"Rara.... Kamu jangan sedih-sedih lagi ya? harus semangat. Ingat, semua kejadian ada hikmahnya. Yakinlah, Bimo pasti datang menjemputmu. Ibu tahu betul gimana sifatnya Bimo. Dia itu pria baik dan penuh tanggung jawab. Mungkin ia sedang menyiapkan sesuatu untukmu. Jadi, kamu yang sabar, jangan mikir macem-macem. Tetap berada di jalan yang benar." Anin menasehati Rara dengan sikap keibuannya. Rara tersentuh sekali. Ternyata selain ayahnya masih ada Anin, yang mau mengerti ia. Yang tak menyudutkannya.
"Iya Bu " Dengan cepat Rara memeluk Anin. Ia sampai menangis saat memeluk Anin. Rasanya sedikit legah. Ada yang mengkhawatirkannya. Ia jadi semangat lagi.
"Ibu turun dulu."
Rara mengangguk pelan, ia masih merasa enggan pada Anin. Karena ia banyak salah pada wanita itu. Saat Anin menjaganya di rumah sakit. Anin selalu di maki-makinya. Dibentak dan disepelekan.
Anin tak membalas sikap kasarnya Rara. Wanita itu malah menyuapi Rara makan tadi. Hal itu membuat Rara jadi malu pada diri sendiri.
Saat Anin keluar dari kamarnya. Rara juga mengikuti wanita itu. Tapi, langkahnya terhenti. Saat melihat Zahra pingsan. Dan Anin terlihat heboh. Karena putrinya pingsan.
Rara sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Akhirnya ia memutuskan mencari tahunya. Menanyakan pada pelayan, dan memastikan informasi yang didapat nya ke pak satpam.
Jantungnya Rara berdegup kencang, karena mendengar cerita pak satpam. Mentalnya masih lemah. Ia tak sanggup melihat kelakuan bar bar sang ibu. Yang tak ada kesabaran itu. Pak Satpam juga menunjukkan rekaman CCTV. Dimana kelakuan sang ibu, yang tak punya aturan itu. Ia merasa malu punya ibu seperti itu.
Rara yang emosional, akhirnya memilih kembali ke kamarnya. Lagi-lagi di kamar ia menangis histeris.
"Bu.... Kenapa ibu seperti itu? kenapa ibu tak baik dan lemah lembut seperti ibu Anin." Rara bermonolog, air mata terus saja berderai tiada henti. Kalau ditampung mungkin ia sudah mengeluarkan air mata satu galon. Lelah menangis dan meratapi nasibnya. Rara malah tertidur.
***
Rara terbangun, karena merasakan perutnya yang keroncongan. Ia membuka matanya yang sembab. Rasanya badannya berat sekali, sepi ditimpa batu besar. Harusnya tidur siang malah buat fresh, ini sebaliknya. Tubuh nya terasa remuk redam.
Huuffftt...
Ia menghela napas berat. Melakukan rutinitas 5 M, membosankan juga. Makan, minum, melamun, merenung, mengkhayal.
Ia yang merasa bosan itu membersihkan wajah di wastafel. Siapa tahu bisa seger. Setelah itu, Rara pun mulai menyantap makan siangnya. Yang sudah ada di dalam kamarnya itu. Tepatnya di atas meja.
Selesai makan, Rara menyeret kakinya ke balkon. Ia yang bosan, menatap ke taman belakang rumah mereka. Ia jadi punya keinginan memberi makan ikan ikan yang ada di kolam itu.
Dengan semangat ia menyeret kakinya ke taman belakang rumah mereka. Sesampainya di sana. Ia terdiam sejenak. Kenangan masa kecilnya bersama Bimo melintas di pikirannya. Dulu mereka sering bermain di taman ini yang indah ini. Kejar-kejaran, main ayunan, ngasih makan ikan di kolam, bahkan main sepeda. Seandainya paman Bimo baik seperti dulu. Ia pasti semangat lagi menjalani harinya ke depan.
Huuuekkk
Huuekkkk
Huueekk
Perhatian Rara teralihkan ke asal suara seseorang yang muntah.
"Zahra ..!"
Rara melihat Zahra muntah-muntah dekat kolam, yang tempat nya tak jauh darinya saat ini. Jumlah kolam di tempat itu ada lima. Dan Rara lagi berada di kolam paling ujung.
