Yanti pulang dengan lemas. Pikirannya melayang jauh pada Laila yang baru saja lulus. Bagaimana ia bisa membiayai sekolah SMA Laila kalau ia saja dipecat. Tidak kerja dan hanya mengandalkan bisnis onlinenya yang belum seberapa.
Tidak dipungkiri jika toko onlinenya memang kian berkembang. Tapi keuntungan yang diperoleh dari semua itu tidak menutup kebutuhan mereka sehari-hari. Apalagi saat Yanti mengingat Hasna dan Kayla yang masih kecil. Perjalanan mereka masih sangat panjang.
"Aduh, aku harus kerja apa ya? Hari gini cari kerja dimana?" gumam Yanti saat di jalan.
Pikiran Yang begitu lelah hari ini membuatnya melewati warung tanpa membeli apapun. Yanti baru menyadarinya saat mendengar teriakan Hasna yang memburunya. Mata Yanti membulat saat ingat tidak ada jajanan apapun yang ia bawa pulang.
"Ini buat Hasna sama Kayla," ucap Yanti.
Beruntung Yanti ingat jika pemilik toko memberikan pesangon berupa pakaian untuk kedua anaknya. Meskipun bukan itu yang mereka tunggu, namun Yanti melihat kedua anaknya senang saat menerima pakaian baru yang dibawanya.
"Kamu kok boros banget sih? Jangan beli baju tiap hari dong," ucap Deri saat kedua anak mereka pergi.
"Itu pesangon," jawab Yanti lemas.
"Apa?" tanya Deri.
Bukan hanya Yanti, Deri juga ikut lemas saat mendengar Yanti dipecat. Deri harus memikirkan jatah kopi dan rokok yang ikut lenyap saat pekerjaan Yanti lenyap.
"Terus rencananya kamu mau cari kerja kemana lagi?" tanya Deri.
Mendengar pertanyaan Deri dengan perasaan dan pikirannya yang sedang kacau, Yanti menatap Deri tidak suka. Tanpa menjawab pertanyaan itu, Yanti segera masuk ke kamar dan mengambil handuk.
Hanya di bawah guyuran air, Yanti bisa bersembunyi dibalik tangisnya. Sedih rasanya memikirkan nasibnya yang tak kunjung beruntung. Baru saja Yanti merasa bahagia dengan keuangan yang aman, kini ia harus kembali berjuang.
"Kak," panggil Laila.
Laila nampak memegang perutnya saat Yanti membuka pintu kamar mandi.
"Maaf ya Kak, mules." Laila segera masuk dan mengambil alih kamar mandi.
Malam ini Laila sibuk mengecek ponselnya. Beberapa pesanan yang masuk tidak lupa masuk dalam list. Disela-sela itu, Laila juga kadang membalas pesan dari customer. Bersikap seramah dan seresponsif mungkin agar tokonya menjadi toko terbaik.
Terdengar bunyi pintu yang dibuka. Padahal Laila sadar betul jika pintu rumah sudah dikunci. Dengan menyibak jendela kamarnya, Laila mengecek siapa yang membuka pintu rumahnya.
"Kak Yanti?" ucap Laila bingung hingga mengerutkan dahinya.
Laila menyimpan buku dan ponselnya. Ia segera menemui Yanti yang tengah duduk di teras rumah sambil memegang gelas yang berisi teh hangat. Setelah menyapa Yanti, Laila duduk di samping Yanti. Mencoba mengajak Yanti bicara tentang apa yang terjadi pada kakak iparnya itu.
Awalnya Yanti tidak mengaku. Ia berpura-pura tegar di depan Laila. Menurut Yanti, Laila tidak perlu tahu beban hidupnya. Laila masih kecil untuk mengerti hal dewasa yang rumit seperti ini. Namun sikap Laila yang terlihat dewasa membuat Yanti perlahan percaya dan bercerita.
Saat ini yang ia miliki hanya Laila dan Bu Rini. Hanya mereka berdua yang bisa diajak bercerita. Berbagi kisah pilu agar tak menyesakkan dadanya. Karena kondisi Bu Rini yang baru sembuh dari sakit, Yanti lebih memilih Laila untuk teman berceritanya.
Yanti sangat selektif dalam memilih teman bercerita. Kadang telinga yang mendengar ceritanya tidak bisa setia. Cerita itu akan bocor kemana-mana saat Yanti dan pemilik si telinga mulai renggang.
Ini pertama kalinya Laila menjadi teman curhatnya. Itu terjadi karena Yanti tidak punya pilihan lain. Namun diluar dugaan, Laila justru jauh terlihat dewasa dari apa yang dipikirkannya.
