Amel mengerjapkan matanya saat seberkas sinar mentari menerpa wajahnya. Cahaya itu menerobos masuk dari sela-sela tirai kamarnya pertanda hari sudah siang. Perlahan dia mengangkat kepalanya dari atas bantal dan menoleh ke sebelah.
Amel tersenyum samar. Dilihatnya suaminya saat itu masih terlelap dalam tidurnya.
“Andra masih tidur, sebaiknya aku nggak usah bangunin dia dulu,” pikir Amel. Dia sama sekali tidak ingin mengganggu suaminya apalagi berniat membangunkannya.
“Aku akan siapkan sarapan dulu, supaya nanti pas dia bangun aku bisa ngajak Andra sarapan bareng,” gumam Amel tersenyum, seraya beranjak dari tempat tidurnya serta menguncir rambut panjangnya.
Setelah membersihkan badannya dan berganti pakaian, Amel bergegas menuju ruang makan dan seperti biasa dia melihat sarapan pagi sudah tersedia di meja makan.
“Non Amel, mau sarapan sekarang?” sapa Nur sambil membawa satu jug creamer dan meletakkannya di atas meja makan.
“Maaf, Bi! Aku bangunnya kesiangan, jadi nggak bisa bantu Bi Nur siapin sarapan,” sesal Amel cengengesan sambil mengacak rambutnya karena merasa malu pagi itu dia terlambat bangun dan tidak sempat membantu Nur menyiapkan sarapan seperti yang biasa dilakukannya.
“Nggak apa-apa, Non. Lagian Bibi tahu kalau Den Andra baru pulang dini hari tadi, pastinya Non Amel nggak bisa tidur sebelum Den Andra sampai di rumah kan?” celoteh Bi Nur.
“Iya, Bi,” sahut Amel singkat sambil ikut menata beberapa jenis makanan di meja yang akan disajikan untuk mereka.
Ting …! Tong …!
Terdengar suara bel di rumah itu berdenting.
“Siapa yang bertamu sepagi ini, Bi?” Amel mengerutkan keningnya karena tidak biasanya ada yang datang bertamu sepagi itu ke rumahnya.
“Nggak tahu, Non. Biar Bibi bukakan pintu,” ujar Nur.
“Biar aku saja, Bi!” cegah Amel dan bergegas menuju pintu utama di rumah itu.
Amel membelalakan matanya saat membuka pintu dan melihat seorang wanita sudah berdiri di hadapannya dengan senyuman penuh makna menatap ke arahnya.
“Apa tujuanmu pagi-pagi begini datang kesini, Vilda?” sinis Amel menatap tidak senang Vilda yang sepagi itu tiba-tiba muncul di rumahnya.
“Aku kesini mau ketemu Andra,” sahut Vilda acuh sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya.
“Untuk apa lagi kamu menemui suamiku? Bukannya kamu sudah resign dari kantor Andra?” ketus Amel sambil berkacak pinggang dan mendengus, semakin tidak suka dengan kehadiran Vilda pagi itu.
“Aku kesini bukan untuk urusan pekerjaan!” sanggah Vilda tetap acuh menanggapi sikap tidak suka Amel terhadapnya.
“Kalau tidak ada hal penting sebaiknya kamu segera pergi dari sini! Andra tidak bisa menemuimu. Dia masih tidur!” ketus Amel kesal melihat sikap Vilda yang terlihat tidak sopan terhadapnya.
“Aku cuma mau kasih ini untuk Andra,” ujar Vilda sambil menunjukkan sebuah amplop putih di hadapan Amel.
“Kalau Andra memang masih tidur, aku titip ini di kamu saja ya, Mel!” Vilda menyerahkan amplop itu kepada Amel sambil mengulas senyum misterius di bibirnya.
Amel tidak menyahut, dia hanya menaikkan satu ujung bibirnya menatap tajam ke arah Vilda.
Amel segera menyambar amplop itu dengan kasar dari tangan Vilda. Dia lalu memalingkan wajahnya, semakin jengkel dengan sikap acuh Vilda terhadapnya.
“Aku permisi dulu, Mel. Dan tolong sampaikan salamku untuk Andra,” pungkas Vilda menyeringai miring. Setelah menyerahkan amplop itu kepada Amel, tanpa basa-basi Vilda langsung membalikkan badannya dan segera melangkahkan kakinya keluar dari Kediaman Hadiwiguna.
“Perempuan itu menyebalkan sekali, tidak tahu malu! Bisa-bisanya sepagi ini dia datang ingin menemui Andra. Dasar perempuan gatal!” umpat Amel marah. Kedatangan Vilda sukses merusak mood-nya pagi itu.
Setelah Vilda berlalu dari hadapannya, Amel memandangi amplop yang diserahkan Vilda kepadanya.
