Suhu udara siang itu terasa begitu panas, terik sinar matahari seakan-akan mampu membakar apa saja yang ada di permukaan bumi ini. Namun, semua itu bukanlah halangan bagi warga ibu kota untuk tetap memeras peluh demi mengais rupiah.
Dengan tatapan nanar dan raut wajah penuh kekecewaan, Vilda melangkahkan kakinya menyusuri trotoar di pinggir jalan utama dan menuju ke sebuah gedung apartemen yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Sama halnya dengan panas cuaca siang itu, hatinya pun terasa seperti terbakar oleh amarah setelah keputusan Andra yang ingin memindahkannya ke Lombok.
Setelah masuk ke dalam apartemennya, Vilda langsung menuju kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Andra benar-benar keterlaluan! Berani-beraninya dia mencoba menjauhiku," gumamnya sangat gusar dengan perlakuan Andra terhadapnya.
"Ah ..., kenapa aku bodoh sekali!" Vilda menepuk keningnya sendiri.
"Harusnya aku tidak buru-buru mengajukan resign," sungutnya menyesali sikap gegabahnya yang demi mempertahankan harga dirinya sudah buru-buru mengajukan resign dari perusahaan Andra.
"Tadinya aku pikir Andra akan melarangku berhenti bekerja untuk resortnya, ternyata dia malah senang saat aku mengajukan resign," monolognya merasa frustasi.
"Sekarang aku sudah tidak bekerja lagi di perusahaan Andra, itu artinya aku sudah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan Andra kembali ke dalam pelukanku," sesalnya kian berawai.
Vilda menenggelamkan wajahnya di bantal dan meremas bantal itu kuat-kuat. Sebuah senyum licik kini terulas di bibirnya saat ia ingat akan apa yang terjadi tadi malam antara dia dan Andra di kamar itu. Vilda menarik oksigen dan menghirupnya dalam melalui hidungnya lalu menghembuskannya kasar melalui mulutnya. Senyum itu semakin mengembang tatkala dia bisa merasakan aroma maskulin tubuh Andra masih tertinggal di bantal itu.
"Tidak semudah itu kau menjauhi aku, Andra!" Vilda kembali menggumam.
"Ini baru permulaan. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa memilikimu, Andra! Sementara Amel? Hmm ..., aku akan segera merebutmu dari wanita sombong itu! Aku yang lebih pantas menjadi istrimu, karena aku yang lebih dulu memberikan segala-galanya untukmu," gerutu Vilda berdecak jengah.
Perlahan Vilda meraih ponselnya dari dalam handbag yang ada di sebelahnya. Jarinya yang lentik kini menyentuh layar ponsel itu dan membuka galeri foto di sana. Satu ujung bibirnya seketika di tarik ke atas saat ia memandangi beberapa foto di folder itu. Foto-foto selfie kegiatan intimnya bersama Andra tadi malam yang diambil melalui kamera ponselnya tanpa sepengetahuan Andra.
"Foto-foto ini adalah senjataku, Andra. Dengan ini aku pastikan kamu akan bertekuk lutut di hadapanku, ha ..., ha ..., ha ...!" gelak Vilda tersenyum licik penuh kemenangan.
Vilda menutup kembali galeri foto di ponselnya lalu menekan sebuah nomor kontak di sana.
"Hallo, Pram! Aku minta kamu datang sekarang juga ke apartemenku. Ada hal penting yang ingin aku bahas denganmu!" perintah Vilda saat seseorang yang dihubungi sudah menjawab panggilannya.
"Jangan banyak alasan kamu, Pram! Aku nggak mau tahu, kamu harus segera kesini, aku mau nunjukin sesuatu sama kamu!" ucap Vilda penuh penekanan.
"Ok, aku tunggu! Kalau dalam tiga puluh menit kamu nggak datang maka aku akan membongkar semua rahasiamu kepada Andra!" pungkas Vilda penuh ancaman dan tanpa basa-basi langsung menutup teleponnya.
Vilda perlahan menengadahkan tubuhnya di atas ranjang dan tersenyum menatap langit-langit kamarnya. Tentu saja, rencana-rencana licik kini menari-nari dalam pikiran jahatnya.
Semakin Andra menghindarinya, semakin kuat pula keinginannya untuk mendapatkan Andra serta seluruh kekayaannya menjadi miliknya.
Pramana adalah harapannya. Dia adalah satu-satunya orang yang akan membantunya melancarkan semua rencana jahatnya untuk bisa merebut Andra dan memisahkannya dari Amel.