"Kakak jangan sedih. Semua sudah diatur jalannya. Kita ini hanya usaha aja. Tuhan udah kasih kita jalan usaha online. Kita bisa kerja di rumah. Masih ada penghasilan kok," ucap Laila.
Yanti mengangkat wajahnya. Menatap Laila yang tersenyum dan memberikan semangat untuknya. Namun Yanti berpikir tentang sekolah Laila yang sebentar lagi harus sudah daftar ke SMA.
"Gampang itu. Aku nanti daftar sekolah paket C aja," ucap Laila.
Laila memang selalu terlihat santai tentang pendidikan. Bukan karena Laila tidak peduli, tapi karena ia sadar betul jika biaya pendidikan itu mahal. Baginya sudah bisa menulis, membaca, dan menghitung saja sudah bersyukur.
Bagi Laila saat ini yang ia butuhkan adalah ijazah agar ia bisa bekerja nantinya. Masalah pendidikan seperti apa yang ia tempuh, itu tidak masalah sama sekali. Yanti tersenyum mendengar penjelasan Laila.
"Terima kasih ya kamu udah ngerti banget keadaan kita," ucap Yanti.
Padahal di usia Laila dulu, Yanti sedang masa-masa bahagia. Menghabiskan waktu dengan teman-teman dan repot mengurus cinta monyetnya. Kadang miris melihat nasib Laila yang kurang beruntung. Namun Yanti tidak khawatir saat melihat mental Laila yang sangat kuat.
Pagi ini menjadi pagi pertama Yanti sebagai pengangguran. Tapi tidak seperti Deri, Yanti mengambil alih tugas rumah dari Bu Rini. Laila tak kalah sigap membantu Yanti di halaman rumah. Mereka berdua bekerja sama sebaik mungkin.
Awalnya Yanti merasa pesimis dengan pemecatan itu. Namun akhirnya Yanti menyadari sisi positif yang ia dapatkan. Seharian full bersama kedua anaknya adalah hal yang sangat jarang ia dapatkan. Namun sekarang, ia bisa menikmati kebersamaan mereka sepuasnya.
"Kamu gak cari kerja? Udah seminggu nih gak kerja-kerja. Gak cape apa jadi pengangguran?" tanya Deri.
Pertanyaan yang berhasil menusuk hati Yanti hingga benar-benar terluka. Bukan hanya Yanti, tapi Bu Rini dan Laila pun dibuat sakit mendengarnya. Sementara Deri hanya berlenggang keluar rumah. Mengambil jaket dan helm.
"Pekerjaan nongkrong aja bangga. Sok-sok'an ngejek Kak Yanti," gerutu Laila.
"Husstt, kalau Yanti dengar dia pasti makin sedih. Kamu temani Hasna saja sana," ucap Bu Rini.
"Biarin. Biar Kak Yanti sadar kalau suaminya itu gak bener. Belaga ngojek padahal gak pernah narik penumang," ucap Laila kesal.
Bu Rini hanya menggelengkan kepalanya saat mendengar ucapan Laila. Memang tidak salah karena begitu adanya. Tapi sebagai orang tua, Bu Rini tetap sakit saat Deri dihina oleh adiknya sendiri.
Hari demi hari berlalu dengan drama yang hampir sama. Laila selalu menguatkan Yanti setiap hari. Membuktikan kalau usaha online yang mereka rintis memang berkembang. Buktinya, setelah Yanti tidak bekerja lagi di toko, omset bisnis onlinenya justru naik hampir dua kali lipat. Kalau dihitung-hitung, hampir sama dengan penghasilan Yanti saat bekerja di toko.
Sesekali Yanti harus belanja lebih dari satu kali dalam seharinya. Hanya saja, Hana yang terbiasa diasuh bersama Yanti membuatnya kadang kesulitan saat akan mengambil barang.
"Biar aku aja kak," ucap Laila saat Hasna tidak lepas dari gendongan Yanti.
"Naik ojek?" tanya Yanti.
"Ya masa mau terbang," jawab Laila.
Yanti hanya tersenyum. Dalam hati ia berniat mengajarkan Laila membawa motor agar bisa lebih hemat dan mudah untuk mengurus bisnis onlinenya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Lina Zascia Amandia
Wakwakwk... asli Hasna nama anak saya, Kayla anak ponakan saya.... kebetulan....
2022-07-29
0
April
Alhamdullilaj.. Sukses selalu ya kalian berdua.
2022-06-05
0
Lenkzher Thea
Ko malah deri yang nanyain cari kerja'an kemana pada Yanti, harus kamu dong deri cari kerjaan.
2022-06-03
0