Setelah cukup lama menyusuri jalanan malam itu, Fahri pun tiba di apartemennya. Pria tersebut tak mendapati sang istri berada di rumahnya.
Fahri berjalan menuju ke kamar, ia melucuti pakaiannya, masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Cukup lama Fahri menyelesaikan mandinya. Pria itu keluar sembari mengeringkan rambutnya dengan menggunakan handuk kecil. Ia melihat jam telah menunjukkan pukul delapan malam, akan tetapi sang istri belum juga pulang.
Fahri mengambil ponsel yang ada di atas nakas, mencoba menghubungi Sifa. Namun, nomor sang istri saat itu sedang tidak aktif.
Kruukkk ....
Perut Fahri berbunyi. Cacing-cacing yang ada di dalam perutnya minta diisi, karena sedari siang tadi pria tersebut memang hanya meminum kopi tanpa memakan apapun.
Besar harapan Fahri menemukan masakan sang istri di bawah tudung nasi, akan tetapi saat ia menyingkapnya, ternyata isinya kosong melompong.
Fahri memeriksa rak penyimpanan, tempat biasanya Sifa menyimpan mie instan. Lagi-lagi ia tak menemukan apapun di dalam sana.
Fahri membuka kulkas. Dan ternyata isi kulkas sama mengenaskan dengan yang lainnya. Hanya ada air mineral di dalam kulkas tersebut.
Pria itu mengambil botol air dan menenggaknya hingga kandas. "Bukankah aku sudah memberinya uang, kenapa ia tidak belanja makanan?" gumam Fahri.
Fahri menatap jam yang sudah hampir memasuki pukul setengah sembilan. Hujan di luar kembali deras. Pria itu mengambil payung, lalu kemudian keluar dari apartemennya.
Ia mencoba untuk mencari keberadaan sang istri. Namun, baru saja Fahri keluar dari huniannya. Ia melihat Sifa dengan mertuanya tengah bermuka masam seraya membawa cukup banyak belanjaan.
Fahri membantu mertuanya yang membawa beberapa paper bag. Wanita itu berwajah masam seraya memberikan paper bag yang ada di tangannya.
Setibanya di dalam rumah. Fahri meletakkan semua paper bag tersebut ke atas meja ruang tengahnya. Pria itu dapat melihat bahwa yang dibeli oleh kedua wanita ini adalah pakaian dan beberapa alat kecantikan. Tak ada satu pun bahan makanan atau pun makanan yang dibelanjakan oleh keduanya.
"Kamu jadi seorang suami sangat tidak peka, ya?! Istrimu dan mertuamu kehujanan, bukannya di jemput malah enak-enakan," ketus mertua Fahri.
"Maaf, Bu. Tapi aku tidak tahu kemana perginya ibu dan Sifa. Lagi pula, aku sudah mencoba menghubungi Sifa, tapi nomornya tidak aktif," timpal Fahri.
"Kamu memang sangat pandai jika beralasan. Lagu pula Sifa! kenapa kamu bisa-bisanya memilih suami seperti dia," ujar sang mertua dengan tatapan yang sinis.
Fahri mencoba mengontrol dirinya. Ia tidak ingin terbawa emosi akan ucapan mertuanya.
"Sudah, Bu. Lagi pula kita juga yang salah, mau pergi tidak bilang-bilang Mas Fahri. Sekarang, ibu ganti pakaian saja dulu. Nanti ibu masuk angin," bujuk Sifa.
Mertua Fahri menatap ke arah menantunya sejenak. "Pergaulan Sifa semuanya orang kaya, tapi kenapa dia menikah dengan pria yang hanya mempersulit hidupnya. Setidaknya kau belikan mobil untuk istrimu, biar dia bisa kemana pun tanpa harus kehujanan," cecar Mertua Fahri seraya menunjuk-nunjuk wajah Fahri.
Fahri menenggak salivanya. Ia benar-benar merasa tersinggung dengan ucapan mertuanya. Namun, Sifa memegang lengan Fahri, seakan memohon agar Fahri tak bereaksi pada ucapan ibunya.
"Sudah, Bu. Cepatlah ganti pakaian ibu," titah Sifa mencoba untuk menjadi penenang suasana yang terbilang sedikit menegangkan itu.
Mertua Fahri pun berjalan menuju ke kamar untuk mengganti pakaiannya yang sedikit basah. Sementara Sifa, wanita itu mengelus bahu suaminya, mencoba untuk menenangkan Fahri.
Fahri menghela napasnya dengan berat. Lalu kemudian memegang kedua sisi bahu Sifa. Menatap mata istrinya dengan lekat.