“Apa isi amplop ini?” batinnya penasaran. Amel memicingkan matanya saat melihat sebuah logo klinik bersalin di kop amplop itu. Rasa ingin tahu seketika mendorongnya untuk segera membuka amplop itu.
“Vilda Veronica, 27 tahun, hasilnya positive. Usia kehamilan tiga minggu.” Amel membelalakkan matanya saat membaca selembar surat hasil tes kehamilan dari dalam amplop itu.
“Vilda hamil? Lalu apa hubungannya dengan Andra? Mengapa dia memberikan surat ini untuknya?” gerutu Amel mencoba menerka-nerka dan mencari tahu.
Amel menarik nafasnya dalam-dalam, tiba-tiba ada kekhawatiran yang terasa menyesakkan dada melintas dalam benaknya.
“Oh tidak! Jangan-jangan anak yang dikandung Vilda itu adalah anak Andra?” Amel membatin dan kian merasa resah.
Sambil mengusap dadanya, Amel melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamarnya. Dilihatnya suaminya masih tidur di atas kasurnya dengan posisi tengkurap.
Amel bergegas membuka tirai kamarnya lebar-lebar, sehingga sinar matahari yang memang sudah cukup tinggi hari itu leluasa masuk menerangi seisi kamarnya.
“Andra ..., bangun, Ndra! Aku ingin bicara serius sama kamu!” pekik Amel menarik kasar selimut yang menutupi tubuh Andra ketika itu. Dia sudah tidak bisa lagi menyembunyikan rasa curiga terhadap suaminya sehingga dia memaksa Andra agar segera bangun dari tidurnya.
Andra menggeliat dan terperanjat, dia lalu perlahan membuka matanya yang masih terasa berat. Andra mengucek kedua matanya denga telunjuknya dan merasa sangat terkejut saat melihat istrinya menatapnya dengan tatapan seperti sedang sangat marah kepadanya.
“Ada apa, Sayang? Sudah jam berapa ini? Apa aku bangun kesiangan?” ucap Andra linglung.
“Pasti aku sudah terlambat pergi ke kantor,” sungutnya dengan nada kebingungan. Setelah terlalu banyak mengkonsumsi alkohol tadi malam, Andra merasa seperti baru terbangun dari mimpi buruk. Dia tidak ingat kalau hari itu adalah Hari Sabtu, dan dia tidak harus pergi ke kantor pagi itu.
Andra menekan keningnya dan merasakan kepalanya sangat sakit.
“Kepalaku pusing sekali,” rintihnya sambil menyandarkan punggungnya di headboard tempat tidurya.
“Kamu terlalu banyak minum sampai mabuk semalam, Ndra. Terang saja kepalamu sekarang pusing!” ketus Amel sinis.
“Sekarang jelaskan kepadaku, mengapa tadi malam kamu pergi ke night club dan minum sampai mabuk seperti ini?” cecar Amel.
“Kamu pergi tanpa mengabariku sama sekali, dan kamu bahkan lupa kalau kemarin kamu janji akan pulang lebih awal untuk menemaniku makan malam!” sosor Amel sambil menudingkan telunjuknya di wajah Andra.
“Maafkan aku, Sayang! Aku tidak bermaksud membuatmu marah. A-aku hanya …?” Andra terdiam, dia tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Setelah mulai sadar dari pengaruh alkohol yang masuk ke tubuhnya, dia kembali teringat akan semua kesalahannya. Dia merasa semakin menyesal saat melihat kemarahan istrinya.
“Selama ini aku mengira kamu laki-laki yang baik, Ndra! Aku nggak nyangka ternyata kamu suka mabuk dan main perempuan!” hardik Amel menatap tajam kearah Andra yang masih terlihat linglung di hadapannya.
“Sekali lagi, maafkan aku, Sayang. Aku semalam memang terlalu banyak minum hingga mabuk, tapi aku tidak pernah main perempuan seperti yang kamu tuduhkan terhadapku,” terang Andra membela diri.
“Jangan bohong! Kalau nggak main perempuan, lalu ini apa, Ndra?” Amel menunjukkan layar ponselnya di depan wajah Andra sambil mendengus kesal.
Lagi-lagi Andra mengucek matanya dan memperhatikan sebuah foto yang ditunjukkan Amel di layar ponselnya.
“Dari mana kamu mendapatkan foto ini, Sayang?” sentak Andra dengan matanya yang membulat.
Andra menggelengkan kepalanya seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya di ponsel istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Uesman Uesiel
berani sekali vilda dtg kerumah amel..😡😡😡
2022-06-24
1
Nurmali Pilliang
vilda hamil bukan anak Andra
lanjuuut
2022-06-24
2
Chay-in27
hamil...???? 😭😭😭
2022-06-24
1