Pukul 9 pagi, Rara terbangun. Ia memegangi kepalanya yang terasa berat dan sakit sekali. Seperti nya karena menangis semalaman suntuk membuatnya bangun kesiangan dan juga sakit kepala yang amat.
Wanita itu memang sering bangun kesiangan. Maklum anak yang sudah overdosis. Mana pernah ia melakukan ibadah diwaktu subuh.
Seluruh badannya terasa remuk redam. Ini akibat karena begadang. Rara terdiam sejenak di atas tempat tidurnya. Memikirkan keputusannya tadi malam. Di mana ia tak mau larut dalam kesedihan, karena tak ada orang yang menginginkannya.
"SEMANGAT..... SEMANGAT..!"
Ujarnya dengan mengangkat tangannya yang dikepal kuat. Tapi, tangan itu malah turun lagi dengan loyo. Bibirnya mengatakan SEMANGAT. Tapi, mentalnya belum siap. Ia butuh seseorang, ia tak sanggup bangkit sendirian. Sejenak matanya berkaca-kaca sudah.
"Iihhh.. Apaan sih? gak mau setres.... Masih ada ayah yang sayang padaku. Semangat .. Semangat...!"
Teriaknya lagi, turun dari ranjang ia akan membersihkan tubuhnya. Rara itu orangnya pembersih. Mandi saja bisa Berjam jam
Semua digosok dan diluluri. Bahkan ia suka berendam di bath up.
Satu jam, akhirnya acara mandinya selesai juga. Ia merasa tubuhnya lebih rilkes, sakit di kepala juga sudah hilang. Sembab di mata juga sudah tidak ada.
Tok
Tok
Tok
Mendengar suara pintu kamar diketuk dengan tak sabaran, membuat Rara mempercepat acara memakai bajunya. Ia pun menepuk jidatnya sendiri. Menyayangkan kamarnya yang sudah seperti kapal pecah. Tisu berserak, fotonya bersama Bimo yang dirobeknya masih memenuhi lantai kamar itu.
"Aduhhh.... Gimana ini?" Rara panik, ia tak mau disalahkan lagi oleh orang-orang di rumah itu, karena kamar nya seperti kapal pecah. Ia memang sudah sadar diri. Karena, ia bukan bagian inti dalam keluarga ini. Jadi ia tak boleh lagi sesuka hatinya seperti selama ini. Karena, bisa dikatakan ia adalah orang asing yang menumpang di rumah itu.
Dibalik pintu kamarnya Rara
Tok
Tok
Tok
Anin akhirnya mau menggedor lagi pintu kamar nya Rara. Setelah berdebat panjang dengan Zahra. Karena keduanya tak ada yang mau mengetuk pintu kamar itu lagi.
"Assalamualaikum....!"
Rara semakin panik di dalam kamarnya, karena mendengar suara kencangnya Zahra. Jujur, Rara sudah takut pada Zahra. Ia selalu Kalak telak dibuat wanita itu dan kini, kenapa Zahra menggedor-gedor pintu kamarnya?
"Apakah aku akan diusir dari rumah ini?" ujarnya ketakutan membayangkan itu. Ke mana ia akan pergi. Tak mungkin kembali pada ibunya. Ia sudah taubat. Ia tak mau mengikuti cara hidup ibunya Rani yang rusak.
Suami nya saja meninggalkannya.
Kalau Rara trauma pada Zahra. Hal yang sama juga dirasakan Zahra. Ia juga traumah jika harus berhadapan dengan Rara.
Ia yang mengucapkan salam, memegangi dadanya yang berdebar-debar. Ia sebenarnya traumah untuk berkomunikasi dengan Rara. Karena Zahra tak ingin berdebat. Tahulah Ia dan Rara musuh bebuyutan.
"Rara.... Ini aku Zahra, buka dulu pintunya. Kamu harus makan." Ujar Zahra lembut, tapi ekspresi wajah nya mengejek Zahra dari balik pintu. Tentu saja Anin menjewer kuping Zahra yang menurut nya tak sopan itu.
"Iihhh... Si umak, sakit tahu." Zahra memegangi kupingnya yang baru saja dijewer sang ibu.
"Kamu kenapa mengejek dia dibalik pintu. Kamu itu sekarang sudah jadi ibunya. Harus Isa bersikap bijak. Walau hatimu kesal dan benci padanya. Kamu tak perlu menunjukkan rasa benci itu. Sabar....!" Ujar Anin pelan, yang ditanggapi Zahra dengan tersenyum kecut.
