Alvaro menikmati makan siangnya, namun ia merasa risih karena keberadaan sahabatnya yang sedang duduk berhadapan dengannya, yang membuatnya risih adalah tatapan pria itu yang begitu intens tanpa mengedipkan matanya. Alvaro meletakkan sendoknya lalu membalas tatapan Benny.
"Aku sedang makan Ben, bukan untuk dimakan." celetuk Alvaro.
"Hah...?" ucap Benny terkejut.
"Kau menatapku seolah-olah aku adalah makanan yang sangat lezat."
"Jika makananku berbentuk wajah dingin sepertimu, justru selera makanku akan seketika menghilang Al."
"Sialan..." umpat Alvaro membuat Benny tertawa. "Apa yang ingin kau katakan Ben?"
Benny menghela nafas panjang, ia kembali menatap Alvaro dengan serius. "Apa sebaiknya kau menemui psikiater saat kembali ke kota D?"
Alvaro menatap Benny dengan tajam. "Kau sudah tahu jawabannya."
"Ayolah Al, kau selalu saja mengikuti ucapanku tapi mengapa kau selalu membantah yang satu ini."
"Aku masih sehat Ben, aku sama sekali tidak gila."
"Gila? Kau pikir orang yang menemui psikiater hanya orang gila? Pikiranmu terlalu sempit Al. Kau harus menyembuhkan trauma itu. Mengapa kau terus keras kepala saat kau butuh penyembuhan?"
Alvaro beranjak dari tempat duduknya, ia melangkahkan kakinya menuju jendela kamarnya. Menatap pemandangan indah di kota itu dengan nanar.
"Aku bisa mengatasi mimpi itu Ben." ucapnya tanpa menoleh ke belakang.
"Dengan meminum obat tidur setiap malam? Apa itu caramu mengatasinya?"
Alvaro menghela nafasnya seraya membalikkan tubuhnya. "Aku bisa tidur nyenyak saat bersamamu."
"Demi Tuhan Al... ucapanmu tidak masuk akal. Aku tidak bisa terus bersamamu, kau juga tahu akan hal itu."
"Kau tenang saja Ben, aku tidak akan mengganggumu jika kau sudah memiliki kekasih yang serius atau saat kau memiliki istri nanti."
Benny beranjak dari tempat duduknya lalu mendekati Alvaro. "Kapan kau menggangguku Al? Aku bilang ucapanmu tidak masuk akal karena sampai sekarang pernahkah aku menemanimu tidur dalam satu kamar? Jadi ucapanmu yang mengatakan kau bisa tidur nyenyak saat bersamaku itu hanya dalih untuk menolak psikiater itu."
Alvaro melepaskan tawanya. "Kau lupa Ben. Kita pernah satu kamar saat..."
"Hentikan ucapanmu." potong Benny. "Saat itu kita masih kecil, aku hanya menolong anak laki laki yang lari dari rumahnya. Jadi itu tidak masuk hitungan." imbuhnya.
"Ciiiih... tetap saja kau pernah tidur satu kamar denganku." jawab Alvaro seraya tertawa.
"Pembicaraan kita sudah meleset Al."
"Tidak... jawabanku akan tetap tidak. Jangan terus membahasnya, kau mirip sekali seperti nenek nenek."
"Brengsek... ingin sekali aku memukulmu Al."
Alvaro kembali tertawa.
"Selagi kau berada disini, apakah kau ingin menjenguk Zil..."
Seketika tawa Alvaro menghilang seraya menatap sahabatnya dengan tajam.
"Bagaimanapun Zilvia adalah adikmu Al. Hubungan kalian sangat kuat karena satu ayah. Ia bersedia menetap di Paris demi kau."
"Keluarlah Ben, aku sangat lelah."
"Kau sudah tidur setengah hari, jangan berusaha mengusirku karena membahas adikmu."
"Ben... apa kau lupa siapa yang menyebabkan ibuku meninggal?" bentak Alvaro.
"Kau gila... Zilvia sama sekali tidak ada hub..."
Ucapan Benny terhenti saat Alvaro mencengkeram erat kerah kemejanya. Pria itu menggertakkan giginya, wajahnya merah penuh amarah. Benny menatap Alvaro tanpa rasa takut, pria itu justru menantikan kemarahan sahabatnya yang selama ini ditahannya. Tapi Alvaro langsung melepaskan tangannya dengan penuh penyesalan.
"Maaf Ben... aku benar benar minta maaf." ucap Alvaro menyesal.
"Seharusnya kau memukulku Al." jawab Benny seraya membalikkan tubuhnya.
Pria itu melangkahkan kakinya keluar dari kamar Alvaro tanpa menoleh lagi. Alvaro mengepalkan tangannya hingga nyaris menancapkan kukunya sendiri.
######
Flash Back On.
Satu hari setelah Alvaro meninggalkan rumah, ia bertemu dengan Benny. Anak laki-laki yang tinggal di sebuah rumah mewah kini dalam keadaan kotor di pinggir jalan.
"Hei..." kata Benny sambil berjongkok di depan Alvaro.
Alvaro mendongakkan kepalanya, lalu kembali memeluk lututnya dan menunduk.
"Hei... aku sedang bicara denganmu." ucap Benny lagi.
"Namaku bukan Hei." jawab Alvaro datar.
Benny terkekeh lalu duduk di sampingnya. "Baiklah, siapa namamu?"
"Alvaro."
"Aku Benny."
