Adrian seorang komandan berwajah tampan, dan memiliki bulu wajah lumayan banyak, membuat pria berpangkat Jenderal bintang dua itu, tampak bodoh saat berdiri tegap di trotoar. Meski dia mengatakan dirinya pria yang tidak bisa diatur oleh wanita, namun kini laki laki yang berdiri memeluk paper bag dipinggir jalan, tampak benar benar bodoh.
"Sepertinya Tuhan sedang menjadikan aku laki laki yang sabar, menghadapi wanita seperti Stela. Aaaagh, kenapa aku bisa ikutin kata kata dia, dasar laki laki bodoh...!" Adrian sibuk merutuki dirinya sendiri, karena ini baru pertama kali dia lakukan selama mengenal wanita.
"Lauren saja lebih kaya, tidak pernah membuat aku bodoh. Bisa gadis ingusan ini, membuat aku tampak benar benar gila," Adrian semakin kesal dalam hati.
Adrian bergegas memasuki loby apartemen, menekan tombol lift, untuk naik kelantai atas. Mata Adrian melirik kearah pintu lift, melihat dua insan tengah menikmati indahnya ciuman didalam lift. Keduanya tampak seperti dua sejoli yang tidak memiliki perasaan, berani berciuman dibelakang Komandan, sejak tadi memang tidak sanggup menyembunyikan wajah cemberutnya.
"Eheeem....!" Adrian mencoba memberi kode.
Namun kedua insan itu semakin menjadi-jadi, kaki sang wanita telah terbuka lebar, posisi sudah bersandar dan mengangkat kaki kanannya satu, ditopang oleh tangan kekar sang pujaan hati memperdalam ciuman mereka, membuat bagian tubuh Adrian sedikit kegerahan dan penasaran.
"Damn it....!"
"Shiiit...!"
Adrian menggeram, benar benar ingin menghabisi kedua insan yang tengah menikmati dunianya, tanpa memikirkan perasaan orang lain.
Saat pintu lift terbuka lebar, Adrian keluar lebih dulu, disusul kedua insan yang masih bertautan, tanpa melepas ciuman mereka.
"Iiiighs... aaaagh... kenapa aku mesti melihat adegan seperti ini?" Adrian memperbaiki posisi bagian dalam celananya.
"Aaaaugh... Shiiit. Ini sakit sekali," Adrian meloncat loncat, agar tubuhnya kembali normal saat bertemu dengan wanita yang sudah berani memberi perintah.
Stela menekan tombol, saat mengetahui Adrian sudah berdiri didepan pintu utama. Secara otomatis pintu terbuka.
Betapa terkejutnya dia melihat wanita dihadapannya hanya menggunakan hotpen pendek dan baju tipis tali satu, tanpa menggunakan braa.
"Ooogh My God...!" Adrian tersandar didepan pintu yang sudah tertutup rapat, menepuk jidatnya, menelan saliva berkali kali.
"Kamu bisa membangunkan harimau yang sedang lapar, baby...!" Adrian mengalihkan pandangannya, pada area pribadi yang sangat menarik perhatiannya saat Stela mendekat.
Stela tertawa kecil, "aku lapar, Bang. Thank you...!"
Saat tangan Stela membawa paper bag berisikan makanan, Adrian berani mendekap tubuh ramping gadis itu sangat erat. Dia mencium bibir Stela dengan paksa, bahkan sangat tidak nyaman untuk gadis yang sudah duduk dalam pangkuannya.
Stela memberontak, dia benar benar lapar.
PLAAAAK....!
BHUUUUG....!
Stela benar benar menampar dan menghajar ulu hati Adrian dengan sangat cepat.
"Hmm, dengar Bang. Mungkin beberapa waktu lalu kamu bisa merenggut kehormatan ku, kali ini sesuai perjanjian kita. Jika bukan aku yang meminta, jangan pernah melakukan hal ini padaku! Are you understand honey...!" Stela kembali mencubit perut sispack Adrian yang masih terasa padat.
"Aaaagh, baby! Bantu aku... please...!" Adrian seperti sedang meratapi nasib kematian perkutut didalam sana.
Stela berlalu, tidak menghiraukan permohonan sang komandan, "Dia pikir, aku bisa asal asal pake. Harus ada caranya dong. William aja jungkir balik, apalagi dia. Dia pikir mungkin dengan dia merebut mahkotaku, aku akan berani melakukannya lagi dan lagi... ooogh no... tunggu aku benar benar pengen, baru bisa...!"
