Alvaro kembali membantu adiknya turun dari mobil. Pria itu menatap gedung mewah apartemen Zilvia. Ia sedikit lega karena Yugosa memberikan fasilitas yang baik untuk putrinya. Dan perasan itu membuat dirinya sendiri kebingungan.
"Bukankah seharusnya aku membencinya, tapi kenapa justru aku sangat ingin melindunginya dan sekarang aku merasa lega melihat tempat tinggalnya secara langsung." pikir Alvaro.
"Kak..." panggil Zilvia membuyarkan lamunannya.
"Kau tinggal di lantai berapa?" tanya Alvaro.
"Tak perlu mengantarku sampai ke dalam, aku sudah bisa berjalan sendiri. Tapi... kakak tinggal dimana? Bawalah mobilku untuk kembali, ini sudah larut malam."
"Jika kau sudah tahu ini larut malam, kenapa kau masih keluar rumah dan di tempat seperti itu." bentak Alvaro.
"Bukankah aku sudah bilang menghadiri pesta ulang tahun teman." pikir Zilvia.
"Kau tak perlu mengkhawatirkanku, aku bisa mencari taksi." imbuh Alvaro seraya meninggalkan adiknya begitu saja.
Zilvia menatap punggung kakaknya dengan sedih, ia masih ingin bersama Alvaro. Sudah 8 tahun lamanya, pria itu bahkan tidak pernah mau berbicara dengannya walaupun lewat telepon. Malam ini sungguh keajaiban untuk Zilvia karena kakaknya mau berbicara dengannya, bahkan mengantarkannya kembali ke tempat tinggalnya.
Dengan langkah tertatih, gadis itu berjalan menuju pintu masuk apartemen. Ia berhenti sejenak lalu membalikkan tubuhnya, ia mencari cari keberadaan kakaknya yang tentu saja sudah menghilang. Hatinya begitu sakit, dan air mata itupun kembali merebak. Gadis itu berjongkok disana, lalu menangis begitu lama.
"Kapan lagi aku bisa bertemu denganmu kak, kapan lagi kakak akan datang mengunjungiku, kapan lagi aku bisa naik ke punggungmu. Kakak... kapan kau bisa menerima keberadaanku. Aku sangat merindukanmu kak." pikir Zilvia sambil terisak.
Ia tentu saja merasa kesepian di negara lain, setelah ia masuk ke dalam keluarga Yugosa, tak ada lagi keluarga yang bisa ia jadikan tempat untuk mencurahkan isi hatinya dan menjadi tempat berlindungnya. Ibu kandungnya sendiri pergi begitu saja dengan menerima banyak uang dari Yugosa.
Di tempat lain, Alvaro bersembunyi di balik sebuah mobil yang terparkir disana. Ia terus menatap adiknya yang sejak tadi terus berjongkok di depan pintu masuk apartemen sambil memeluk lututnya sendiri. Alvaro menggertakkan giginya, mengepalkan kedua tangannya sambil menyaksikan hal itu.
Hatinya menyuruhnya untuk mendekati gadis itu dan memeluknya. Namun berbeda dengan egonya sendiri, ia masih menyalahkan kehadiran Zilvia sehingga menyebabkan ibunya melakukan bunuh diri.
"Seharusnya aku tidak disini, sialan...!" pikir Alvaro.
Alvaro membalikkan tubuhnya, tapi begitu ia mulai melangkahkan kakinya, ia kembali tak sanggup meninggalkan adiknya disana sendirian. Pikirannya terus bergulat disana. Ia bisa melihat kekosongan dan kesedihan pada mata gadis itu. Walaupun ia terlihat baik baik saja, namun Alvaro tahu jika adiknya tidaklah baik baik saja.
"Ya Tuhan ma, apa yang harus aku lakukan sekarang? Setelah 8 tahun lamanya aku tidak melihatnya, mengapa aku juga merindukannya. Apakah kau tidak akan menyalahkanku karena melupakan kejadian saat itu." pikir Alvaro lagi.
Pria itu kembali membalikkan tubuhnya, tapi ternyata Zilvia sudah menghilang dari pandangannya. Dengan helaan nafas panjang, Alvaro kembali melangkahkan kakinya untuk meninggalkan tempat tersebut.
*****
Sungguh sial bagi Alvaro, sudah lebih dari setengah jam ia tak kunjung mendapatkan taksi. Ia menghubungi Benny dan Leo sejak tadi pun tidak juga dijawab mereka. Umpatan demi umpatan terus keluar dari mulutnya karena kesal. Saat sudah mulai frustasi, akhirnya teleponnya berdering. Nama Benny tertera disana, seketika Alvaro mengangkat teleponnya dan langsung memarahi sahabatnya tersebut.
"Kau lihatlah... sudah berapa kali aku menghubungimu. Kau ingin membuatku mati kedinginan disini?" bentak Alvaro.
"Woooiiii... tunggu sobat, mengapa kau langsung marah marah seperti ini. Bukankah kau sudah kembali ke hotel?"
"Kembali? Ciiiih... aku sejak tadi tidak mendapatkan taksi. Sialan...!!"
Seketika suara tawa terdengar di balik teleponnya membuat Alvaro kembali mengumpat.
"Aku cukup mabuk untuk menjemputmu Al, bagaimana jika kau tinggal saja dengan adikmu?" goda Benny.
"Katakan sekali lagi Ben, maka aku akan pulang malam ini juga ke kota D." ancam Alvaro.
Benny kembali melepaskan tawanya.
