Sinar mentari mulai memasuki celah jendela kaca. Mata Fahri yang semula terpejam, perlahan mulai terbuka. Pria itu mengusap matanya, lalu kemudian melirik ke sampingnya yang telah kosong.
Fahri beranjak dari tempat tidurnya. Ia mendengar suara bising dari dapur. Pria itu pun menarik segaris senyuman di bibirnya.
"Dia sedang memasak," gumam Fahri yang kemudian memilih untuk membersihkan dirinya sebelum menghampiri sang istri.
Setelah memakan waktu selama 15 menit berada di dalam kamar mandi, Fahri pun keluar dengan wajah yang lebih segar. Pria tersebut berjalan menuju lemari pakaiannya, lalu memakai setelan untuk berangkat bekerja.
Setelah mematut dirinya di cermin, Fahri pun keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju ke dapur. Netranya menangkap Sifa yang saat ini tengah mengenakan apron. Wanita tersebut telah memakai setelan kantornya. Ia meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan Fahri.
"Loh, kenapa cuma satu?" tanya Fahri yang menatap istrinya dengan heran.
"Kamu saja yang sarapan, Mas. Aku buru-buru," sahut Sifa.
"Buru-buru ke mana?" tanya Fahri lagi.
"Ya ... buru-buru berangkat kerja, emangnya mau kemana lagi," cetus Sifa segera melepas apron yang masih melekat di tubuhnya. Wanita itu meraih tas kerjanya. Namun, tiba-tiba saja tas tersebut terlepas dari tangannya, membuat semua isi di dalamnya berserakan.
"Sial!" umpat Sifa.
"Pelan-pelan, Sayang."
Sifa memasukkan kembali semua yang berhamburan ke dalam tasnya. Lalu wanita itu pun beranjak dengan sedikit merapikan lengan bajunya yang sedikit berlipat.
"Aku berangkat dulu ya, Mas." Sifa melangkah pergi begitu saja. Tanpa berpamitan dengan mencium punggung tangan suaminya terlebih dahulu.
Fahri melihat istrinya yang sudah menghilang dari balik pintu. Ia pun menghela napasnya melihat perubahan sedikit demi sedikit pada sang istri.
Matanya kembali memandang nasi goreng yang dibuat oleh Sifa tadi. Seketika hati Fahri menghangat hanya karena sepiring nasi goreng tersebut.
Fahri mulai menyantap nasi goreng buatan istrinya. Sesekali ia tersenyum saat indera pengecapnya mulai merasakan nasi goreng itu secara perlahan masuk ke dalam mulutnya. Fahri kembali melahap nasi goreng itu hingga tak tersisa di piringnya, meskipun masakan Sifa rasanya luar biasa asin.
Pria tersebut mengatasi rasa asin itu dengan menenggak air cukup banyak. Ia tak ingin membuang apa yang telah dibuat oleh istrinya, mengingat Sifa bangun pagi dan memasakkan sesuatu untuknya, sudah membuat Fahri bahagia.
Fahri meletakkan piring makannya. Mencuci piring bekasnya tadi sejenak agar tak merepotkan tugas istrinya nanti. Setelah mencuci piring, Fahri pun mengelap tangannya yang basah dengan kain. Tampa sengaja kakinya menendang sesuatu.
Fahri menunduk, ia memungut beda yang tadi ditendang olehnya. "Ini kan ID card-nya Sifa," gumam Fahri.
Pria itu segera memasukkan ID card Sifa ke dalam sakunya. Ia pun mengambil tas kerjanya dan segera berlari keluar dari rumahnya.
Fahri menghadang taksi yang melintas di depannya. Pria itu pun segera menaiki taksi tersebut untuk segera menuju ke tempat Sifa bekerja.
Setelah cukup lama menempuh perjalanan, Fahri pun tiba di salah satu bangunan yang bertuliskan 'Beauty Store'. Tempat itu merupakan toko kosmetik terbesar di kota tersebut. Istri Fahri bekerja di tempat itu sebagai pramuniaga.
Fahri mencoba menghubungi kontak Sifa, untuk menemuinya di depan tempat kerjanya. Namun, Sifa tak mengangkat panggilan teleponnya.
Saat mata Fahri tertuju ke arah seberang jalan, yang terdapat sebuah kedai kopi di tempat tersebut. Tanpa sengaja ia melihat Sifa tengah duduk berdua dengan seorang pria sembari berbincang-bincang.
Fahri menjauhkan ponselnya dari telinga. Ia dapat melihat dengan jelas di seberang sana, karena keduanya berada tak jauh dari jendela kaca.
