melirik ke sampingnya. Ia melihat Fahri yang saat ini tengah berdiri tanpa melihat ke arah Arumi. Pria itu tampak sangat jelas mengacuhkan Arumi, karena bagaimana pun juga ia sudah memiliki seorang istri dan saat ini dirinya berada di lingkungan kantor.
"Fah-ri," gumam Arumi membaca id card yang dikalungkan oleh Fahri.
Gadis itu bersedekap, menatap Fahri dengan lekat. "Sepertinya kondisimu sudah benar-benar pulih. Wajahmu tak terlihat pucat lagi seperti semalam. Obat yang ku berikan tampaknya bekerja dengan sangat baik," ujar Arumi.
"I-iya. Terima kasih karena semalam telah memberikanku obat," ucap Fahri yang terkesan sedikit acuh.
Sementara staf yang berada di belakang mereka, sedari tadi memperhatikan pembicaraan keduanya. Sesekali mata mereka memandang ke arah temannya, seakan memberi kode bahwa sejak kapan pria yang paling pendiam di kantor bisa sedekat itu dengan putri pimpinan dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Namun, sayangnya Fahri tak tahu-menahu jika Arumi adalah orang yang cukup disegani di kantornya. Hingga ia sedikit tak menghiraukan Arumi saat itu juga.
Tak lama kemudian, pintu lift kembali terbuka. Fahri menuju ke meja kerjanya, sementara Arumi berjalan menuju ke ruangan Indra.
Melihat Arumi dengan santainya berjalan ke ruangan pimpinan, membuat Fahri sedikit mengernyitkan keningnya. "Kenapa dia tidak membuat janji terlebih dahulu. Bahkan Pak Indra belum sampai, tapi mengapa dia langsung masuk ke ruangan atasan begitu saja," gumam Fahri.
Kedua wanita yang berada di dalam lift bersama dengan Fahri, langsung menghampiri pria itu. Keduanya memandang Fahri dengan lekat, seraya melemparkan beberapa pertanyaan pada pria tersebut.
"Sepertinya kau terlihat akrab dengan Bu Arumi. Kami mendengar pembicaraan kalian yang begitu intim."
"Bagaimana bisa sedekat itu?"
"Bisakah kau juga memperkenalkan kami padanya?"
Serentetan kalimat pertanyaan itu tercetus begitu saja. Membuat Fahri tak bereaksi apapun selain menatap heran pada kedua wanita tersebut.
Tak lama kemudian, mereka kembali saat melihat Indra yang baru saja keluar dari lift. Semua orang yang berhadapan dengannya menundukkan kepala dengan hormat. Tam terkecuali Fahri.
Wajah Indra tampak masam karena saat ini pria tersebut berjalan bersama dengan Samuel. Tentu saja pria itu sudah menebak, pasti seorang wanita yang selalu mengganggu ketenangannya telah menunggu di dalam ruangan tersebut.
"Mengapa kalian selalu mengganggu pagiku yang cerah," ujar Indra pelan.
"Tentu saja untuk mengambil alih semuanya, dan memindahkan kembali ke tangan Arumi," timpal Samuel dengan lugas.
Indra menghentikan langkahnya. Ia pun berbalik menatap Samuel dengan lekat. "Kau tahu? Tidak semudah itu untuk merebutnya dariku. Apakah kau lupa jika Arumi baru saja keluar dari rumah sakit?" celetuk Indra dengan angkuh.
"Sebaiknya kibarkanlah terlebih dahulu bendera kekalahan dari pada kalian tetap maju, akan tetapi hanya bisa menanggung malu," ketus Indra yang pergi meninggalkan Samuel sendirian.
Samuel tersenyum miring seraya melihat punggung Indra yang semakin lama semakin kecil. "Kekalahan? Apakah kau yakin?" lirih Samuel tersenyum licik. Pria itu pun kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
Ceklek ...
Indra masuk ke dalam ruangannya. Pria itu melihat Arumi yang saat ini tengah duduk manis seraya menatapnya di ambang pintu.
"Sepertinya kau memang tidak memiliki pekerjaan sampai mengganggu kegiatan orang lain," cetus Indra seraya berjalan menuju ke kursi kebesarannya.
Arumi mengarahkan pandangannya pada pria yang baru saja memasuki ruangan tersebut. Di susul pula dengan Samuel yang langsung duduk di samping Arumi.
"Hahaha ... aku hanya mampir sejenak untuk menikmati secangkir teh. Setakut itukah kau padaku?" tanya Arumi diiringi dengan tawa yang sedikit keras.
Indra melemparkan tatapan tajam pada Arumi. "Dasar psikopat!" gumamnya pelan.
