1 tahun yang lalu ...
Arumi berjalan dengan gontai, menatap lurus ke depan. Gadis itu seakan sudah kehilangan akal sehatnya. Ia terkadang menangis, terkadang ia tertawa meratapi hidupnya yang sangat tidak adil.
Setahun ia mendengar kabar bahwa ayahnya telah tiada, hingga Arumi bahkan tak bisa menatap wajah terakhir pria yang merupakan cinta pertama dalam hidupnya.
Namun, kali ini ia dihadapkan oleh kenyataan yang pahit lagi. Dimana gadis itu didiagnosa mengidap kanker kelenjar getah bening.
Saat itu Arumi tengah menyusuri sebuah jembatan yang dibawahnya merupakan sungai dengan arus yang sangat deras. Terlintas dipikirannya untuk melompat dari tempat itu untuk mempercepat proses kematiannya.
Ibunya seorang wanita yang memiliki penyakit hiperseks. Ia tak lagi peduli dengan mendiang suaminya, sibuk mengurusi hasratnya agar terpenuhi. Hal itu yang memicu Arumi menjadi lebih stres. Melihat ibunya yang selalu membawa pria untuk datang ke rumahnya, membuat Arumi selalu beradu mulut dengan wanita yang telah melahirkannya itu.
"Pa, haruskah aku mempercepat waktuku?" gumamnya seraya menatap ke bawah.
Arumi mulai menaikkan satu kakinya ke atas besi jembatan tersebut. Gadis itu sudah memantapkan pilihannya untuk melompat ke bawah.
Baru saja ia hendak membawa kaki satunya lagi untuk menaiki besi jembatan tersebut, tak lama kemudian sebuah tangan kekar langsung menariknya, hingga Arumi terjembab berada di atas seorang pria tampan yang baru saja menyelamatkan hidupnya.
"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya pria itu menatap dengan sorot mata kekhawatiran.
"Jangan pernah berpikir sempit dengan memilih untuk bunuh diri. Dunia akan tetap berjalan, sedangkan orang-orang yang menangisimu hanya beberapa setelah itu mereka akan melupakanmu. Aku tidak tahu seberat apa masalah yang kamu hadapi. Namun, cobalah untuk tidak memilih jalan yang salah. Jika orang-orang tak mampu menghargai mu, setidaknya kamu yang harus menghargai hidupmu sendiri," papar pria tersebut.
Arumi tertegun sembari mendengarkan kalimat yang keluar dari mulut pria itu.
"Tapi bisakah kamu bangun? Aku sedikit merasa sesak," ucap pria itu.
Arumi pun tersadar dari lamunannya. Ia bangkit dari atas pria yang baru saja menolongnya. Tak lama kemudian Samuel datang. Pria itu langsung menyelimuti tubuh Arumi dengan jas yang ia kenakan. Lalu kemudian membawa gadis tersebut masuk ke dalam mobil.
Mobil melaju, pandangan Arumi masih tertuju pada pria tersebut. Ia mengingat ucapan yang dikatakan oleh pria itu.
Cobalah untuk tidak memilih jalan yang salah. Jika orang-orang tak mampu menghargai mu, setidaknya kamu yang harus menghargai hidupmu sendiri.
Kalimat tersebut masih terngiang-ngiang di telinga Arumi. "Sam, aku akan memilih untuk melakukan kemoterapi." Samuel pun menatap Arumi dengan senang.
....
"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Fahri pada gadis yang ada di hadapannya. Gadis itu menatapnya dengan begitu dalam, membuat Fahri bergegas mengalihkan pandangannya.
"I-iya, aku tidak apa-apa," sahut Arumi seraya meraih tangan Fahri yang sudah terulur sedari tadi. Gadis itu menepuk-nepuk beberapa bagian tubuhnya yang sedikit kotor akibat terjatuh tadi.
"Syukurlah. Kalau begitu saya permisi," ujar Fahri yang langsung meninggalkan Arumi.
Arumi menatap Fahri dengan lekat. Punggung pria itu semakin lama semakin menjauh. Gadis itu tersenyum, seakan tak ingin kehilangan jejak Fahri lagi, ia pun memilih untuk mengikuti pria itu diam-diam.
Fahri sadar bahwa ada seseorang tengah mengikutinya. Ia pun mencoba menoleh, akan tetapi tak menemukan siapapun di belakangnya.
"Aneh sekali. Aku merasa sedari tadi diikuti," gumamnya. Ia pun kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.
Arumi baru saja menampakkan dirinya dari balik pohon. Karena tubuhnya yang langsing, dan pohon tersebut agak besar, hingga gadis itu tak terlihat sedang bersembunyi di balik pohon tersebut.