Bukan hanya sekali, bahkan sering Fahri memergoki istrinya bersama dengan pria itu. Namun, Fahri masih ingin percaya pada sang istri. Ia yakin, jika Sifa tak akan mengkhianati dirinya.
Bagi Fahri kepercayaan adalah kunci dari keutuhan rumah tangga. Maka dari itu, Fahri memilih untuk tetap mempercayai istrinya supaya rumah tangganya tetap utuh.
Melihat Sifa yang tak kunjung mengangkat telepon darinya, membuat Fahri mengirimkan pesan singkat pada sang istri.
Kau dimana? Aku sedang berada di depan tempat kerjamu. Kedatanganku kemari untuk mengantarkan ID Card mu.
Setelah mengirimkan pesan singkat itu, Fahri melihat Sifa melirik ponselnya. Wanita itu tengah menatap layar ponselnya. Fahri dapat menebak bahwa Sifa sedang membalas pesan singkat darinya.
Tringgg ...
Benar saja. Notifikasi dari ponsel Fahri berbunyi. Pria itu pun segera membuka balasan pesan dari istrinya.
Baiklah, aku akan segera menemuimu.
Setelah membaca rentetan pesan tersebut, tak lama kemudian Fahri melihat Sifa keluar dari tempat itu, meninggalkan pria yang tadi berbincang dengannya sendirian.
Melihat Sifa yang keluar dari kedai tersebut, membuat Fahri langsung mengalihkan pandangannya. Ia memilih berpura-pura untuk tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh istrinya tadi.
Selang beberapa lama kemudian, Fahri merasakan seseorang memegang pundaknya. Dan saat ia berbalik, Sifa tengah menadahkan tangan berada di belakangnya.
"Mana ID card ku?" tanya Sifa.
Fahri tersenyum, lalu kemudian mengambil id card milim Sifa dari dalam sakunya. "Kau menjatuhkannya tadi. Untung aku menemukannya dengan cepat," ujar Fahri yang tak menghilangkan segaris senyum di wajahnya.
"Terima kasih," ucap Sifa.
Fahri mengangguk lalu kemudian mengusap puncak kepala istrinya dengan lembut. Tiba-tiba saja Sifa menepis tangan suaminya.
"Maaf, tapi aku takut tatanan rambutku akan kembali berantakan karenamu," lirih Sifa.
Fahri terkekeh geli mendengar alasan dari istrinya itu. "Baiklah, aku tidak akan mengusap rambutmu yang sudah rapi itu," tutur Fahri.
"Apakah kau tidak akan pergi bekerja?" tanya Sifa.
Fahri menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ia pun langsung membelalakan mata saat sadar bahwa dirinya akan terlambat ke kantor.
"Jam setengah delapan," ujar Fahri dengan ekspresi terkejut.
"Ya sudah, kalau begitu aku berangkat bekerja dulu. Kau jangan lupa makan nanti siang!" seru Fahri yang bergegas pergi dari tempat tersebut. Namun, pria itu berbalik lagi menatap sang istri yang masih berdiri di tempatnya. Fahri melambaikan tangannya pada sang istri, pria itu pun berlari menuju ke kantor karena memang lokasinya yang tak terlalu jauh dari tempat tersebut.
Di bawah sinar mentari yang mulai terik, Fahri memeluk tas kerjanya sembari berlarian menuju ke kantor. Jika menggunakan transportasi, mungkin akan lebih cepat. Namun, Fahri dituntut untuk menghemat. Uang yang diberikan oleh istrinya sebisa mungkin ia hemat sampai tiba gajian selanjutnya.
Fahri berlari begitu cepat. Ia menganggap bahwa saat ini dirinya tengah melakukan sebuah lomba lari untuk cepat tiba di tempat tujuannya, yaitu kantor.
Setelah berlari sekitar delapan belas menit lamanya, pria itu pun tiba di kantor. Fahri bergegas melewati pintu masuk, lalu kemudian menaiki lift yang mengantarkannya ke tempat dimana ia bekerja.
Di ruang sempit itu, Fahri memanfaatkan waktunya untuk mengatur napasnya yang masih terengah-engah.
Lift terbuka, Fahri sudah membenahi penampilannya saat berada di dalam lift tadi. Pria itu pun berjalan menuju ke ruang kerjanya.
Saat baru saja ia meletakkan tas kerja di mejanya, tiba-tiba suara lantang membuatnya terkejut seketika.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Erina Munir
fahriii...aku sedih thor jdinya nasib fahri jdi begitu...d budak istri ga ada sopan2nya
2024-12-20
0
Harman LokeST
suami pun penyabar
2022-10-05
1
Raflesia
Sifa mulai bertingkah Krn ngerasa ada cowok lain yg lebih dr Fahri soal materi....
2022-10-04
0