Huueekk...
Hueekk
"Zah... Zahra...!"
Rara berlari cepat ke arah Zahra yang kini terlihat kesakitan, mengeluarkan semua isi perutnya.
Tapi, Zahra menatapnya tajamnya. Sehingga ia takut mendekati Zahra. Akhirnya ia hanya bisa melihat, para pelayan wanita membawa Rara masuk ke dalam rumah.
Tapi, setelah dipikir-pikir, ia tak boleh egois. Sudah saatnya menunjukkan kepedulian.
Rara pun akhirnya mengekor me kamarnya Zahra.
"Aku bisa sendiri. Kalian keluarlah!" titah Zhara ramah, pada ketiga pelayan. Auto, ketiga pelayan itu meninggalkan kamar itu.
Dan Rara masih bergeming di tempatnya.
Zahra mendudukkan bokongnya di tepi ranjangnya. Tentu saja kedua matanya selalu waspada. Jangan sampai Rara duluan memukul nya.
"Eemmm.... Ba--gaimana keadanmu?" Rara gagap, ia tak sanggup menatap ke arah Zahra.
Sedangkan Zahra dibuat kaget dengan nada bicara Rara yang lembut. Ia hampir terjatuh saat duduk di tepi ranjangnya.
Zahra yang terkejut, gak tahu harus bersikap apa. Dia pun akhirnya terdiam, tak menjawab pertanyaan Rara. Auto Rara merasa sedikit tersinggung dengan sikap dinginnya Zahra Ternyata Zahra masih benci padanya. Dia didiamkan, padahal ia sudah mengumpulkan semua keberaniannya untuk bisa berhadapan dengan Zahra.
Brugggkk
Rara kini bersimpuh di hadapan Zahra. Tentu saja sikapnya Rara membuatnya Zahra terkejut. Saking terkejutnya kedua kakinya terangkat ke atas, dan mengenai dagunya Rara. Wajahnya pucat nya Rara sampai oleng. Seolah Zahra menendangnya. Padahal Zahra tak mau Rara bersimpuh di hadapannya. Makanya ia mengangkat cepat keduanya kakinya. Eehh... Gak tahunya malah menyenggol dagu lancipnya Rara
"Ya ampun.... Rara, aku gak bermaksud. Aku, tadi hanya mau mengangkat kaki ku saja " Zahra jadi serba salah. Ia terlihat panik dan meras bersalah sekali. Seperti nya tendangannya saat kuat. Pasalnya suara tumbukan antar gigi nya Rara terdengar. Ya tadi mulutnya Rara sedang terbuka. Karena ia sedang bicara. Tapi, karena kena tendangan kilat. Mulutnya jadi tertutup kuat.
"Ra, maaf ya!" Zahra dengan paniknya meraih wajah Rara, yang terlihat pucat pasi. Ya Rara sensitif saat ini. Ia pantas mendapatkan tendangan tak disengaja itu. Karena ia memang sudah terlalu jahat selama ini.
"Gak apa-apa Zahra, kamu kan gak sengaja." Rara melepas tangan Zahra dari wajahnya dengan tangan gemetar. Sungguh sebenarnya ia takut pada Zahra. Karena, setiap ia ingin menyerang Zahra. Ia pasti kalah tegak dibuat Zahra.
Jantungnya Rara tak hentinya bergetar hebat. Begitu juga dengan Zahra. Pertemuan dua betina, yang punya emosi meledak-ledak, kini sama-sama bersikap manis. Mencoba meredam, emosi dan ingin saling memaafkan. Karena memang tak ada gunanya mereka masih mempertahankan ego dan tetap ingin bermusuhan.
Sungguh suasana ruangan kamar nya Zahra sangat menegangkan. Karena keduanya lama terdiam.
"Eemm... Kamu duduk di sini saja." Zahra dengan kikuknya memegang kedua bahunya Rara. Membantu wanita itu untuk bangkit.
"Ii--ya," Rara tak kalah kikuknya.
Huffttt...
Keduanya sama-sama memalingkan wajahnya sebentar. Guna menghela napas panjang. Mengibas-ngibaskan tangan masing-masing ke arahnya sendiri. Mereka yang nervouse benar-benar merasa kehabisan oksigen di dalam ruangan ber AC itu.
