"Maafkan aku, Ndra. Tadinya aku tidak ingin kamu tahu akan hal ini, tapi aku tidak mungkin selamanya bisa menyembunyikan semua ini dari kamu," ungkap Vilda lagi, masih dengan air matanya yang tidak pernah berhenti menetes di pipinya.
"Bagaimanapun juga, janin ini adalah darah dagingmu, Ndra. Aku hanya ingin kamu tahu akan hal ini," sambungnya.
Andra masih hanya terdiam dan menundukkan wajahnya ada perasaan gundah yang tidak bisa dia ungkapkan, kini memenuhi jiwanya. Setiap hal yang diutarakan Vilda membuatnya membeku tanpa bisa berkata apapun. Walau hatinya tidak bisa menerima semua itu, tetapi kenyataannya dia menyadari pernah berbuat kesalahan dengan Vilda.
"Tapi, bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi, Vilda? Aku bahkan tidak ingat apa yang sudah kita lakukan malam itu," sungut Andra dan terus menggeleng masih tidak percaya dengan apa yang tengah dihadapinya. Yang dikatakan Vilda kepadanya bagaikan sebilah pisau tumpul yang menancap tepat di dadanya. Terasa menyakitkan, tapi tidak membuatnya berdarah.
"Apa kamu benar-benar yakin kalau kamu hamil? Apa kamu sudah memeriksanya ke dokter?" sosor Andra. Ada setitik keraguan yang masih mengganjal di sanubarinya.
"Sebelum aku memutuskan kesini dan menemuimu, aku sudah siap dengan keraguan kamu yang sudah pasti akan seperti ini, Ndra. Karena itu, aku juga sudah siap dengan penolakanmu." Vilda menundukkan wajahnya dan kembali memberikan sebuah uraian yang menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling menjadi korban atas kesalahan yang mereka berdua pernah perbuat.
"Aku tahu ini semua salahku, Ndra. Mungkin saja kau menganggapku murahan. Aku yang tidak bisa menjaga harga diriku dan menyerahkan diriku begitu saja kepadamu." Vilda semakin terisak. Pundaknya pun ikut berguncang menahan tangisnya.
"Ada satu hal yang kamu harus tahu, Ndra." Vilda mengangkat wajahnya dan kembali menatap ke arah Andra.
"Aku rela menyerahkan segala-galanya buat kamu, itu karena aku cinta sama kamu, Andra. Dari dulu aku selalu mencintaimu, walau kamu tidak pernah menganggapku, tapi perasaanku tetap sama, Ndra. Bahkan walau sekarang aku tahu kalau kamu sudah menjadi milik Amel dan kamu juga sangat mencintainya, aku ..., aku tetap cinta sama kamu, Ndra," ujar Vilda bernada penuh penyesalan.
"Tidak, Vilda! Jangan katakan itu!" pekik Andra sambil kembali mengusap kasar wajahnya dan meremas rambutnya serta membuang nafas kasar. Pernyataan cinta Vilda benar-benar membuatnya merasa tersudut dengan rasa bersalah dan penyesalannya.
"Kamu nggak perlu khawatir, Ndra. Kedatanganku kesini tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin pamitan sama kamu. Aku akan pergi dari sini bersama calon buah hati kita. Percayalah, aku janji tidak akan menuntut apapun darimu." Vilda berdiri dari tempat duduknya dan memalingkan badannya membelakangi Andra.
"Tunggu, Vilda! Jangan pergi dulu," cegah Andra yang membuat Vilda menghentikan langkahnya.
"Bagaimanapun juga, aku harus bertanggung jawab atas semua yang sudah terjadi, Vilda. Kalau benar kamu sedang mengandung darah dagingku, akan menjadi sebuah dosa besar apabila aku tidak mau mengakuinya," terang Andra pasrah. Pengakuan Vilda membuatnya tidak punya pilihan lain selain mengakui kesalahannya. Mau tidak mau dia harus bertanggung jawab atas kehamilan Vilda.
Vilda yang sudah berdiri membelakangi Andra langsung mengulas sebuah senyum licik di bibirnya.
"Aku tahu pasti siapa dan seperti apa kamu, Ndra. Setelah aku menceritakan semuanya, aku yakin kamu tidak akan berani lari dari tanggung jawabmu," batin Vilda, merasa penuh kemenangan. Dia sangat yakin kalau semua cerita karangannya sudah berhasil mempermainkan perasaan Andra.
Perlahan Andra beranjak dari tempat duduknya dan mendekat ke arah Vilda.
