Arumi tengah berdiri di depan sebuah pusara. Gadis itu melepas kacamata hitamnya, lalu kemudian berjongkok di samping nisan tersebut.
"Pa, aku pulang. Kata dokter, aku sudah dinyatakan sembuh total. Papa pasti senang kan mendengar kabar ini," ujar Arumi dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Arumi menadahkan tangannya, meminta kepada Sam untuk menyerahkan plastik yang berisi kelopak bunga mawar. Gadis itu pun menabur kelopak-kelopak bunga itu di atas pusara.
Fian Aryaduta, pria yang menjadi cinta pertamanya, kini telah berbaur menjadi satu dengan tanah. Sosok yang selalu mengerti dan memahami dirinya dibandingkan oleh ibunya sendiri.
Tiga tahun yang lalu, Fian mengalami kecelakaan tunggal seusai mengantarkan Arumi ke bandara. Karena kecelakaan itu, Fian akhirnya meregang nyawa.
Kala itu Arumi hendak pergi ke luar negeri hanya untuk sekedar jalan-jalan. Saat Fian mengalami kecelakaan, Arumi tak mengetahui kabar tersebut dikarenakan saat itu ia berada di penerbangan menuju negara yang hendak ia kunjungi.
Setibanya di sana, Arumi baru mendapatkan kabar tentang ayahnya yang mengalami kecelakaan. Gadis itu mencoba untuk memesan tiket pesawat lagi untuk kembali ke Indonesia.
Namun, naasnya jadwal penerbangan harus dibatalkan karena kondisi cuaca saat itu sedang buruk dan tidak memungkinkan untuk melakukan penerbangan.
Arumi benar-benar terpukul, ia hancur sehancur-hancurnya karena tak bisa melihat wajah sang ayah sebelum dimakamkan. Tak bisa mengantarkan kepulangan ayahnya di tempat terakhirnya.
Rasa sakit itu masih terasa hingga kini. Arumi mengingat semua itu seiring dengan air matanya yang mulai membasahi pipi.
Sam, pria gemulai yang selalu ada bersama dengan gadis itu, berusaha untuk menenangkannya. Tangan kekar pria tersebut tampak memegang pundak Arumi, berusaha untuk menenangkannya.
Samuel bukanlah pria gemulai sesungguhnya. Ia melakukan semua itu hanya untuk menghibur Arumi, agar gadis tersebut merasa nyaman jika berada di sampingnya.
"Jangan nangis. Om Fian nanti akan ikut sedih jika melihatmu menangis seperti ini," ujar Samuel.
Arumi menghapus air matanya. Ia menaburkan kelopak bunga yang ada di tangannya lagi. Lalu kemudian menyiram pusara ayahnya dengan sebotol air.
Gadis itu cukup lama mengusap nisan sang ayah seraya mengulas senyumnya. Benar yang diucapkan oleh Samuel tadi. Ia tak boleh menangis di depan pusara ayahnya, karena bisa saja ayahnya saat ini juga ikut bersedih melihat kesedihannya.
"Pa, Arumi pulang ya. Papa jaga diri, bahagia selalu ya di sana," ucap Arumi menarik segaris senyum di kedua sudut bibirnya.
Gadis itu beranjak dari duduknya, diikuti oleh Sam. Keduanya pun melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Princess, sepulang dari sini kita makan dulu ya. Cacing-cacing di perut sudah berteriak ingin minta diisi steak," ujar Samuel yang tengah memasang sabuk pengamannya. Pria itu duduk di kursi penumpang, sementara Arumi berada di kursi kemudi.
"Sepertinya cacing yang ada di perutmu cacing-cacing dengan tingkat high class," celetuk Arumi yang mulai menghidupkan mesin mobilnya.
Samuel hanya terkekeh seraya menampilkan deretan gigi putihnya. "Selagi yang mentraktir makan adalah orang kaya, apa salahnya?" timpalnya dengan begitu antusias.
Arumi melemparkan tatapan tajam pada pria yang ada di sampingnya sejenak, lalu kemudian kembali mengarahkan pandangannya menuju ke jalanan.
Mobil yang dikendarai Arumi tiba di rumahnya. Samuel yang melihat hal itu pun langsung mengerucutkan bibirnya menatap gadis yang ada di sampingnya.
"Kau sangat pelit!" cecar Samuel.
"Kita baru pulang dari makam, sebaiknya mandi terlebih dahulu," tutur Arumi yang kemudian turun dari mobil.
"Baiklah," timpal Samuel dengan malas.
