"Sayang, sudah ketemu belum laptopnya? Cepetan dong! Aku sudah terlambat nih!" Terdengar teriakan Andra memanggilnya dari halaman.
"Sudah, Sayang," pekik Amel menyahut. Amel menutup kembali map itu lalu meletakkannya di atas meja dan bergegas menuju ke halaman rumah untuk membawakan laptop suaminya.
"Kamu itu ya, selalu saja ada yang dilupakan. Ponsel sama charger kamu nggak lupa juga, kan?" cibir Amel sekaligus mengingatkan suaminya.
"Hari ini sudah aku bawa semua kok, Sayang," balas Andra terkekeh menunjukkan ponselnya yang sudah tersimpan di saku jasnya.
Andra mengecup kening istrinya dan Amel membalasnya dengan mencium tangan suaminya.
"Kamu jangan kemana-mana ya, Sayang. Tinggal di rumah saja dan tunggu aku pulang!" pesan Andra sambil melambaikan tangannya saat mobilnya mulai melaju pelan keluar dari rumah itu.
"Iya, bawel ...! Kamu juga cepat pulang ya! Jangan telat pulangnya!" celoteh Amel bersungut. Namun, perhatian serta perlakuan manis Andra yang seperti itu, selalu bisa membuatnya tersenyum bahagia. Apalagi semenjak menjalani program hamil, Andra memang menyuruhnya mengurangi kegiatannya di event organizer yang dikelolanya. Sehingga, Amel lebih banyak menyerahkan tanggung jawabnya mengurus usahanya itu kepada sahabatnya, Mayra. Dia sendiri lebih banyak tinggal di rumah mengikuti saran suaminya.
Setelah Andra menghilang dari rumahnya, Amel kembali masuk ke ruang kerja Andra. Hatinya masih dipenuhi rasa penasaran dengan isi map yang baru saja dia lihat di ruangan itu. Diraihnya map itu dari atas meja dan ia mulai membaca satu persatu isi di dalam kertas yang ada di dalam map tersebut.
Amel mengerutkan keningnya, "Ini salinan kontrak penyewaan serviced apartment, buat apa Andra menyewa apartemen ini?" batinnya bertanya-tanya penuh rasa ingin tahu. Amel terus membaca halaman pertama sebuah kontrak penyewaan apartemen dan disana terdapat tanda tangan suaminya.
"Apa ...?! Vilda Veronica?" Sentak Amel. Setelah membuka halaman kedua dan membacanya, Amel membulatkan matanya tidak percaya. Di halaman kedua kontrak itu menerangkan bahwa Andra menyewa apartemen itu atas nama Vilda. Di pasal yang lain juga disebutkan bahwa Vilda punya hak atas apartemen itu selama setahun. Lembaran itu juga dibubuhi tanda tangan Andra dan tanda tangan Vilda pada bagian paling bawah kontrak itu yang berarti bahwa mereka sudah sama-sama setuju dengan semua isi kesepakatan di dalam kontrak itu.
"Andra bilang kalau Vilda sudah resign, tapi kenapa apartemen ini masih untuknya?" Pikiran Amel semakin dipenuhi rasa penasaran.
"Lagi pula sejak kapan Andra memberikan fasilitas apartemen untuk karyawannya?" Amel menggelengkan kepalanya semakin tidak bisa menerima perlakuan spesial Andra untuk Vilda.
"Apa jangan-jangan Andra dan Vilda punya hubungan lain selain sahabat?" Rasa cemburu tiba-tiba saja melintas di benaknya.
"Aah ..., tidak mungkin! Andra tidak mungkin mengkhianatiku, apalagi dengan Vilda. Dia itu kan hanya sahabat baiknya semasa kuliah." Amel terus berusaha mengalihkan rasa cemburunya dan tetap berpikiran positif.
"Tapi mengapa Andra begitu mempercayai Vilda? Bahkan dia pernah bilang kalau dia ingin Vilda yang mengurus resort yang di Lombok?" Rasa curiga kembali mengusik jiwanya.
Dengan sangat kesal Amel menghempaskan map itu begitu saja di atas meja. Meski berusaha menyembunyikan rasa cemburunya, tetapi kepercayaan terhadap suaminya menjadi sedikit tergoyahkan. Amel menyadari selama ini Andra dan Vilda memang sangat dekat. Ditambah lagi, melihat tingkah Vilda yang terlihat sok centil dan suka cari perhatian, membuat Amel semakin takut apabila suaminya benar-benar sudah tergoda oleh bujuk rayu Vilda, wanita yang sangat dibencinya.
Amel melangkah keluar dari ruang kerja Andra dan duduk termenung di sofa ruang tengah.
Entah mengapa pikirannya semakin tidak karuan, rasa cemburu benar-benar membakar hatinya. Perlahan Amel menyentuh layar ponselnya dan membuka sosial media. Rasa cemburu membuatnya terdorong ingin sekali stalking di sosial media milik Vilda.