Tak lama kemudian salah seorang karyawati datang dengan membawakan dua cangkir teh. Ia meletakkan cangkir tersebut di atas meja.
"Terima kasih," ucap Arumi pada karyawati yang telah memberikannya teh tersebut.
Karyawati itu tersenyum seraya mengangguk dengan antusias. Matanya berbinar saat mendapatkan sedikit sapaan dari Arumi tadi.
"Panggil Fahri untuk datang ke sini!" titah Indra pada karyawati tersebut.
"Baik, Pak." timpalnya. Ia pun langsung pergi dari ruangan itu, memanggil Fahri untuk lekas datang ke ruangan Pak Indra.
Setelah mendapatkan pesan dari karyawati tersebut, Fahri pun langsung mengerti. Ia menyiapkan beberapa laporan yang diminta oleh Indra kemarin. Lalu kemudian beranjak dari kursinya, berjalan menuju ke ruangan atasan.
Di waktu yang bersamaan, Arumi tengah menyesap teh yang ada di depannya. Ia meminum teh tersebut dengan sangat anggun. Tak lama kemudian, gadis itu menutup mulutnya dengan wajah yang seperti kebingungan.
"Duh, bagaimana ini. Sepertinya teh ini sangat nikmat hingga membuatku candu. Bagaimana jika aku datang setiap pagi ke sini hanya untuk mendapatkan secangkir teh?" sindir Arumi.
Indra berusaha tenang seraya menatap layar komputernya. Namun, tangannya mengepal sangat erat di bawah meja.
TOKKK ... TOKKK ...
Setelah pintu terketuk, Fahri menampakkan dirinya. Pria itu melangkah menuju meja kerja Indra. Ia menyerahkan semua laporan yang telah ia kerjakan semaksimal mungkin.
Perlahan, Indra mengecek laporan tersebut satu persatu. Matanya menatap nyalang ke arah Fahri. "Kau benar-benar ingin di pecat? Bukankah sudah ku katakan berulang kali? Sebelum kau berikan semuanya padaku, sebaiknya kau periksa terlebih dahulu semuanya!" ketus Indra.
"Tapi saya sudah memeriksa semuanya, Pak."
PLAKKK ...
Indra melemparkan berkas yang ada di tangannya tepat di wajah Fahri. Sebenarnya Fahri tidak salah, semua laporan yang ia buat sudah sangat sempurna. Hanya saja, Indra merasa kesal pada Arumi yang sedari tadi cukup mengintimidasi dirinya. Dan pada akhirnya, ia melampiaskan semua kekesalannya itu pada Fahri, orang yang tidak bersalah sedikit pun.
Melihat perlakuan kasar dari Indra, membuat Arumi cukup terkejut. Ia hendak menegur Indra, Akan tetapi Samuel mencoba untuk mencegahnya.
"Sebaiknya untuk saat ini, kita jangan ikut campur dulu," bisik Samuel memberikan saran.
Arumi pun mencoba menenangkan dirinya. Ia melihat Fahri yang hanya bisa menunduk saat dimarahi oleh Indra.
"Aku sudah benar-benar muak melihat wajahmu. Sebaiknya kau pungut semua itu, lalu kemudian pergi dari ruanganku!" tukas Indra.
Fahri berjongkok, mengambil lembaran-lembaran kertas yang berjatuhan di lantai. Pria itu merapikan semuanya sendirian. Dalam hatinya ia sangat menaruh dendam pada Indra. Namun, Fahri sadar bahwa dirinya masih membutuhkan pekerjaan ini.
Setelah semuanya ia tumpuk menjadi satu kesatuan, Fahri pun sedikit menunduk untuk pamit undur diri. Pandangan matanya bertemu dengan mata Arumi beberapa detik, lalu kemudian Fahri mengalihkan pandangannya ke arah lain, melewati Arumi yang saat ini menatapnya dengan tatapan iba.
Setelah kepergian Fahri, Arumi bangkit dari tempat duduknya. Gadis cantik itu pun melenggang keluar karena merasa khawatir pada Fahri.
"Suatu saat nanti, kau akan menerima pembalasan dariku. Tunggu saja tanggal mainnya," batin Arumi yang kemudian melangkahkan kakinya pergi dari ruangan itu.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Erina Munir
indraa gendeng kesel mah lampiasin k fahri ...kesian tau fahri aduuh aku melow thoor..😭
2024-12-20
0
Lari Ada Wibu
kalo bisa bikin sengsara mungkin si safi,indra,aldo,sama maknya safi
2022-08-26
1
Athaya
Bener" menyedihkan hidup Fahri,,jangan lama-lama Thor buat Fahri sedih nya😔😔
2022-07-21
2