"Aku bukan ibu sambungnya Mak. Dia itu bukan anaknya Hubby!" bisik Zahra.
"Iya, umak tahu, tapi Ezra masih menganggapnya anak. Jadi, kamu juga harus bisa menganggap nya sebagai anak " Jelas Anin dengan wajah seriusnya.
"Aku akan menganggap nya anak, jika dia bersikap sopan padamu. Kalau dia masih pandang enteng dan tak menghargai aku sebagai nyonya rumah di sini. Jangan harap, aku akan menganggapnya anak " Ujar Zahra kesal. Sakit hatinya belum habis pada Rara.
"Ra, orang tua itu harus mengalah."
"Ogah... Aku bukan emaknya!" tegas Zahra, kembali mengetuk pintu dengan kuat.
"Rara, buka pintu nya sayang. Kamu harus makan." Kini Anin yang membujuk Rara.
Ciihh...
"Dasar anak manja!" Ujar Zahra dengan muka kesalnya. Bibirnya terlihat naik sebelah. Dia sewot parah.
Rara yang tadinya ketakutan untuk membuka pintu. Akhirnya memberanikan diri juga membuka pintu itu, tentu saja tangannya gemetaran saat memegang handle pintu kamarnya itu.
Ceklek ..
Pintu itu terbuka juga. Terlihat Rara menundukkan kepalanya.
"Iya Bu, maaf. Tadi aku sedang mandi." Ujarnya pelan, masih merasa takut kepada Zahra yang melototinya. Pintu kamarnya hanya terbuka sedikit.
"Oohh.. Mandi wajib?"
"Zahra...!" Anin merapatkan giginya menatap tajam sang putri, yang dari tadi seolah ingin ajak perang.
Mana mungkin Rara mandi wajib. Pengantin prianya saja kabur.
Ucapan mengejeknya Zahra, sebenarnya sangat mengusik hatinya Rara. Tapi, ia tak mau memperpanjangnya. Ia pun tak mau menanggapi ucapannya Zahra. Karena ia sudah tak punya kuasa lagi. Zahra bisa saja menendangnya dari rumah itu. Mana suaminya kabur. Kalau ia melawan, ia diusir. Ia harus pergi ke mana? haruskah ia kembali pada ibunya? karena tak ada lagi yang menyayanginya di rumah itu.
"Maaf, aku merepotkan." Tangannya meraih tempayan tempat makanan untuknya dengan gemetar. Jujur mentalnya sedang tak stabil saat ini.
"Kami gak boleh masuk ya?" tanya Zahra menatap tajam Rara. Sebelum Rara menekannya. Ia harus menunjukkan kuasanya. Ia nyonya di rumah itu. Rara bersikap seolah Sedikit pun ia seolah tak ingin Zahra dan Anin masuk ke kamarnya.
"Oouuww.. Bu-- kan seperti itu, ka-marku berantakan." Ujar Rara dengan tergagap. Ia merasa nyawa terancam sekarang. Gimana kalau kedua wanita di hadapannya menghabisi nya. Membalaskan dendam.
"Makanya jangan mengurung diri, agar ART membersihkan kamarmu. Kamu gak lagi nge-fly kan?"
"Gak.... Gak....!" Bantah Rara cepat, saking terkejutnya ia, makanan yang ada di tangannya hampir saja terjatuh.
"ZahRa....!" Anin melotot tajam pada Zahra.
"Aku kan hanya nanyak Mak. Kalau gak ya syukur." Ujar Zahra melewati Rara nyelonong masuk ke kamarnya Rara yang berantakan.
Ya semalaman suntuk ini, Rara melampiaskan kekesalannya. Banyak barang-barang yang terlempar. Tisu berserakan, foto-foto banyak yang pada dirobeknya.
"Jangan diambil hati ucapan Zahra. Ayo, kamu makan dulu." Anin merangkul lembut Rara yang terlihat ketakutan itu.
Jelas ia takut dan kena mental. Ia pernah memaki-maki Anin, saat Anin menjaganya di rumah sakit. Dan sekarang Amin, memperlakukannya dengan baik
Rara sungguh merasa tak aman sekarang. kedua wanita yang ada di kamar nya, adalah wanita yang pernah di-bully nya.
"Enak ya jadi orang kaya. Kalau marah dan kesal. Barang dilempar, dipecahkan dihancurkan. Gak mikir kerugian yang ditimbulkan. Kalau orang miskin kan pasti mikir." Ujar Zahra mulai memungut barang-barang Rara yang berantakan. Mulai dari bantal, baju-baju, boneka dan album foto.