"Untung saja dia tidak menemukanku," gumam Arumi. Gadis itu kembali mengendap-endap untuk mengikuti langkah kaki Fahri.
Setelah cukup lama berjalan, Fahri pun tiba di depan apartemen. Pria tersebut langsung masuk ke bangunan bersusun itu. Ia menaiki lift yang membawanya menuju ke huniannya.
Arumi yang sedari tadi mengendap-endap langsung menampakkan dirinya. "Jadi dia tinggal di sini," gumam Arumi. Gadis itu mengeluarkan ponsel yang ada di sakunya, lalu kemudian memotret Fahri secara diam-diam.
Fahri sudah tiba di depan pintu. Fahri menekan password untuk membuka pintu apartemennya. Ia melihat ruang tengah yang sudah gelap gulita.
Fahri masuk ke dalam rumahnya. Ia melangkah menuju ke kamar, melihat Sifa yang tengah meringkuk seraya mengenakan selimut menutupi tubuhnya.
Perlahan, wanita itu membuka mata saat merasa bahwa Fahri tengah memandangnya. "Kamu baru pulang, Mas?" tanya Sifa dengan wajah bantalnya.
"Iya. Mas sekarang kerja di toserba sepulang dari kantor mas langsung ke sana. Ya ... hitung-hitung bisa buat tambahan uang belanja kamu," tutur Fahri seraya mengusap puncak kepala istrinya.
"Kalau begitu, mas mandi dulu. Kamu lanjut saja tidurnya," ujar Fahri yang langsung memberikan sebuah kecupan lembut di puncak kepala Sifa.
Wanita itu tersenyum sembari mengangguk pelan. Ia pun kembali memejamkan matanya.
Fahri melepaskan semua yang melekat di tubuhnya satu persatu, lalu kemudian berdiri di bawah air shower yang membasahi setiap inchi tubuhnya. Ingatannya kembali terbawa akan sosok gadis yang di temukannya di jalan tadi.
"Sepertinya aku pernah melihat wanita itu. Tapi aku lupa dimana," lirih Fahri.
Sifa yang tadinya terpejam, perlahan memicingkan matanya melihat Fahri untuk memastikan bahwa sang suami sudah berada di dalam kamar mandi.
Sifa mengambil ponselnya di atas nakas. Wanita tersebut mengirimkan pesan singkat pada Aldo.
Aku sudah sampai dengan selamat.
Setelah mengirimkan pesan itu, Sifa kembali menyimpan ponselnya. Sebenarnya ia baru saja sampai. Selang 15 menit sebelum Fahri datang. Sifa bahkan dengan cepat mengganti pakaiannya, lalu kemudian berpura-pura menutupi dirinya dengan selimut, seolah ia sedang tertidur pulas. Wanita itu sangat pandai memainkan perannya. Dan suaminya pun dengan mudah percaya begitu saja.
Kepercayaan yang diberikan oleh Fahri pada istrinya terlalu besar. Cintanya pada Sifa yang tak terhingga membuatnya lupa akan luka yang selalu Sifa torehkan untuknya.
Tak lama kemudian, Fahri keluar dari kamar mandi. Pria itu telah berpakaian lengkap sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.
Fahri menatap Sifa yang sudah memejamkan matanya. Tatapan mata pria itu berubah sendu saat melihat make up yang dikenakan oleh istrinya sedikit menor.
Fahri sadar sedari awal bahwa Sifa bertemu dengan mantan kekasihnya. Ia bahkan sudah membaca pesan singkat dari pria yang bernama Aldo, sebelum Sifa yang membacanya.
"Untuk saat ini, aku masih mempercayaimu. Kamu tidak mungkin dengan mudah berpaling dariku, bukan? Ku harap kamu sadar Sifa, bahwa aku sangat mencintaimu," batin Fahri.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Erina Munir
fahri fahri sebesar apapun cintamu k sifa tetep cintamu ga bakalan d anggep...buktinya d seenaknya ketemuan sama aldo...
2024-12-20
0
Sulfia Nuriawati
ini brneran cinta buts tak teraba, yg ada cm kebodohan, diga kyknm air laut dg dwt hsuus trus, pny jantung g pny hati😲😲😲🤪🤪🤪🤪
2022-11-23
1
Raflesia
Sifa teruslah bersikap seperti itu sampe tiba wktuy Fahri mngetahui semua tingkah laku mu dan stelah itu jgn harap kembali ma Fahri...Krn Fahri udah ada jodoh nya Arumi😁
2022-10-04
1