Pertemuan ini sangat menegangkan, sekali sangat geli.
Haihaihai...
Zahra sebenarnya ingin tertawa, ia merasa lucu dengan tingkah mereka yang kikuk saat ini. Mereka seperti sepasang kekasih saja. Yang terlihat tegang dan bingung.
Merasa sedikit tenang. Rara memutar lehernya menghadap Zahra. Ia meraih tangan kanannya Zahra. Lagi-lagi Zahra dibuat kaget.
"Maafin Aku Zahra, gara -gara kelakuanku kamu banyak menderita." Ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Menatap sendu Zahra yang kini terbengong.
Zahra mencari ketulusan di kedua mata indahnya Rara, dan ia melihat ada ketulusan di mata indah itu. Rara juga terlihat begitu menyesali perbuatannya selama ini.
"Iya Rara, aku juga minta maaf ya, aku juga sering melawan padamu." Sahut Zahra, kini keduanya malah berjabat tangan. Dan keduanya terlihat sedih.
"Kamu gak ada salah Zahra. Aku yang salah padamu. Aku gak tahu kamu siapa, tapi karena keegoisanku dan rasa cemburu di hati yang berkarat ini. Kamu jadi pelampiasanku. Aku, Aku cemburu padamu Zahra. Guru-guru banyak yang menyanjugmu. Kamu punya banyak teman. Sedangkan aku," Rara yang bicara sambil menangis, tak sanggup lagi melanjutkan ucapannya. Ia memegangi dadanya yang terasa sesak. Ia menunduk malu. "Sedangkan aku, harus menyogok kawan-kawan kita agar mau berteman denganku...! Hua Hua Hua....!" tangis wanita itu pecah sudah.
Ia sadar, benar-benar telah sadar. Bahwa semua kelakuan nya adalah salah. Makanya orang-orang tak ada yang mau berteman dengannya. Walaupun ada, tak ada yang tulus padanya. Semuanya ada maksud dan keinginannya. Sedangkan Zahra orang-orang pada tulus padanya. Bahkan Ferdy sering memberikan bantuan.
"Aku iri padamu Zahra. Aku ingin merasakan, apa yang kamu dapatkan itu. Kebahagiaan itu, teman yang tulus itu. Dan aku ingin kamu berada dalam posisiku. Hancur dan dibenci orang-orang. Makanya, terbersit lah niat jahat itu, diwaktu acara perpisahan dengan teman-teman. Maafkan aku ya..!" Zahra yang meras bersalah, tak berniat memeluk Zahra. Ia takut ditendang dengan pengakuan yang ia buat.
Grappp
Bukannya ditendang atau ditolak. Zahra malah meraih Rara dalam pelukannya.
"Iya Rara, aku sudah memaafkanmu." Ujar Zahra dengan menitikkan air mata. Ia terharu sekali dengan ketulusan Rara yang meminta maaf padanya.
"Maafkan aku ZahRa..!" banyaknya salahnya, membuatnya merasa tak cukup, hanya satu kali minta maaf.
"Iya Rara, aku sudah memaaafkanmu. Aku juga minta maaf ya. Pasti sikapku banyak yang buat kamu kesal.
"Iya..!"
Keduanya pun kembali menangis dalam keadaan saling berpelukan.
Mintaa maaf bisa membuat kita terbebas dari tekanan rasa bersalah. Masalahnya meminta maaf bukanlah hal mudah. Terutama jika kesalahan yang diperbuat besar. Kadang butuh kedewasaan bersikap untuk mengesampingkan ego demi mengakui kesilapan kita. Rara telah berhasil mengenyampingkan egonya. Padahal ia adalah anak yang keras kepala.
TBC
Like, Coment dan vote.
Dibaca lagi dong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Isti Qomah
teletabis berpelukan ʕっ•ᴥ•ʔっ rara dg zahra
2022-08-06
0
Darna Wati
hem.. ayah ezra pasti sangat senang...
2022-08-03
0
Kayla Hasifa Hasifa
semoga dengan saling memaafkan kehidupan Zahra dan Rara selalu bahagia 😊😊
2022-07-26
0