"Sayang, aku tahu, aku adalah pria dengan seribu macam kekurangan. Namun, aku minta satu hal padamu. Jangan pernah menyesal karena telah menikah dengan pria miskin sepertiku. Aku ingin saja menjadikanmu ratu, membalut tubuhmu menggunakan gaun dengan butiran berlian. Tapi aku hanya pria biasa, Sifa. Aku tidak mampu melakukan itu," lirih Fahri.
Sifa hanya terdiam tanpa pembelaan sedikit pun untuk Fahri. Bahkan wanita itu seolah membenarkan ucapan ibunya yang mengatakan bahwa Fahri adalah pria yang payah dalam segala sesuatu.
Melihat reaksi istrinya. Fahri mengendurkan pegangan tangannya di bahu Sifa. Ia mencoba menatap ke langit-langit rumah, berusaha untuk tegar dan mempertahankan rumah tangganya.
"Kalian beli apa tadi?" tanya Fahri yang kembali memasang wajah cerianya. Ia seakan mencoba untuk melupakan apa yang baru saja terjadi pada dirinya.
"Aku dan ibu beli pakaian, Mas. Lihatlah! Ini sangat cantik kan?" tanya Sifa dengan antusias mengeluarkan salah satu pakaian lalu memperlihatkannya pada Fahri.
Fahri tersenyum. Mencoba menutupi luka di hatinya. Pria itu berusaha menghemat mati-matian, sementara istrinya menghambur-hamburkan uang dengan begitu saja.
"Kok cuma senyum aja? Cantik atau tidak?" Sifa mengulangi pertanyaannya.
"Cantik. Pakaian apapun yang kamu kenakan akan selalu terlihat cantik di mataku," ujar Fahri.
Sifa tersenyum seraya menyocokkan baju tersebut di tubuhnya. Ia benar-benar membutakan matanya dengan hal-hal yang berbau kemewahan.
"Kamu nanti tidurnya di kamar sama ibu ya. Biar mas tidur di sofa aja," ucap Fahri.
"Iya, Mas." Sifa mengembangkan senyumnya menatap Fahri.
Wanita tersebut membereskan semua belanjaannya, hendak membawanya ke dalam kamar. Baru beberapa langkah ia berjalan, Sifa kembali berbalik badan menatap sang suami.
"Mas sudah makan?" tanya Sifa.
"Belum," timpal Fahri menarik segaris senyum di bibirnya.
"Kalau begitu aku pesankan gofood aja ya?" tawar Sifa.
"Tidak usah. Tadi aku sempat merasa lapar, akan tetapi sekarang tidak lagi," sahut Fahri.
"Oh, baiklah." wanita itu pun melanjutkan langkah kakinya .
Fahri berjalan menuju ke sofa. Pria itu merebahkan tubuhnya di sofa tersebut dengan tangan yang di letakkan di keningnya.
"Yang ku butuhkan, bukanlah nikmat masakan orang lain. Aku ingin merasakan rasa cinta dari masakanmu saja walaupun rasanya sangatlah tidak sopan (asin)." batin Fahri.
Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki menghampirinya. Fahri menyingkirkan tangan yang menutupi matanya. Pria itu mengubah posisinya menjadi duduk saat melihat istrinya.
Sifa memberikan bantal dan selembar selimut untuk di pakai sang suami. "Setidaknya buatlah dirimu nyaman walaupun berada di sofa. Maafkan aku ya, karena sedikit merepotkanmu," ujar Sifa.
"Tidak apa-apa, Istriku. Lagi pula ibu juga jarang berkunjung ke sini. Jadi tak masalah bagiku jika dia ingin bermalam sekalipun," tutur Fahri.
"Terima kasih, Suamiku."
Cup!
Wanita itu menghadiahi Fahri dengan sebuah kecupan singkat, lalu kemudian berlari masuk ke dalam kamarnya.
Fahri tersenyum, ia mengusap pipi yang tadi baru saja di cium oleh Sifa. "Ini adalah salah satu alasanku mempertahankannya. Aku yakin, dia bisa menjadi seorang istri yang lebih baik lagi suatu hari nanti," batin Fahri. Ia pun merebahkan dirinya, dan memakai selimut pemberian dari istrinya
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Erina Munir
bedok pgi bangun mertua ribut lgi deh...kok ga ada sarapaan...apa yg msu d masak bahannya aja ga adaa...sebbeelll
2024-12-20
0
Yuen
Fahri tidak payah cuma bodoh dan buta aja sih
2023-06-04
0
Sulfia Nuriawati
prinsip bodoh, jd ingat sdr ku terlalu baik dg istri gajian d ks semua dirinya cm d ks uang bensin 300rb, bgtu anak2 mw msk sklh br ketauan g ada biaya gj yg d ks cm hbs utk mencukupi gaya hdup🤦🏾♀️🤦🏾♀️🤦🏾♀️antara sabar dg bodoh cm beti aja
2022-11-23
0