Laila dengan semangat mengepak barang pesanan konsumen. Sesekali ia juga melihat keadaan ibunya. Tampak sedang tertidur pulas. Hanya saja, Laila melihat gelas di nakas sudah kosong. Ia mengambil dan kembali mengisinya hingga penuh. Setelah itu ke kamarnya lagi. Bukan untuk tidur. Laila pergi ke kamar untuk melanjutkan packingan yang masih lumayan banyak.
"La," panggil Yanti pelan.
"Kakak belum tidur?" tanya Laila.
"Aku udah tidur. Ini baru pulang dari kamar mandi," jawab Yanti.
Yanti mengamati tumpukan barang yang harus dikirim besok. Masih ada beberapa yang belum selesai. Namun tidak ada sedikitpun rasa lelah yang terlihat di wajah Laila.
"Kamu tidur aja. Besok lanjut lagi," ucap Yanti.
"Konsumen pasti udah pada nunggu. Kan besok pagi mau kakak antar ke ekspedisinya," ucap Laila.
Ucapan Laila memang benar. Pesanan itu sudah dipending dua hari. Namun rasanya tidak tega melihat Laila harus begadang hingga selarut ini. Lagi-lagi Laila meyakinkannya jika ia senang melakukan semua itu.
Pagi hari tumpukan barang sudah Laila siapkan. Bahkan aman dengan kantong besar yang membuat Deri tidak tahu jika itu adalah paket untuk konsumen.
"Kali-kali bawa baju buat abang dong. Itu barang ngapain dibawa ke sini kalau dibawa balik lagi ke toko," ucap Deri.
"Iya Bang. Nanti aku bawakan baju buat abang," ucap Yanti tenang.
Padahal sebenarnya perasaan Yanti sedang sangat panik. Takut tiba-tiba Deri membuka isi tas itu. Untuk sementara, Yanti tidak mau Deri tahu tentang usaha onlinenya.
"Sama celananya juga ya," ucap Deri.
Yanti melihat ke arah Deri sambil menelan salivanya. Susah payah ia menahan rasa kesal ada suaminya. Namun meskipun demikian, Yanti masih bisa memberikan senyum di bibirnya.
Meskipun perasaannya agak kecewa, Yanti pergi dengan semangat. Ada banyak hal yang bisa ia lakukan di toko. Paling tidak, sejenak ia bisa melupakan apa yang terjadi pagi ini.
"Pagi Mas," sapa Yanti seperti biasa.
"Pagi," sapa orang yang berdiri di balik komputer itu.
"Biasa, aku mau kirim ini." Yanti mengangkat tas besar berisi puluhan paket yang harus dikirim hari itu.
"Iya," jawab laki-laki itu singkat.
Yanti yang sibuk dengan ponselnya duduk menunggu sampai semua selesai. Setelah selesai, Yanti pulang dan segera menuju toko. Tanpa Yanti sadari ada laki-laki yang kecewa dengan sikapnya.
Kenapa dia cuek begitu sih? Gak ngerasa gitu kalau aku beda? Tumben ada cewek gak peka. Aneh.
Laki-laki yang bernama Yanto itu menggerutu dalam hati. Padahal Yanto sudah jatuh hati pada pandangan pertama saat pertama kali mereka bertemu. Pandangan mata Yanti yang terasa teduh dan senyumannya yang sangat indah.
Yanto patah yang sangat sakit saat harapannya terlalu tinggi untuk Yanti. Padahal Yanto berpikir jika mereka bisa berjodoh. Yanto dan Yanti. Bahkan Yanto sering tersenyum sendiri saat membayangkan nama di undangan pernikahan mereka nantinya.
Harapan itu kini sudah pupus. Lenyap dari semua rencana indahnya. Namun sayang melupakan Yanti tidak semudah menghapus harapan dan rencana yang sudah dirangkainya sendiri.
Wajah cantik Yanti dengan tubuh kecilnya membuat Yanto tidak berpikir jika Yanti adalah istri orang. Sekilas Yanto berpikir jika Yanti adalah salah satu gadis yang bertempat tinggal di sana.
Yanto memang bukan warga asli di sana. Ia hanya bekerja dan berniat mencari istri nantinya. Namun sayangnya Yanto harus langsung merasakan patah hati yang mendalam.
"Bu, Yanto gagal dapat jodoh." Yanto menggelengkan kepalanua.
Yanto menatap tumpukan barang yang siap dikirim. Wajah Yanti terus menari di pelupuk matanya. Sesekali ia tersenyum. Entah karena bahagia saat mengingat dan mengagumi kecantikan Yanti, entah karena iba pada dironya sendiri.
