Pagi itu, Sifa menyiapkan beberapa makanan dibantu oleh ibunya yang sedang berkunjung. Fahri tersenyum, karena akhirnya ia dapat menikmati masakan sang istri lagi.
Mertua Fahri tengah menggoreng ikan. Aromanya tercium tampak begitu lezat. Sementara sang istri, ia memotong beberapa bumbu yang akan digunakan untuk menumis sayurnya.
Fahri bersiap-siap, pria itu mematut dirinya di cermin sembari memasang dasi kesayangannya. Pemberian dari Sifa saat hari ulang tahunnya.
"Mana suamimu? Kenapa dia belum keluar juga?"
Terdengar suara sang mertua menanyakan keberadaan Fahri. Pria itu mengulas senyumnya. Lalu kemudian ia pun merasa sudah cukup dengan penampilannya. Fahri pun keluar dari kamarnya karena merasa bahwa kedua wanita yang sedang berada di dapur tengah menunggu dirinya.
Langkah Fahri kian melambat saat tanpa sengaja ia mendengar sang mertua tampak memelankan suaranya berbincang dengan Sifa.
"Ibu bertemu dengan Aldo, mantanmu. Kau tahu? Saat datang ke rumah, ia menanyakan dirimu," ujar sang mertua yang dapat tertangkap oleh telinga Fahri. Pria itu memilih untuk menghentikan langkahnya, karena ia ingin tahu apa saja yang dibicarakan oleh mertuanya.
"Aldo? Kenapa dia menanyakan ku?" tanya Sifa.
"Ya ... kau pikir saja sendiri. Kira-kira kenapa mantan tiba-tiba datang dan menanyakan kabarmu?" ujar Mertua Fahri mengangkat sedikit dagunya seraya melipat kedua tangannya di depan.
Sifa berpikir sejenak, laku kemudian mengendikkan bahunya.
"Bodoh! Tentu saja karena dia masih menyukaimu. Asal kau tahu, saat dia datang ke rumah, penampilan Aldo semakin keren. Dia juga mengendarai mobil mewahnya," hasut Mertua Fahri.
"Andaikan saja Aldo yang menjadi menantuku ... Hidupmu pasti akan sangat makmur, Sifa. Kau tidak perlu bekerja untuk membantu mendanai suamimu yang payah itu," ketus Mertua Fahri.
Fahri mendengarkan semuanya tanpa ada yang tertinggal sedikit pun. Dengan mata yang sedikit memerah, Fahri mengelus dadanya. Entah mengapa ia ingin sekali menulikan telinganya, akan tetapi rasa penasaran pria itu terlalu besar hingga menyakiti hatinya sendiri.
"Udah, Bu. Aku mau panggil Mas Fahri dulu. Nanti orangnya dengar ucapan ibu. Lebih baik dilanjutkan nanti saja. Lewat telepon," ujar Sifa.
"Baiklah," timpal Mertua Fahri dengan malas.
"Mas ... Mas Fahri ... Ayo sarapan!" seru Sifa.
Fahri langsung menormalkan kembali wajahnya. Ia pun perlahan keluar dari tempat persembunyiannya. "Wah ... dari aromanya saja sudah bisa ditebak, masakan ini pasti benar-benar lezat,"ucap Fahri sembari mengulas senyumnya. Pria itu seakan melupakan apa yang di dengarnya beberapa menit yang lalu.
"Tentu saja. Masakan ibu memang selalu juara," ujar Sifa.
Fahri mengacungkan kedua ibu jarinya. Lalu pria tersebut menarik kursi yang ada di hadapannya.
"Ini punya Mas Fahri," ujar Sifa memberikan piring yang ada di tangannya.
"Makasih ya," ucap Fahri.
Sifa menimpalinya dengan sebuah anggukan kecil.
Sembari menikmati makanannya, Fahri sesekali melirik ke arah mertua dan istrinya secara bergantian. "Setidaknya biarkan seperti ini terlebih dahulu jika diamku membuat semuanya baik-baik saja," batin Fahri.
...****************...
Rumah Sakit Cempaka ...
Seorang gadis berparas cantik tengah menatap ke arah luar jendela. Gadis itu mengenakan pakaian rumah sakit, menatap lurus ke arah luar untuk melihat sinar mentari yang sedikit menyengat.
Hari ini ia dipulangkan karena dinyatakan telah sehat setelah menderita kanker kelenjar getah bening. Gadis itu sesekali menatap ke arah pintu, berharap bahwa ada seseorang yang akan menjemput kepulangannya.
Namun, setelah cukup lama ia menatap ke pintu itu, ia mendapati sebuah kekecewaan belaka. Satu-satunya anggota keluarga yang masih hidup, seakan tak ingin menyambut kepulangannya.
Gadis itu mengambil kaca mata hitam yang ada di atas nakas. Ia mengenakan kacamata tersebut untuk menutupi matanya yang mulai tertumpah ruah dengan bulir bening yang mulai berjatuhan.
Ceklek ...