Rara yang ketakutan gak berani menatap Zahra. Ia duduk dengan penuh kewaspadaan di sofa yang ada di sudut ruangan itu, ia tahu, ia salah. Tak seharusnya ia membuat kamar nya jadi kapal pecah.
Anin terlihat ingin menyuapinya.
"A-ku, Aku bisa bu." Ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Rara akan sangat tersentuh sekali, apabila ada orang yang bersikap baik dan tulus padanya. Seperti yang dilakukan Amin saat ini.
"Tangan mu kan masih sakit. Ayo buka mulutnya!" ujar Anin dengan ramahnya. Bahasa tubuh nya terlihat penuh ketulusan.
Dengan menahan cairan bening yang mendesak keluar dari mata indahnya. Rara pun membuka mulutnya dan satu suapan lolos sudah.
"Perban tanganmu belum di pasang?" Anin memperhatikan pergelangan tangannya Rara yang dijahit itu
"Belum Bu." Ucapnya lemah.
"Eemmm... Seperti nya gak usah diperban lagi. Biar cepat kering." Usul Anin, memerhatikan luka di pergelangan tangan nya Rara.
"Kalau belum satu minggu, harus tetap diperban itu Mak. Biar gak kena kotoran, nanti infeksi lagi. Terus tangannya busuk dan diamputasi. Kan sayang, cantik-cantik cacat."
"Zahra....!" Anin kembali memperingatkan putrinya itu, yang dari tadi selalu memancing-mancing.
"Salah lagi, kan bener yang aku bilang." Jawab Zahra tersenyum kecut. Walau dia sudah memaafkan Rara. Anak itu perlu disindir habis. Syukur-syukur nyadar diri.
"Eeehh.... Ini, ini foto ibot?" Mata Zahra tertarik untuk melihat foto yang mirip sekali dengan Bimo. "Waduh.... Fotonya banyak yang dirobek-robek. Ini fotonya Bimo kan?"
Zahra dengan penasarannya berjalan cepat kepada Anin. Ia ingin Anin melihat foto itu juga.
Rara semakin tak tenang. Karena Zahra membahas foto Bimo.
"Lihat deh Mak." Anin meraih beberapa foto yang disodorkan Rara. Tentunya Foto yang belum disobek-sobek.
"Iya, ini Bimo dan gadis kecil ini siapa?"
Auto Zahra dan Anin sama-sama menoleh ke arah Rara yang sedang membuang muka. Karena wajah anak gadis itu mirip sekali dengan Rara.
"Ini kamu Rara.?" tanya Zahra mendekat kan foto itu kehadapan Rara.
Rara yang tak siap dinterogasi, tak mau menatap foto yang ada di hadapannya.
"Zahra...!" Anin menarik lengan sang putri, agar menjauh dari Rara.
Dari bahasa tubuhnya Rara jelas sudah, kalau ia sedang tak ingin membahas foto itu.
"Sudah, kamu bereskan saja semuanya." Titah Anin, memberi kode dengan matanya. Agar jangan mengganggu Rara dulu.
"Iya Mak " Zahra keluar dari kamar itu. Ia akan meminta ART, membersihkan kamar nya Rara
Lagian ia malas melihat muka Rata, yang kini seperti muka sok polos, tak berdosa itu.
Baru juga Zahra akan masuk ke dapur. Suara ribut di pos satpam cukup menarik perhatian nya.
Zahra dengan penasaran nya menanyakan kepada pelayan. Kenapa ada ribut-ribut di luar.
"Itu ibunya Non Rara, Nyonya!" Jawab ART berjenis kelamin wanita ramah.
"Aku bukan nyonya, nyonya. Jangan panggil nyonya lagi ya" Ujar Zahra lembut, tapi dengan muka masam, tak suka dipanggil nyonya, rasanya ia jadi tua seperti Ezra.
TBC.
Like, coment dan vote rekomendasi dan hadiah dong🙂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Isti Qomah
rara sabar ya jangan sedih mulu ra
2022-08-06
0
Kayla Hasifa Hasifa
Zahra seumuran sama Rara dan Ezra seumuran sama Bimo gitu ya thor...
2022-07-26
0
Kayla Hasifa Hasifa
berarti mereka sama trauma..
Rara takut Zahra
Zahra takut Rara
ujung " nya sama menjauh 😅😅
2022-07-26
0