Beberapa menit berlalu, terdengar nyaring bel apartemennya berdenting.
"Itu pasti Pramana!" terka Vilda segera bangun dari tempat tidur dan bergegas membuka pintu utama apartemennya.
Setelah pintu terbuka lebar, seorang pria sudah berdiri di depan pintu dengan sorot mata tajam dan tersenyum sinis menatap ke arah Vilda.
"Baguslah kamu datang tepat waktu, Pram!" ujar Vilda.
Tanpa menjawab, Pramana langsung berhambur masuk ke dalam apartemen Vilda sambil menarik tangan Vilda dan membawanya menuju kamarnya.
"Lepaskan, Pram!" Vilda berusaha sekuat tenaga melepaskan tangan Pramana yang mencengkram kuat tangannya.
"Kau menyuruhku kesini untuk mengajakku bersenang-senang, kan?" seringai Pramana sambil tersenyum menggoda.
"Kebetulan aku juga sedang sangat bergairah, Vilda. Kamu menyuruhku datang di saat yang tepat." Pramana menarik pinggang Vilda dan mendekap tubuh Vilda sangat erat sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Vilda dengan pupil matanya yang melebar.
"Aku sedang tidak ingin bermain-main sama kamu, Pram! Aku menyuruhmu kesini untuk membahas rencana kita," bentak Vilda membalas miring tatapan Pramana sambil mendorong dada Pram dengan sekuat tenaga sehingga Pramana terjengkang dan terdorong mundur beberapa langkah dari Vilda.
Setelah berhasil lepas dari kungkungan tangan Pram, Vilda lalu duduk di tepi ranjang.
"Rencana yang mana, Vilda?" Lagi-lagi Pramana menyeringai. Dengan pupil matanya yang kian membesar, Pramana ikut duduk di sebelah Vilda dan melingkari pinggang Vilda dengan kedua tangannya sambil memberi kecupan di ceruk leher Vilda. Bibir Pram juga sangat liar menjelajahi belahan dada Vilda.
"Aahh ..., hentikan, Pram!" desah Vilda sambil menekan kening Pram dengan jari telunjuknya.
Pramana mendengus kasar karena merasa kecewa dengan penolakan Vilda.
"Kalau bukan mengajakku bersenang-senang, lalu apa yang sebenarnya tujuan kamu menyuruhku kesini, Vilda?" protes Pramana semakin kesal.
"Dan satu lagi, aku paling tidak suka mendengar kamu selalu saja mengancamku ingin membongkar semua rahasiaku kepada Andra. Kamu jangan lupa, Vilda! Kartu as-mu juga ada di tanganku," sembur Pramana membalas memberi ancaman. Mengingat ancaman Vilda saat mereka berbicara di telepon sebelumnya, membuat Pram merasa gusar terhadap Vilda yang memang tahu banyak hal tentang dirinya.
"Tutup mulutmu, Pram! Kamu juga tidak perlu mengancamku seperti itu. Aku hanya ingin kita segera menjalankan rencana kita."
"Memangnya apa yang sudah kamu dapatkan untuk bisa mempermudah rencana kita, Vilda?" cibir Pram meremehkan.
Vilda hanya menanggapi dengan gelengan kepala. "Mulai hari ini aku sudah tidak bekerja lagi di perusahaan Andra, Pram. Aku baru saja mengajukan resign," akunya.
"Apa?!" Pramana menatap Vilda penuh rasa tidak percaya.
"Bodoh sekali kamu, Vilda! Kalau kamu resign, lalu bagaimana kita akan bisa menghancurkan Andra?" hardiknya lagi.
"Catat baik-baik, Pram! Aku sama sekali tidak ingin menghancurkan Andra, yang aku inginkan adalah merebut Andra dari Amel beserta seluruh kekayaannya," tampik Vilda.
"Dasar perempuan culas!" umpat Pramana tersenyum penuh ejekan.
"Apa bedanya sama kamu, Pram? Kamu juga menginginkan Amel, bukan?" Vilda menyeringai.
"Aku menginginkan Amel hanya untuk menghancurkan perusahaan papanya. Bagiku Amel hanya masa lalu!" gerutu Pramana tersenyum kecut, ada sebuah dendam yang tersirat dari ucapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Nurmali Pilliang
sama sama jahat
lanjuuut
2022-05-28
2
Uesman Uesiel
sama2 culas..🥺🥺🥺
2022-05-27
1
Cahyaning Fitri
aku baru sampai disini, aku cicil dulu....😘😘
2022-05-27
2