...***...
Malam ini, entah berapa banyak air mata yang telah tumpah. Tangisan Yasmin baru hilang setelah dia terlelap dalam tidurnya. Setiap ia teringat akan perlakuan Hilman, Yasmin kembali bersedih, begitu terus hingga larut malam. Air mata itu terbuang sia-sia jika Yasmin masih mengharapkan pria brengsek itu.
Pada siapa lagi wanita itu bisa mengadu jika bukan pada Santi–sahabat satu-satunya. Setelah kedua orang tuanya meninggal, Yasmin hanya punya Hilman dan Santi sebagai tempat bersandar. Kini, Hilman telah mengkhianatinya, perpisahan pun akan segera terjadi. Entah kesialan seperti apa lagi yang akan Yasmin dapatkan.
Rasa prihatin, kasihan, serta ingin melindungi, Santi perlihatkan dari raut wajahnya. Rambut panjang Yasmin nan lembut dibelai perlahan. Kini barulah ia bisa berlinangan air mata. Santi sudah berusaha menahan diri, sebisa mungkin tak menunjukan kesedihannya di depan Yasmin. Dia berpikir, yasmin akan semakin rapuh jika dia pun ikut menangis. Di sini dia adalah penguat, bukan ikut dalam penderitaan sahabatnya.
___
Pagi harinya, Yasmin terbangun setelah indera penciumannya menghirup sesuatu yang harum. Wangi masakan yang sangat menyengat, sehingga dapat menggugah selera makan. Tapi tidak dengan Yasmin.
"Selamat pagi …," sapa Santi pada Yasmin yang menghampirinya ke dapur.
Yasmin duduk di meja makan, dengan mata yang masih bengkak. "Pagi, San. Kamu masak apa?"
"Nasi goreng … spesial buat kamu," jawab Santi. Sesekali dia menoleh ke belakang.
Terlihat sekali tidak ada semangat dari wajah Yasmin. "Aku nggak selera makan."
"Cobain dulu, aku jamin kamu pasti suka." Santi memaksa, ia meneruskan kesibukan tangannya menggoyang wajan dan spatula. Yasmin terdiam memperhatikan setiap gerakan tubuh Santi.
Tiga kali ketukan spatula, menandakan masakan itu telah siap. "Nah, udah selesai … yuk, makan." Santi mengambil dua piring dan mengisinya satu persatu.
Nasi goreng seafood terhidang di depan Yasmin dan di depannya. Santi memaksa Yasmin untuk makan, walau hanya sedikit.
"Gimana, enak, kan?" tanya Santi setelah Yasmin menyuap satu sendok nasi ke mulutnya.
"Emm, enak." Jawaban lemah dari Yasmin menandakan dia tidak menikmatinya sama sekali. Bukan karena tidak enak, tapi suasana hatinya yang membuatnya enggan.
Santi bisa memaklumi. Ia mengulas senyuman tipis. Punggung tangan Yasmin di genggam dan dibelainya lembut. Mengatakan dengan tatapan matanya, agar tetap kuat dan sabar. Yasmin pun ikut tersenyum tipis, cukup dengan melihat tatapan Santi, ia paham akan maksud sahabatnya itu.
___
Dua jam setelah Santi berangkat kerja. Yasmin juga harus segera bersiap dan pergi dari rumah itu. Seperti biasa, Yasmin dibebaskan untuk keluar masuk rumah Santi. Satu kunci cadangan diserahkan padanya. Yasmin sudah menganggap rumah kontrakan Santi seperti rumah keduanya.
Motor matik kesayangan, ia kendarai dengan kecepatan sedang. Menyusuri jalanan, menuju rumah yang kini sudah menjadi neraka baginya. Yasmin menghela napas panjang ketika sampai di depan rumah. Hari telah beranjak siang, Yasmin meminta izin untuk cuti mengajar hari ini. Daripada konsentrasi siswa terganggu, karena pikirannya yang kacau.
Ketika ia berjalan menuju pintu. Ia terdiam sejenak, melihat pintu rumahnya terbuka lebar. Yasmin kembali ke belakang, tempat ia memarkirkan motornya. Baru dia sadar, ternyata mobil suaminya masih terparkir di garasi. Hilman juga tidak ke kantor hari ini. Dengan berat hati Yasmin melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah.
"Dari mana saja kamu!" Hilman tiba-tiba membentaknya saat baru selangkah di dalam rumah.
Yasmin mengangkat kepalanya yang tertunduk. Ia melakukan itu dengan sengaja, agar tidak melihat apapun yang ada di sekelilingnya. Namun, suara Hilman yang tinggi membuatnya terpaksa mengangkat wajah. Yasmin terkejut begitu melihat dua orang wanita yang duduk dengan di sofa ruang tamunya. Tatapan kedua wanita tersebut serasa tidak mengenakkan. Yasmin yakin, mereka pasti tahu dengan apa yang telah terjadi. Kakinya kembali mengabaikan semua orang yang melihat ke arahnya.
"Kamu mengabaikanku? mama dan adikku ada di sini, Yasmin!" teriak Hilman sekali lagi karena Yasmin tak mempedulikan.
Hilman yang berdiri di ambang pintu yang menghubungkan ruang tamu dan ruang tengah, tiba-tiba meraih tangannya dari belakang. Hilman menghentikan langkahnya. Yasmin ingin mengabaikan, tapi tentu saja itu tidak mudah.
"Lepasin, Mas! Sakit!" pekik Yasmin merasakan genggaman tangan Hilman yang kasar.
Hilman menarik tubuh Yasmin hingga ke sofa. "Duduk!"
Tubuh Yasmin terhempas, ia merintih kesakitan. Punggungnya berbenturan keras dengan pinggiran sofa yang berbahan kayu.
...***...
...Like dan komen karya ini jika kalian suka....
...Jangan lupa favorit dan baca bab-bab selanjutnya....
...❤️❤️❤️...
...Terima kasih ☺️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
@Ani Nur Meilan
Baru kelihatan tuh sifat busuk nya..
2023-01-09
0
atalim
no Comment lagi kesel ama Hilman yang bentaj Yasmin
2022-07-13
1
Tiadayanglain
perempuan lemah dan bego bin oon
2022-06-16
1