Bincang-bincang keduanya pun semakin lancar. Ketengangan yang sempat terjadi tadi, kini berangsur mencair. Dan keduanya sudah berani menatap satu sama lain saat bicara.
"Kamu itu ternyata anaknya baik!" ujar Zahra, mendaratkan tangannya di paha Rara. Kini keduanya sedang duduk bersebelahan di tepi ranjang.
Rara menoleh ke arah Zahra dan tersenyum tipis. Meraih tangan Zahra dan menggenggamnya. "Hanya kamu yang mengatakan aku ini baik Zahra." Ujarnya dengan minder. menepuk-nepuk pelan tangan Zahra.
"Ya, kalau yang gak kenal kamu, pasti bilangnya kamu jahat dan sombong. Habis, kamu itu dulu egois, diktator. Inginnya orang di bawah ketekmu semua."
"Bau dong!" sahut Rara cepat, dan keduanya pun tertawa lepas.
"Pantas Hubby membela kamu habis-habisan. Karena kamu dasarnya orangnya emang baik. Penasaran deh, kenapa kamu jadi menyebalkan seperti dulu." Tanya Zahra dengan pemasarannya.
Rara tersenyum tipis, kemudian ia menarik napas dalam. Rasanya sangat sakit jikalau menceritakan penyebabnya.
"Ayo cerita, aku pingin tahu kisah kecilmu. Hingga kita bertemu di sekolah yang di kampung. Aku jadi penasaran, kenapa kamu malah disekolah kan di kampung? Padahal kalian orang kaya." Zahra menatap lekat Rara, ia sudah tak sabar mendengarkan kisah Rara. Moga-moga bisa dibuat jadi inspirasi. Karena, saat ini, Zahra sedang belajar jadi penulis.
"Eemmmm.... Biasalah Zahra, anak yang lagi puber, sedang berada dalam pencarian jati dirinya, ingin mengenal siapa dirinya sebenarnya. Dan saat pencarian jati diri itu, aku gak ada yang mengarahkan. Masalah di rumah saaat itu sangat banyak. Ayah menceraikan Ibu. Karena ibu ketahuan selingkuh, terus usaha ayah saat itu hampir bangkrut karena ulah ibu juga." Ujar Rara dengan tatapan menerawang, ia terlihat sedang mengingat semua kejadian di masa itu.
"Coba bayangkan disaat kamu lagi butuh pelukan hangat sang ibu, dan kamu tak mendapatkannya. Disaat perut kram, karena haid. Tak ada ibu yang menjelaskan hal itu. Aku harus belajar sendiri. Karena malu membicarakan nya pada orang lain. Aku yang kepo, jadi sering browsing hal-hal tentang kewanitaan di internet. Dan tak ayal hal-hal bau por no muncul di layar. Akhhh.... sudahlah tak usah dibahas. Aku yang memang bodoh, tak bisa menahan diri terhadap hal-hal baru. Punya teman yang juga gak ada akhlak. Terpengaruh deh. Suka bolos sekolah, cabut, merokok, minum-minum, dan masih banyak lagi deh kenakalan lainnya. Kamu pasti tahulah."
.Zahra kesusahan menelan ludahnya mendengar cerita Rara. Semua yang dikatakan anak itu, tak pernah dilakukan nya.
Huufftt...
"Kalau diingat-ingat aku bisa muak sendiri. Kenapa aku bisa hancur seperti itu. Ilmu agama yang ku dapat sejak kecil, seolah gak bisa menepis godaan itu. Kadang jiwaku bergejolak. Tahu, itu salah. Tapi, karena gak bisa menahan diri tadi, ya sudah jadilah melakukan hal-hal yang menyimpang. Mana teman curhat dan yang selalu memotivasi tak mau lagi berteman denganku. Heran, sampai sekarang aku gak tahu, apa alasannya ia menjauh. Dan anehnya, ia kembali lagi menghilang. Meninggalkanku disaat rapuh-rapuhnya."
Rara memalingkan cepat wajahnya. Ia tak sanggup lagi menahan emosinya. Air matanya juga sudah mendesak keluar.
Hua....
Zahra menangis histeris.
"Malang sekali nasibku Zahra. Gak ada yang sayang samaku. Lihatlah, ia meninggalkanku..!"