"Suruh Leo menjemputku atau aku akan memecatnya." imbuh Alvaro.
"Kau tidak bisa mengancamnya seperti itu Al, Leo bahkan saat ini tak bisa bangun. Bagaimana bisa menjemputmu."
"Haisssss... brengsek...! Seberapa banyak yang kalian minum?"
"Cukup banyak sampai bisa membuat kami tidur selama dua hari."
"Jangan bercanda Ben, segeralah kemari. Aku masih berada di dekat kawasan apartemen gadis itu."
"Apa emosi dan egomu datang lagi? Kau tidak mau menyebut nama adikmu sendiri?"
"Oke baiklah, aku berada di dekat apartemen Via. Cepatlah Ben, aku benar benar kedinginan disini."
Benny terkekeh geli, ini pertama kalinya Alvaro mau menyebut nama panggilan Zilvia di depannya.
"Aku sudah menduga jika kau tidak bisa mendapatkan taksi di jam seperti ini, jadi aku sudah hampir sampai di tempatmu."
"Dasar brengsek... kau mengerjaiku Ben." jawab Alvaro seraya menutup teleponnya.
Alvaro melihat jalanan, dan benar saja mobil sewaan Benny sudah terlihat dekat dengannya. Alvaro melambaikan tangannya dan mobil tersebut berhenti tepat di depannya. Benny berada di kursi penumpang samping supir pengganti. Sedangkan Leo benar benar sudah tak sadarkan diri di kursi belakang. Alvaro menghela nafas panjang seraya masuk ke dalam mobilnya.
Mobil tersebut langsung berjalan lagi, Alvaro menatap Leo yang terkapar di sampingnya sambil mengerutkan keningnya.
"Ia tidak mati kan?" ejek Alvaro.
Benny tertawa. "Ia baik baik saja, tapi ia begitu banyak minum. Sepertinya menemanimu beberapa hari ini membuatnya begitu frustasi."
"Sialan...!!!" umpat Alvaro.
"Mengapa kau nekat mengendarai mobil Zilvia, kau juga sudah minum alkohol Al."
"Aku tidak akan mabuk dengan satu gelas minuman itu walaupun itu pertama kalinya aku mencobanya. Dan beruntung tidak ada petugas yang berpatroli saat aku mengantarkannya pulang."
"Bagaimana keadaannya Al?"
"Bukankah kau sudah bertemu dengannya sebelum aku datang kemari Ben. Jangan coba-coba membodohiku."
"Sepertinya aku salah bertanya, seharusnya yang aku tanyakan bagaimana keadaanmu setelah bertemu dengan adikmu." ejek Benny.
"Diamlah, aku lelah." celetuk Alvaro seraya menyenderkan tubuhnya dan memejamkan matanya.
"Ck... kau membuatku penasaran Al. Kau begitu kesal saat melihat adikmu berada di klub itu. Dan aku tadi melihatmu saat..."
Benny menghentikan ucapannya sendiri. Ia tidak seharusnya banyak bicara soal ini pada Alvaro.
"Baiklah, aku akan diam. Anggap saja aku tidak melihat apapun tadi." ucap Benny.
Alvaro membuka matanya. "Haruskah aku membawanya pulang?"
Pertanyaan Alvaro membuat Benny terkejut.
"Katakan sekali lagi Al."
"Lupakan saja, anggap saja kau tidak mendengarnya." jawab Alvaro kembali memejamkan matanya.
Benny mengumpat. "Aku akan membantumu untuk berbicara dengannya, tapi akan memakan waktu untuk mengurus kepindahan kuliahnya Al."
"Lupakan Ben. Lebih baik ia menyelesaikan kuliahnya disini. Setelah itu, aku baru akan memutuskan apa yang baik untuknya." jawab Alvaro tanpa membuka matanya.
Benny tersenyum, sikap keras Alvaro sepertinya mulai melunak saat ini. Benny tak ingin berbicara lebih banyak lagi sebelum sahabatnya berubah pikiran lagi.
Mobil mereka akhirnya sampai ke parkiran hotel lagi. Alvaro keluar lebih dulu tanpa memperdulikan asistennya.
"Al... bantu aku..." pinta Benny saat berusaha menarik tubuh Leo.
"Haisssss... menyebalkan." celetuk Alvaro seraya memutari mobil lalu membantu Benny. "Seharusnya kau lempar saja pria ini ke jalanan." gerutunya.
"Jangan terlalu kejam Al. Bagaimanapun pria ini yang membantu kita menangani perusahaan." jawab Benny.
"Sayangnya kau benar, kita membutuhkannya."
Benny terkekeh. Keduanya terus memapah Leo masuk ke dalam hotel. Sampai akhirnya mereka berhasil membawa pria itu masuk ke dalam kamarnya sendiri.
"Selanjutnya aku tidak mau mengurusnya lagi." ucap Alvaro seraya meninggalkan kamar Leo.
"Tunggu Al... woooiiii...!!!" teriak Benny.
Namun Alvaro tetap tidak mendengarkan teriakan Benny, pria itu terus melangkahkan kakinya keluar dari kamar tersebut dan hanya mendengar umpatan Benny yang terdengar samar samar. Alvaro pun kembali ke kamarnya sendiri.
*****
Happy Reading All...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
yg sabar ya beny
2022-11-18
3
Yolanda Hanifah
kok GK up LG kak
2022-07-25
2
Ami iyink
❤️❤️❤️❤️❤️
2022-07-20
2