Keduanya masuk ke dalam rumah mewah tersebut. Arumi berjalan menuju ke kamarnya, sementara Samuel berjalan menuju ke kamar tamu. Pria itu memang sudah seperti keluarga bagi Arumi. Sepeninggal ayahnya, Samuel lah yang selalu ada di sisinya. Pria tersebut menemani Arumi di masa tersulitnya, dan Arumi juga tahu jika Samuel hanya berpura-pura menjadi pria yang gemulai agar Arumi merasa aman saat bersama dengannya.
Setelah menghabiskan waktu selama 20 menit, Arumi pun tampak cantik dengan mengenakan terusan berwarna peach.
Ia berjalan keluar dari kamarnya. Gadis itu melihat Samuel telah berganti pakaian yang disiapkan oleh asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Arumi.
"Sam, apakah tugas yang aku berikan padamu telah kamu kerjakan?" tanya Arumi seraya berjalan menuju mobilnya.
"Sudah aku siapkan. Apakah kamu membutuhkannya hari ini?" tanya Samuel.
"Bukan hari ini, mungkin besok. Kamu juga harus mempersiapkan diri untuk menemaniku esok hari," ucap Arumi.
"Kamu tenang saja, Baby."
...****************...
Fahri menundukkan pandangannya. Lagi-lagi ia dimarahi oleh atasannya dengan alasan bahwa pekerjaan yang ia kerjakan tidak sesuai.
"Ma-maafkan saya, Pak."
"Sampai kapan kamu terus meminta maaf? Kamu selalu saja membuatku naik pitam. Apa kamu sudah tidak ingin bekerja lagi?!" tanya atasannya.
"Jangan pecat saya, Pak. Saya sangat ingin bekerja. Saya berjanji akan memperbaikinya," ujar Fahri.
"Baik. Aku akan tunggu satu jam kemudian. Kau harus menyelesaikan semua kesalahan ini," ujar pria tersebut melemparkan berkas ke wajah Fahri.
Fahri menunduk, memunguti berkas-berkas yang berhamburan. Setelah semuanya terkumpul,.pria itu menundukkan kepalanya untuk pamit undur diri.
Pria itu sedikit menghempaskan tubuhnya menduduki kursi. Pria tersebut menghela napasnya, lalu kemudian mulai mengerjakan yang harus ia perbaiki ulang.
"Wanita itu ... bukankah dia adalah putri dari bapak pimpinan?" ujar bisik-bisik rekan kerja yang bersebelahan dengan Fahri. Keduanya tampak asyik dengan pembicaraan mereka.
Fahri mencoba mengabaikan orang-orang yang ada di sekitarnya, untuk lebih fokus lagi merevisi dokumen yang diminta oleh atasannya tadi.
Bisik-bisik itu semakin lama semakin mengganggu Fahri. Pria itu mengepalkan tangannya, saat merasa sudah tidak tahan, Fahri pun beranjak dari tempat duduknya, berjalan menuju ke pantry untuk membuat segelas kopi.
"Sebenarnya aku sudah muak dengan tekanan atasan yang ada di kantor ini. Namun, aku memiliki tanggung jawab saat ini. Istriku harus ku nafkahi," gumam Fahri.
Pria itu menyesap kopinya sejenak. Setelah kopinya habis, lalu kemudian ia membuang paper cup yang digunakan untuk mewadahi kopinya tadi ke kotak sampah.
Fahri kembali ke meja kerjanya. Ia sudah mengobati rasa kesalnya dengan secangkir kopi. Pria itu pun kembali melanjutkan pekerjaannya.
Di waktu yang bersamaan, Arumi menatap remeh pada pria yang tengah duduk di atas singgasana yang seharusnya itu adalah tempat Arumi. Pria tersebut terlihat tak bergeming, bahkan kedatangan Arumi seakan menjadi petaka baginya.
"Ada apa? Apa kamu merasa terkejut karena aku keluar dari rumah sakit," ujar gadis tersebut secara gamblang.
"Tentu saja tidak, Sepupuku. Aku sangat senang karena kamu telah pulih dari penyakitmu. Semoga saja suatu saat nanti penyakit itu tak datang menghampirimu lagi," ucap pria tersebut seraya terkekeh.
Samuel yang mendengarkan hal tersebut mengepalkan tangannya. Arumi memberikan kode pada Samuel untuk tetap tenang.
"Apakah kamu takut jika kesembuhan ku dapat kembali mengambil posisiku lagi?!" ujar Arumi tersenyum sinis.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Erina Munir
ohhh..ternyata oh ternyata..songong banget luh pk..sok banget gw kiranluh yg punya perusahaan ini..ternyata arumi yg punya..mana soknya ga ketulungan lgi hadeehhh gregetan gw
2024-12-20
0
Ekawati Hani
Ko yang ada dalam bayanganku visual Arumi itu Dilraba dimurat 😁
2022-09-26
1
Lari Ada Wibu
kekekekkeke
2022-08-26
0