Zahra bingung dengan ucapan Rara, ia kurang mengerti. Siapa yang dimaksud dari dulu meninggalkannya.
"Aku iri padamu Ra, banyak orang yang sayang dan cinta samamu. Sedangkan aku? tak ada yang menginginkan aku. Ibuku selalu sibuk mencari kepuasannya sendiri. Ayah juga sibuk bekerja. Walau kadang di waktu libur, ia mengajakku jalan-jalan. Tapi, bukan itu saja yang ku mau. Aku ingin punya keluarga utuh."
"Banyak yang sayang koq samamu Ra. Hubby sayang banget samamu."
"Gak Zahra, Ayah gak sayang samaku. Ia hanya mengasihaniku." Ucapnya dengan sesenggukan, melap air matanya dengan jemarinya. Ingus sudah mulai menyumbat lubang pernapasannya.
"Gak ada yang sayang samaku. Bahkan ia, pria yang menikahiku, meninggalkan ku!"
Hua....
Rara kembali menangis histeris. Zahra yang tak tega, kembali memeluk wanita itu.
"Dari dulu hanya ia harapanku. Tapi, ia juga meninggalku, disaat aku mulai kehilangan arah. Dan sekarang juga ia pergi." Rara beberapa kali menarik ingusnya yang naik turun itu.
"Maksudmu Ibot Bimo?" Kini Zahra mengurai pelukannya, menatap Rara dengan penasaran nya.
"Pria yang kamu maksud Bimo?" Zahra mengulangi ucapannya. Karena tak kunjung mendapat jawaban dari Rara.
Rara menganggukkan kepalanya lemah. "Iya, saat itu hanya Paman Bimo harapanku. Tapi, nyatanya ia juga menjauhiku. Aku tak tahu apaa salahku. Tiba-tiba saja ia bersikap dingin. Dan malah pindah rumah. Jadinya gak ada teman ku berbagi." Jelas Rara, masih menangis.
Zahra mengangguk kan kepala pelan.
"Dari kecil, paman Bimo sudah baik padaku. Ia terlihat begitu menyayangiku. Tapi, ternyata ia tak sayang padaku." Zahra memberikan tisu pada Rara. Wanita itu pun melap air mata di pipinya serta mengeluarkan ingus yang menyumbat rongga hidung nya.
"Gimana kamu tak merasa hancur. Di hari pernikahan, kamu sudah dicampakkan." Rara memegangi dadanya dan mengelus nya lembut . "Sebegitu buruk kah aku? senajis itukah aku, hingga diabaikan dan tak dianggap seperti ini?" Rara menatap lekat Zahra. Ia seolah meminta penguatan.
"Itu hanya pemikiranmu saja. Kamu itu berharga, jangan merendahkan diri seperti itu." Zahra melap air matanya Rara yang kini membanjiri wajahnya.
"Fakta bicara Zahra. Lihatlah ia pergi sudah "
"Kamu suka paman Bimo?" Zahra kepo, kenapa Rara terlihat terpukul karena ditinggalkan Bimo.
"Mana mungkin aku suka paman sendiri Zahra " Rara menutupi perasaannya. Gak tahu dia Zahra bisa membaca pikiran Rara.
"Kamu suka paman Bimo, kalau gak suka, kamu pasti gak sesedih ini " Ujar Zahra membelai lembut kepala nya Rara.
"Gak tahu, jenis apa perasaan yang ku rasakan saat ini. Yang jelas, aku ingin paman Bimo, baik lagi padaku." Ucapnya lemah. Rara yang tegang kini merasa kehausan. Ia membasahi bibirnya yang kering dengan lidahnya.
"Paman Bimo pergi, pasti ada alasannya. Mungkin ia tak siap untuk berumah tangga cepat. Perlu persiapan mental ke arah hubungan serius itu. Ia lagi berfikir, apa hal baik yang harus disiapkan nya untuk mu."
"Tapi, gak harus melarikan diri. Kalau gak mau, ya ceraikan saja aku. Aku pun tak mau hidup di dunia ini lagi, gak ada yang menginginkanku."
"Rara, jangan bicara seperti itu "
TBC
Dukung dong like, coment dan vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Pepy Aponno
lanjut
2022-08-11
1
Isti Qomah
cinta rara buat Bimo thor
2022-08-06
0
Darna Wati
😭😭..kasian km rara...
2022-08-03
0