Alvaro menggeser posisi duduknya agar lebih jauh dari Benny.
"Mengapa kau disini? Melihat dari pakaianmu walaupun sudah kotor sangat berkelas, aku yakin kau bukan pengemis. Apa kau sedang kabur?"
Alvaro bergeming.
"Kau cari di jalan itu, aku kesini... Kita harus mencari keberadaan tuan muda, jika tidak bisa menemukannya hari ini, kita bisa dipecat oleh pak Yugos."
Samar samar terdengar beberapa orang sedang mencarinya, tubuh Alvaro menegang dan ketakutan itu terlihat sangat jelas.
Benny menarik tangan Alvaro. "Ssstttt... ikutlah denganku." bisiknya.
Alvaro menganggukkan kepalanya, ia mengikuti Benny ke sebuah tempat persembunyian yang sama sekali tidak diduganya. Tempat itu adalah sebuah penyimpanan barang rongsokan.
"Ssstttt... Tetaplah disini sampai mereka pergi." bisik Benny lagi.
Alvaro kembali menganggukkan kepalanya. Cukup lama mereka duduk di tempat persembunyian itu sampai akhirnya orang suruhan ayahnya tak terdengar lagi di sekitar tempat tersebut.
"Jadi kau seorang tuan muda dari keluarga kaya? Mengapa kau lari dari rumah?" tanya Benny.
"Terima kasih." jawab Alvaro.
Seketika Benny memukul kepalanya. "Aku bertanya apa, kau jawab apa. Sialan..."
Alvaro tak bisa menahan senyumnya. Ini pertama kalinya ada orang yang berani memukulnya seperti itu, tapi pukulan itu justru terasa menyenangkan untuknya. Benny melihatnya dan terkejut saat melihat Alvaro tersenyum. Benny langsung menggelitiknya hingga keduanya akhirnya melepaskan tawanya.
Sejak saat itu mereka akhirnya berteman, Benny membawa Alvaro ke rumahnya dan akhirnya menceritakan semuanya pada keluarga Benny mengapa ia kabur dari rumahnya. Selama seminggu Alvaro tinggal di rumah Benny, tanpa disangka mereka ternyata satu sekolah hanya berbeda kelas saja.
Tentu saja mereka belum saling mengenal, sejak masuk sekolah menengah pertama, virus Covid merajalela hingga harus membuat mereka belajar di rumah masing masing.
Alvaro sedang menonton televisi, sudah berkali kali keluarga Benny membujuknya untuk pulang ke rumah namun Alvaro tetap menolaknya.
"Kabar bunuh diri istri dari pengusaha hotel terbesar di kota D menggemparkan masyarakat, menurut informasi yang didapatkan, wanita berinisial AY tersebut melakukan bunuh diri karena harus mengurus anak selingkuhan dari suaminya Y..."
Alvaro terbelalak, ia seketika berdiri dan menjatuhkan remote televisinya saat rumahnya masuk dalam berita. Dan apa itu... kabar bunuh diri? AY... Aliza Yugosa? Ibunya?
"Woooiiii... kau kenapa Al?" tanya Benny.
Air mata Alvaro seketika tumpah, tanpa menjawab pertanyaan Benny, ia langsung berlari keluar rumah.
"Al..." teriak Benny sambil mengejarnya.
Keduanya saling kejar-kejaran di jalanan. Cukup jauh jarak rumah Benny dengan rumah Alvaro, bahkan Alvaro sama sekali tidak mengenakan alas kaki hingga membuat kakinya berdarah. Tapi ia tak perduli, ia terus berlari menuju rumahnya sendiri. Ketakutannya benar benar terjadi, rumah besarnya sudah dipenuhi bunga papan ucapan bela sungkawa.
"Mama..." teriak Alvaro sambil terisak.
######
Flash Back Off.
*****
Alvaro menghempaskan tubuhnya ke sofa, jika ia ingat kejadian belasan tahun yang lalu, ia sama sekali tidak bisa memaafkan ayah dan adiknya. Kedatangan Zilvia ke dalam keluarga Yugosa membuat Alvaro harus kehilangan ibunya. Bahkan ia tidak pernah berbicara dengan ibunya disaat terakhir. Hanya berita kematian yang ia lihat saat itu, menghancurkan kehidupannya hingga saat ini.
"Bagaimana ini bukan kesalahan Zilvia, Ben. Ibuku bunuh diri tepat disaat ia hadir dalam keluargaku. Bagaimana aku bisa menghadapi wanita yang menghancurkan keluargaku itu." pikir Alvaro dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Ma... apa yang harus aku lakukan? Kau bahkan tidak mengatakan apapun padaku sebelum kau meninggalkanku, mengapa kau begitu jahat padaku? Mengapa kau meninggalkanku sendirian di dunia ini ma? Mengapa kau tidak lari dari rumah itu dan membawaku pergi? Mengapa kau lebih memilih jalan itu, dan justru pergi sendirian?"
Kali ini air mata Alvaro pun merebak keluar, rasa sakit atas kehilangan ibunya tidak pernah bisa ia lupakan begitu saja. Kehidupan yang bagaikan neraka pun dimulai saat ia kembali ke rumahnya sendiri.
*****
Happy Reading All...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ
jd penasaran knp mama Al bunuh diri
2022-11-26
2
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
mereka berdua unyu ya
2022-11-18
2
Andariya 💖
mengapa mama Al, bunuh diri😂😂😂
2022-10-27
4