Dengan tangan bergetar, Amel menelisik semua hal tentang Vilda. Kecurigaan semakin merajam di benaknya saat dia melihat sebuah postingan di sosial media Vilda yang mana disitu Vilda mengunggah sebuah foto kedekatannya bersama suaminya. Foto itu diambil saat diadakan sebuah acara di kantor Andra.
"Loving you, it doesn't mean that you have to be mine (mencintaimu, bukan berarti kamu harus menjadi milikku)." Amel mendengus kasar saat membaca caption yang ditulis pada unggahan itu.
"Apa maksud semua ini?" batin Amel kembali menggumam. Rasa cemburu dan curiga kini sudah tidak dapat disembunyikannya lagi. Semakin lincah jarinya scrolling di sosial media Vilda, semakin banyak pula dilihatnya unggahan Vilda bersama suaminya.
Hingga hari semakin siang, Amel tampak sangat gelisah berdiam diri di rumahnya. Kecurigaan dan cemburu terhadap suaminya membuat pikirannya tidak tenang.
Laptop, tablet dan semua gadget berserakan di atas ranjangnya. Benda-benda yang biasa menjadi hiburannya saat sedang tidak kemana-mana itu kini terasa sangat membosankan baginya.
"Aku akan keluar saja mencari udara segar. Kalau aku diam di rumah saja, aku bisa gila. Aku harus mengalihkan rasa cemburu ini. Aku tidak boleh berprasangka buruk terhadap suamiku." Hati Amel berusaha meyakinkan.
Bergegas ia mengganti pakaiannya dan keluar dari kamarnya.
"Non Amel mau keluar ya?" sapa Nur, satu-satunya pelayan setia di rumah itu.
"Iya, Bi. Aku mau membeli beberapa barang kebutuhan pribadiku," sahut Amel memberi alasan. Dia tahu kalau Bi Nur diberi kepercayaan penuh oleh Andra untuk menjaganya selama di rumah. Karena itu, Amel tidak ingin Nur banyak bertanya lagi kepadanya dan memberi tahu Andra kalau dia pergi sendiri dari rumah itu tanpa izin suaminya.
"Tapi jangan kesorean pulangnya ya, Non. Nanti kalau Den Andra datang dan Non Amel belum pulang, Bibi bisa kena marah sama Den Andra!" sergah Bi Nur mengingatkan.
"Tenang saja, Bi. Sebelum Andra pulang aku pasti sudah di rumah," sahut Amel enteng.
"Ohya, Bi. Kunci mobil dimana ya? Hari ini aku mau nyetir sendiri saja. Aku nggak mau diantar sopir terus," lanjutnya.
"Kebetulan sopir kita Kang Maman juga libur hari ini, Non. Jadi Non memang harus nyetir sendiri kalau mau keluar," terang Bi Nur.
Amel menganggukkan kepalanya, ada rasa senang ketika mendengar penjelasan pelayannya itu.
Semenjak pernah mengalami kecelakaan dan mengalami cedera berat di kakinya, Andra memang melarangnya menyetir sendiri. Kemana saja dia pergi harus ada sopir yang mengantarnya. Namun, hari itu dia merasa sangat girang karena punya alasan bisa keluar sendiri tanpa ditemani sopirnya sehingga dia bisa pergi kemana saja tanpa ada sopir yang selalu membuntutinya.
"Ini kunci mobilnya, Non." Nur menyerahkan sebuah remote mobil matic kepada Amel.
"Tapi Non Amel harus hati-hati ya, jangan sampai kejadian dulu terulang lagi," cibir Bi Nur sekaligus mengingatkan.
"Santai saja, Bi. Aku nggak akan pergi jauh-jauh kok," balas Amel sambil tersenyum kecil dan segera berjalan menuju garase mobil. Amel masuk ke dalam sebuah city car berwarna putih di antara beberapa jenis mobil lain yang berjejer di garase itu dan segera keluar meninggalkan rumahnya.
Meski saat memutuskan untuk ke luar dari rumahnya Amel tidak punya tujuan yang pasti, tetapi Amel memantapkan hatinya untuk menemui seseorang. Saat pikirannya sedang kacau, seseorang inilah yang selalu ingin ditemuinya.
"Mommy Mueller, iya aku akan menemui Mommy saja, lagian semenjak pulang dari berlibur ke Lombok aku belum sempat menemuinya." Amel meyakinkan kemana dia akan pergi saat itu.
Mobil yang dikendarai Amel melaju lambat di padatnya jalan utama. Tak lama kemudian dia berhenti di sebuah apartemen dan mencari tempat parkir di basement area.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Uesman Uesiel
semangat amel jangan biar kan ada pelakor..😁😁😁
2022-06-10
1