Wanita yang tengah dipikirkan Yanto sama sekali tidak memikirkannya. Yanti tidak merasa ada yang berbeda pada Yanto. Karena sebenarnya selama ini pun Yanti tidak pernah memperhatikan Yanto. Jadi baginya, Yanto tidak berubah sama sekali.
Menikah selama hampir delapan tahun dengan Deri sudah membuatnya menutup hati untuk laki-laki manapun. Meskipun Deri sering bersikap kasar dan menyebalkan, Yanti sama sekali tidak pernah berpikir untuk berpaling pada laki-laki lain.
"Ah, yang ini bagus buat Bang Deri." Yanti memilih satu stel pakaian untuk suaminya.
Bukan hanya Deri, Yanti juga memilihkan pakaian baru untuk Laila dan kedua anaknya. Hanya saja, pakaian untuk Laila disembunyikan. Deri tidak boleh tahu karena hanya akan membuat suasana rumah jadi gaduh.
Saat memilih pakaian untuk anggota keluarganya di rumah, Yanti mendapat pesan dari Laila. Lagi-lagi pesanan hari itu sangat banyak. Bahkan lebih banyak dari hari kemarin.
"Ternyata semakin kita ikhlas buat keluarga, semua semakin lancar." Yanti tersenyum memeluk ponselnya.
Saat sepi pembeli, Yanti dengan cepat memisahkan pakaian yang ada di tokonya. Sedangkan untuk produk yang lain, Yanti mengirimkan semu pesanan pada pemilik toko. Maksudnya agar saat pulang, Yanti tidak perlu lama memilih barang-barang pesanan konsumen di toko onlinenya.
Setelah jam kerja selesai, Yanti segera menutup toko. Pergi mengambil pesanan di toko yang lain dan mengirim paket yang sempat ia bungkus siang tadi. Tidak lupa mampir ke warung untuk membeli jajanan.
"Maaaa," teriak Hasna.
Selalu itu yang Yanti rindukan. Karena selalu itu yang ia dapatkan setiap kali pulang kerja. Bukan hanya Hasna yang memburu oleh-oleh. Kali ini Deri juga ikut memburu kedatangan Yanti. Pesanan baju baru yang ia tunggu seharian itu akhirnya datang juga. Dengan sumringah Deri mencoba pakaian itu dan mengecup Yanti. Ucapan terima kasih untuk istrinya.
"Apaan lihat-lihat? Mau? Kerja," ucap Deri sambil mengejek Laila yang menatap mereka dengan senyuman.
Laila terperanjat. Ia segera pergi ke kamar Bu Rini. Meksipun Yanti sudah membelanya, namun Laila masih bisa mendengar jelas bagaimana Deri menghinanya. Padahal sebenarnya ia sendiri yang harusnya dihina atas apa yang sudah dilakukannya selama ini.
Batin Laila menangis. Sakit rasanya dihina kakaknya sendiri. Kadang Laila berpikir sulit untuk mencari jalan bahagia. Kakak sendiri pun menghinanya, bagaimana orang lain? Tapi semua itu segera Laila enyahkan dari kepalanya. Berlama-lama dalam kesedihan tidak akan memberinya apapun.
"La, ini buat kamu." Yanti mengantarkan kantong kresek hitam ke kamar Laila.
"Apa ini?" tanya Laila.
"Baju. Maaf ya tadi Kakak gak bisa ngasih kamu di depan Bang Deri. Kamu pasti paham lah," jawab Yanti.
"Aku lihatin kalian tadi bukan karena iri ataupun mau baju baru. Tapi aku senang lihat Bang Deri memeluk dan mencium Kakak. Meskipun aku tahu Bang Deri begitu karena maunya udah diturutin," ucap Laila
Yanti tersenyum. Ia juga bahagia saat mengingat bagaimana Deri memeluk dan menciumnya di depan Laila dan kedua anaknya. Romantis dan sangat hangat. Meskipun benar kata Laila. Deri hanya melakukan hal itu hanya sebagai ucapan terima kasih. Tapi itu tidak masalah bagi Yanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Anita Jenius
Aku sambung baca 5 bab hari ini.
5 like mendarat buatmu.
Salam dari "Anakku bukan Anakku"
2022-11-12
0
Syhr Syhr
Luas hati banget kamu Yanti. Aku peluk dengan ikhlas sini. 🤗🤗
2022-10-25
0
SulasSulastri
syukurlah jualan onlinenya lancar semoga teru berlanjut
2022-08-12
0