Di jalan, Laila berhenti sebentar di sebuah pos. Ia membuka uang yang diberikan oleh Yanti. Ia harus menggabungkan uang itu dengan miliknya baru diberikan pada wali kelasnya.
"Hah?" ucap Laila terkejut.
Betapa terkejutnya Laila saat melihat uang yang diberikan Yanti untuknya. Jumlah uang itu ternyata bukan hanya akan mengurangi tunggakannya. Justru jumlahnya seharga biaya studytour di sekolahnya.
"Kak Yanti gak salah ngasih uang kan?" tanya Laila.
Laila segera menelepon Yanti. Meyakinkan dirinya sendiri apakah uang itu benar untuknya atau bukan. Karena menurutnya itu terlalu besar.
"Halo Kak," sapa Laila saat sambungan telepon sudah terhubung.
"Ada apa La? Kakak lagi beres-beres barang nih," ucap Yanti.
"Ini uang apa? Kakak salah kasih ya ke aku?" tanya Laila.
"Itu uang buat bayar studytour. Kemarin Bu RT ngobrol. Maaf ya telat. Kamu sih gak kasih tahu kakak," ucap Yanti.
"Ya ampun Kak, aku gak ikut studytour. Aku cukup bayar setengahnya aja. Ini juga ada, cuma belum cukup. Uang dari kakak kemarin aku pake bayar ujian praktek beli-beli bahan," ucap Laila.
"Eh, ikut dong. Kamu berangkat ya. Liburan sana sama teman-temanmu. Ini akan jadi momen yang paling indah buat kamu," ucap Yanti.
Yanti juga memberi tahu Laila bahwa uang bekal buat jajannya akan diberikan nanti saat berangkat. Laila benar-benar terharu dengan semua kebaikan Yanti. Padahal Yanti juga tahu bagaimana galaknya Laila pada kedua anaknya. Tapi Yanti juga tahu kalau Laila memang belum masanya mengurus anak. Wajar jika Laila sering marah pada kedua anaknya. Walaupun kadang Yanti merasa sakit saat anaknya dimarahi oleh Laila.
Kedekatan Laila dan Yanti membuat keduanya saling memahi. Mereka mulai mengerti akan sifat dan beban yang ditanggungnya. Laila yang mulai beranjak remaja juga perlahan mulai mengerti. Kini tetangga juga sudah jarang mendengar teriakan Laila.
Dengan sumringah Laila melanjutkan perjalanannya ke sekolah. Mengikuti ujian dengan sangat konsentrasi. Berharap mendapat nilai yang memuaskan agar bisa membanggakan Yanti dan ibunya.
Setelah selesai ujian, Laila segera membayarkan uang yang diberikan oleh Yanti. Teman-temannya yang tahu Laila akan pergi ke sana ikut senang. Akhirnya teman sekelas mereka semua akan berangkat bersama.
Sebuah pengumuman sebelum pulang sekolah membuat Laila tersenyum senang. Besok dan seterusnya Laila sudah bisa libur. Ia hanya perlu menunggu pengumuman kelulusan saja. Setelah kelulusan, baru berangkat studytour.
"Akhirnya aku bisa bantu Kak Yanti lagi di toko," gumam Laila.
Pulang sekolah, Laila tidak jadi menyusul Yanti ke toko. Ia ingat bahwa Bu Rini sedang kurang enak badan. Hasna dan Kayla harus segera diasuh olehnya agar Bu Rini bisa istirahat.
"Udah pulang Le? Bikinin kopi dong," ucap Deri saat menyambut kepulangan Laila dari sekolah.
Tidak ingin berdebat, Laila hanya menyimpan tasnya dan bergegas ke dapur. Namun ia tidak menemukan kopi di sana. Saat memberi tahu Deri, justru cacian yang Laila terima.
"Si Lele makin gede bukannya makin pinter kok malah makin oon. Ya kalau gak ada kopi, ke warung dong." Deri mengajari Laila.
"Uangnya?" tanya Laila sambil menengadahkan tangannya pada Deri.
"Bawa dulu kenapa sih? Nanti juga dibayar sama Yanti. Duit, duit, masih bocah juga duit aja yang dibahas." Deri mendengus kesal.
Laila menahan dadanya yang sesak. Kemarahan sudah menguasai dirinya namun ia tidak bisa meluapkannya. Hal itu akan menyakiti Bu Rini. Lagi pula Laila tidak mau Hasna dan Kayla mendengar pertengkaran yang selalu terjadi karena hal sepele.
"Lama banget sih? Kalau ke warung ya ke warung aja. Gak usah rumpi dulu. Kayak emak-emak aja," gerutu Deri saat Laila pulang dari warung.