Terdengar suara seseorang membuka pintu. Dengan cepat, ia pun mengusap air mata yang sempat membasahi pipinya.
"Halo Baby, selamat ya cantikku akhirnya kami bisa sembuh juga," ucap pria dengan nada yang gemulai serta badan yang lentur berjalan mendekati gadis berkacamata itu.
"Why Arumi? Ada apa denganmu? Di bawah atap rumah sakit dengan memakai seragam pasien, kau masih ingin terlihat modis dengan kacamata hitammu? Apakah ini adalah Outfit On The Day (OOTD) ala Arumi Agnesia Aryaduta?" ujar pria tersebut seraya meliukkan tangannya dan sesekali membenahi rambutnya.
Gadis tersebut menoleh pada pria itu tanpa melepaskan kacamata yang bertengger di batang hidungnya. "Sebaiknya tutup mulutmu!" ketusnya.
"Kau sudah menyiapkan mobilku bukan?" tanyanya.
"Tentu saja, Princess. Aku telah menyiapkan semuanya untukmu," ujarnya seraya mengeluarkan kunci mobil dari dalam saku jaketnya.
Arumi mengambil kunci yang di serahkan oleh pria tersebut. Ia pun melenggang keluar dari ruangan itu.
"Hei, Baby! Apakah kau tidak mengganti bajumu terlebih dahulu?" tanya pria gemulai itu.
"Tidak perlu! Jika mereka minta untuk di bayar atas seragam ini, maka aku akan mentransfer uangnya," ujar Arumi tanpa melihat lawan bicaranya.
"Ulala ... porsi wanita kaya raya memang sedikit berbeda ya," gumam pria tersebut yang mengikuti derap langkah Arumi yang begitu cepat.
Keduanya tiba di parkiran. Arumi langsung memasuki mobilnya, diikuti oleh pria yang sedari tadi mengikutinya.
"Kita mau kemana?" tanya pria gemulai itu seraya memasang sabuk pengamannya.
"Pertanyaanmu sungguh sangat konyol!" cecar Arumi.
"What? Konyol? Hello ... pertanyaanku itu merupakan suatu pertanyaan yang wajar, Baby."
"Sebaiknya tutup mulutmu, Sam!"
"Oke," timpal pria gemulai itu seraya mengerucutkan bibirnya menggerutu.
Arumi melajukan mobil tersebut menuju ke jalanan. Wanita itu membawa kendaraannya dengan sedikit mengebut, membuat Samuel melontarkan kata-kata umpatan bertubi-tubi kepada Arumi.
Gadis itu hak mendengarkan ucapan Samuel. Semakin banyak racauan Samuel, maka semakin cepat pula Arumi membawa mobil tersebut.
Arumi memberhentikan kendaraannya saat tiba di depan pekarangan rumahnya. Pria yang ada bersama dengan Arumi sesekali memijat kening karena pusing.
"Entah mengapa aku semakin sering dan terlalu sering menuruti wanita sedikit gila itu!" ujar Samuel yang kemudian turun dari kendaraan tersebut.
Arini masuk ke dalam rumahnya. Beberapa pelayan menyambut kedatangan dirinya. "Dimana mama?" tanya Arini pada ketua pelayan.
"Itu ... Nyonya ...." ketua pelayan tampak gugup hanya untuk menjawab pertanyaan Arumi.
Gadis itu mengernyitkan keningnya. Lalu kemudian ia berjalan ke kamar ibunya. Arumi membuka pintu tersebut begitu saja tanpa mengetuknya terlebih dahulu.
Ia melihat dengan jelas, ibunya saat itu tengah berada di bawah kungkungan seorang pria. Melihat hal tersebut, Arumi mengambil vas bunga yang ada di atas meja.
Prang ....
Ia pun melemparkan vas bunga tersebut dengan keras, hingga vas itu pecah berserakan. Kedua orang yang tak berbusana itu langsung terkejut dan menutupi dirinya dengan selimut.
Wanita paruh baya itu dengan gugup menatap anaknya . "Kamu sudah pulang?" tanyanya.
Arumi menatap ibunya dengan sinis. Ia melihat pria yang ada di samping ibunya. Pria yang mungkin tak jauh seusia dengannya.
"Iya, aku pulang. Apakah mama peduli? Bahkan kepulangan ku disambut dengan hal sekeji ini. Jika mama ingin melakukannya, sebaiknya sewalah hotel, jangan pernah bawa lagi jal*ng-jal*ng ibu ke rumah ini!" tegas Arumi menatap kedua orang tersebut dengan nyalang.
Ia pun langsung melangkah pergi dari kamar ibunya dengan perasaan kecewa. "Hanya papa yang dapat mengerti diriku. Tapi ... mengapa papa begitu cepat meninggalkanku," batin Arumi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Erina Munir
waduuh maknya jdi kaya begitu...amit2 deehhh
2024-12-20
0
YK
rasanya aneh kalo nyebut pria jalang... 🤔
2022-10-18
1
YK
wow, mukjizat kalo bisa sembuh dari kanker ini krn hampir mustahil...
2022-10-18
1