Vilda kembali membalikkan badannya dan kini menatap ke arah Andra yang sudah berdiri di sebelahnya. Vilda sengaja membiarkan pipinya yang basah oleh air mata palsunya. Itu adalah caranya agar Andra bersimpati terhadapnya.
"Aku akan bertanggung jawab atas anak yang kamu kandung, Vilda. Tapi, dengan catatan kamu harus bisa membuktikan bahwa janin yang ada di rahimmu itu benar-benar adalah dari benihku. Kita akan sama-sama memeriksakannya ke dokter," tegas Andra sambil menatap mata basah Vilda.
"Apa kamu pikir aku sedang berbohong, Ndra? Hah ..., kamu itu memang sangat egois, Andra! Asal kamu tahu ya, aku kesini bukan untuk minta tanggung jawabmu. Aku kesini karena aku ingin pamit sama kamu!" pekik Vilda menyeringai miring. Dia berusaha mencari pembenaran dan mengalihkan keinginan Andra untuk membawanya ke dokter. Tentu saja, itu sangat membahayakan baginya. Kebohongannya bisa saja terbongkar apabila mereka bertemu dengan dokter.
Sambil menudingkan telunjuknya ke wajah Andra, Vilda kembali menangis menumpahkan semua air mata buayanya.
"Aku permisi!" ketus Vilda sambil kembali melangkahkan kakinya hendak keluar dari ruangan Andra.
"Tunggu, Vilda!" Andra menahan tangan Vilda dan tidak membiarkan Vilda pergi.
"Baiklah, aku percaya sama kamu, Vilda. Apapun yang akan terjadi aku akan tetap bertanggung jawab." Andra kembali menegaskan kata-katanya.
"Untuk saat ini aku mohon, kamu jangan pergi dari kota ini, tetaplah tinggal di apartemenmu." Andra menyerahkan kembali access card apartemen itu kepada Vilda.
"Berikan aku waktu untuk berfikir, Vilda. Semua ini sangat sulit bagiku, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan," lanjut Andra semakin pasrah. Dia tidak tahu bagaimana harus menentukan sikap saat itu. Dia merasa dalam situasi paling sulit yang tengah menghimpitnya.
"Baiklah, Ndra. Untuk sementara, aku tidak akan meninggalkan kota ini, aku akan tetap disini dan menunggu keputusanmu," ucap Vilda sambil meraih kembali kunci apartemen itu dari tangan Andra.
"Ingat, Ndra! Aku tidak akan menuntut apapun darimu, aku hanya ingin pengakuan atas anak ini. Aku nggak mau saat dia lahir nanti orang-orang akan menganggapnya sebagai anak haram, karena itu akan jadi aib terbesar dalam hidupku," lirih Vilda sambil menundukkan wajahnya dan mengusap perutnya yang masih datar.
"Permisi, Ndra. Aku akan pulang sekarang. Apapun keputusanmu nanti, aku akan tetap menerimanya dengan lapang dada," tegas Vilda kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Gedung Prima Go.
Di depan gedung megah itu, Vilda memandangi semua sudut yang ada di hadapannya. Senyum licik terus mengembang di bibirnya.
"Andra sudah masuk ke dalam jebakanku. Sebentar lagi kamu akan jatuh ke dalam pelukanku, Andra. HW Logistic dan resort yang di Lombok juga akan segera jadi milikku," gumam Vilda sangat senang karena sudah berhasil menjalankan akal busuknya untuk memperdaya Andra.
Setelah Vilda keluar dari ruangannya, Andra kembali mengusap wajahnya sangat kasar. Berjuta perasaan bergejolak di dalam dadanya. Dia berdiri mondar-mandir di depan meja kerjanya tanpa tahu harus berbuat apa. Pekerjaanya kini terbengkalai begitu saja. Semangatnya pun terasa sudah hilang untuk melanjutkan semua itu.
"Amel ..., maafkan aku! Bagaimana aku akan menjelaskan semua ini padamu?" Andra berdecak penuh penyesalan.
"Ya Tuhan, apa yang sudah aku lakukan? Mengapa situasinya menjadi sangat sulit seperti ini?" Andra terus berpikir bagaimana dia akan menghadapi semua persoalannya.
"Aaah ... Sial!"
Braakk ...!
Dengan kepalan tangannya Andra memukul dinding di hadapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Indah Okiana
selidiki dlu ndra, jgn biarkan dia menghancurkan mu
2022-06-14
2
Uesman Uesiel
vilda nya jangan lemah y..😍
2022-06-14
1
Nurmali Pilliang
Amel bohong Andra
2022-06-14
1