Laila tidak komen apapun. Ia memilih untuk segera ke dapur dan membuat kopi. Setelah itu, urusannya dengan Deri sudah selesai. Berdebat hanya akan membuatnya berlama-lama dengan Deri. Hal yang paling tidak diharapkan Laila tentunya.
"Kopinya Bang," ucap Laila sambil menyimpannya di atas meja.
"Senyum dikit bisa kali, Le Pahit nih kopi lihat muka asem kayak gitu," ucap Deri.
Lagi-lagi Laila tidak menggubris ucapan Deri yang semakin lama semakin menusuk hatinya. Selalu ada luka yang membuatnya semakin membenci kakaknya sendiri. Ia sendiri bingung dan tak habis pikir dengan kesabaran Yanti pada Deri.
"Kalau aku jadi Kak Yanti sih udah aku tinggalin dari dulu," gerutu Laila saat sudah masuk ke kamarnya.
Laila mengganti pakaiannya dan ikut bermain bersama Kayla. Sementara Bu Rini diminta istirahat menemani Hasna yang sedang tidur. Kayla yang sudah besar kadang belajar bersama Laila.
Disaat anak lain seusia Kayla sekolah TK, Kayla hanya belajar di rumah bersama Laila. Bukan tentang masalah biaya, tapi letak sekolah yang jauh membuat mereka bingung siapa yang menunggu Kayla sekolah. Laila harus sekolah, Yanti bekerja, Bu Rini? Masih ada Hasna yang harus diurus. Akan terlalu lelah jika Bu Rini mengantar Kayla sekolah sambil mengasuh Hasna.
Bisa saja Kayla sekolah sendiri karena Kayla sudah cukup mandiri. Namun yang mengantar dan menjemputnya saat pulang siapa? Yanti sendiri berangkat pagi dan pulang sore. Deri? Sudah tidak mungkin bisa diandalkan.
Berkat kecerdasan yang dimiliki Kayla, hanya mengandalkan Laila saja kini anak itu sudah bisa bersaing dengan temannya. Sama seperti anak yang sekolah TK pada umumnya. Kayla sudah bisa membaca, menuli dan menghitung.
Mungkin hal itu yang menjadikan Yanti sangat menyayangi Laila meskipun suaminya selalu bersikap jahat padanya. Saling membutuhkan membuat mereka saling ketergantungan. Kadang keinginan Yanti untuk pergi sejauh mungkin dari Deri tertahan karena melihat ketulusan Laila dan Bu Rini.
"La," sapa Yanti saat sudah pulang.
"Eh kebetulan Kakak udah pulang. Aku mau ke warung dulu ya!" ucap Laila.
"Mau apa?" tanya Yanti.
"Mau beli obat buat ibu. Katanya ibu pusing," jawab Laila.
"Ibu keterusan sakitnya? Kenapa gak telepon Kakak? Padahal tadi Kakak bisa ke apotek dulu," ucap Yanti cemas.
Yanti memberikan uang untuk membeli obat, namun ditolak oleh Laila. Untuk sekedar membeli obat di warung, Laila masih punya uang dan tidak perlu merepotkan Yanti. Laila segera pergi dan meminta Yanti untuk menemani Bu Rini selama ia ke warung.
Dengan perasaan cemas, Yanti segera ke kamar Bu Rini. Menemui Bu Rini yang sedang terbaring lemah. Namun ada pemandangan mengharukan di sana. Deri nampak sedang memijat kepala Bu Rini.
"Bang, apa kita bawa ibu ke puskesmas aja?" tanya Yanti.
"Gak usah. Ibu minum obat warung aja sembuh. Kamu mandi sama makan dulu," ucap Bu Rini lemah.
"Nanti saja Bu," ucap Yanti.
Yanti duduk di samping Deri, ikut memijat kaki Bu Rini. Sesekali matanya melihat ke arah Deri yang terus menunduk dan memijat kepala ibunya. Nampak seperti ada gurat kesedihan di wajah yang sering marah padanya. Yanti senang saat melihat Deri diam seperti itu.
Seketika ingatannya kembali pada hampir delapan tahun silam. Saat mereka pertama kali bertemu. Deri adalah pria lembut, ramah dan sangat romantis. Jauh berbeda dengan apa yang terjadi saat ini. Terlalu banyak dan panjang jalan yang berliku yang mereka lalui. Bahkan terjalnya kehidupan rumah tangga mereka membuat Deri perlahan berubah hingga sangat menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Syhr Syhr
Hahah ..Lele kok di lawan.
2022-09-04
0
SulasSulastri
lanjuttt
2022-08-11
0
Lina Zascia Amandia
Mampir lagi Thor disini....
2022-07-22
1