Stela mengangguk saat berbicara sendiri, masih melihat Adrian Martadinata duduk dipintu masuk utama.
Gadis itu menikmati makanan yang dibelikan sang komandan dengan sangat lahap. Menu vegetarian yang sangat dia sukai, tanpa menawarkan pada Adrian.
Adrian hanya menatap dari kejauhan, perlakuan anggotanya yang tidak memiliki sopan santun apalagi etika, "Beeeegh, dia anggap aku kurir apa? Hmm, akan aku buat kamu semakin mencintai aku Stela. Percayalah, banyak cara menuju Roma."
Adrian berdiri, memilih duduk disofa apartemen Stela. Apartemen yang didesain khusus untuk keluarga muda seperti Stela, sesuai permintaan gadis cantik itu pada Will kala itu. Penyusunan tata ruang yang sangat elegan, bahkan lebih luas dibalut warna senada dan lembut.
Pria gagah itu menyandarkan kepalanya disofa, hingga terlelap, benar benar terlelap.
Stela justru tidak memperdulikan pria yang dia lihat tertidur pulas. Dia berlalu meninggalkan ruangan yang saling berhubungan itu, masuk kekamarnya, tanpa harus membangunkan sang komandan.
"Aaaah kenyang. Besok aku akan ke Cina, semoga aku bisa melihat siapa William sebenarnya," Stela memejamkan mata, sambil membayangkan pelukan Will, yang sangat hangat ditubuhnya.
Stela juga terlelap, masuk kedalam mimpi hingga pagi menjelang.
Nafas kedua insan saling menyapa, tanpa terasa tangan kekar itu menyentuh perut tipis gadis yang masih mendengkur dihadapan sang komandan mapan.
Aroma pagi yang sangat berbeda, membuat kedua bola mata mereka saling menyapa.
"Bang.....! Ngapain tidur diranjang ku? Bukannya Abang tidur disofa luar?" Stela terlonjak kaget berusaha melepaskan dekapan tangan kekar Adrian.
Adrian hanya tersenyum tipis, dia sengaja pindah kekamar Stela saat dini hari, karena merasa suhu ruangan sangat dingin.
"Hmm... kita partner, jadi terserah saya mau tidur dimana. Mau sama kamu, atau disofa itu pilihan saya, baby!" Adrian menjawab dengan asal, sengaja membuat Stela kesal, sama seperti dia tadi malam.
Stela menari nafas dalam, "Kita berangkat jam berapa, Bang?" Dia mengalihkan pembicaraan.
Adrian melirik jam dinakas, mengusap wajahnya lembut, "Ck... kita akan berangkat pukul sepuluh ke bandara. Mandilah, sopir akan menjemput sebentar lagi."
Stela benar benar melakukan perintah Adrian, tanpa mau berdebat ataupun membantah. Bagaimanapun, sudah saatnya dia menjadi propesional saat menjalankan tugas sesuai perintah Komandan.
Lebih dari satu jam mereka bersiap-siap, tentu menggunakan pakaian bebas dan sangat nyaman, dengan sempi berukuran kecil sudah bertengger di pinggang Stela dan Adrian, dengan enam belas butir peluru, siap menembus kepala lawan mereka.
Getaran handphone milik Stela. Stela melihat, sebuah nama, "Stefan dan William!"
Mata Adrian membulat seketika, Stela terdiam sejenak, berfikir apa yang akan dia ucapkan pada saudara kembarnya diseberang sana.
"Jawab...!" perintah Adrian.
Stela menggelengkan kepalanya.
"Baby, jawab... ini perintah Stela...!" Adrian tersulut emosi.
Stela masih tetap tidak bergeming, bagaimanapun, "Ini bukan waktu yang tepat, untuk menjawab panggilan telepon mereka dihadapan komandan gila ini..!" kesalnya menggerutu dalam hati.
"Jawab baby....!" Adrian mencoba melunak, karena telpon terus menerus berdering.
Stela masih sama, dia menggeleng-gelengkan kepala.
Adrian dengan cepat ingin merampas telpon dari genggaman tangan gadis itu, namun Stela mengangkatnya, dan memberikan kode mereka.
"Run... you're in danger... five, three, one, seven, three, two..!" Stela melempar handphone miliknya, sambungan terputus.
"No....! Aaaaagh... shiiit, baby...! What are you doing..!!!"
BRAAAK...!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments