"Ayo naik!" ucap Yanti.
Laila pun segera naik kembali ke motor yang dibawa oleh Yanti. Hatinya senang saat ia tahu rencana Yanti yang sangat untuk masa depannya. Apalagi Yanti benar-benar tulus menyayanginya. Itu adalah sebuah semangat baru untuk Laila dalam menjalani hari-harinya.
Salah satu rencana Yanti adalah mengumpulkan uang untuk biaya sekolah Laila. Sekarang Laila sudah kelas 3 SMP, sebentar lagi ujian. SMA sudah di depan mata, sementara ibunya sudah tua dan jarang mendapatkan uang.
Upah membuat kue tidak seberapa. Yang meminta bantuannya pun sangat jarang. Biaya SMA yang mahal membuat Yanti putar otak agar bisa melihat Laila sekolah sampai SMA.
"Kak, makasih ya!" ucap Laila sambil menyalami Yanti.
"Semangat terus ya! Kakak yakin suatu saat nanti kamu akan jadi orang yang sukses," ucap Yanti.
Laila tersenyum dan mengangguk. Semangat belajarnya begitu tinggi saat mendapat motivasi dari Yanti. Rasanya Laila tidak pernah sesemangat ini sebelumnya.
Rencana mereka berdua berjalan dengan baik. Setelah Laila memegang akun aplikasi jual beli itu, konsumen meningkat. Bahkan penjualan online jauh lebih banyak dibanding dengan penjualan offline di toko.
Pemilik toko tak jarang memberikan hadiah untuk Yanti karena berhasil menjual barang lebih dari target. Uangnya tidak Yanti gunakan sembarangan. Menabung, menabung, dan menabung. Itu yang dilakukan Yanti untuk masa depannya. Ah, bukan hanya masa depannya tapi masa depan anak dan adik iparnya.
Hari demi hari membuat Laila semakin semangat. Kemarahannya pada Hasna dan Kayla kian jarang bahkan bisa disebut sudah tidak pernah. Melihat ketulusan Yanti dan usahanya untuk masa depan Laila, kini anak kelas 3 SMP itu semakin dewasa. Lebih sabar dalam menghadapi anak usia Hasna dan Kayla. Bahkan sesekali Laila mencari tahu tentang parenting agar bisa mengurus Hasna dan Kayla dengan baik.
"Aku capek bang. Tolong mnegerti aku," ucap Yanti dengan nada tinggi.
Malam itu terdengar suara Yanti yang berbeda dari biasanya. Selama ini, Laila bahkan belum pernah mendengar Yanti seberani itu pada Deri. Meskipun sikap Deri sering menyebalkan, namun Yanti hanya menggerutu kesal tanpa berani bicara dengan nada tinggi.
Bu Rini sampai keluar dari kamar dan melihat apa yang terjadi. Tidak lama suara tamparan yang cukup keras mendarat di pipi Yanti. Bu Rini yang melihat kejadian itu nyaris terjatuh saking terkejutnya.
Tangisan Yanti membuat Bu Rini ikut menangis. Laila yang melihat kejadian itu tidak bisa berbuat apa-apa selain memburu Bu Rini. Ia bahkan membiarkan Yanti yang sedang menangis tersedu sambil mengusap pipinya.
"Jangan berani membentakku. Aku ini suamimu," teriak Deri.
Laila berdiri dengan mata yang merah. Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Deri membuat dadanya bergejolak. Baru saja Laila membuka mulut, Bu Rini segera menarik tangan Laila.
"Bang, selama ini aku tidak pernah menuntutmu untuk ini dan itu. Aku berusaha menjadi istri dan ibu yang baik. Tapi saat ini toko sedang padat. Aku capek," ucap Yanti disela isak tangisnya.
"Ada apa ini? Deri kamu kenapa?" tanya Bu Rini dengan suara yang bergetar.
"Aku hanya minta dipijit. Badanku sakit. Tapi dia malah membentakku," jawab Deri sambil mendengus kesal.
"Bu, hari ini aku pulang sore karena toko sedang ramai. Sampai ke rumah Hasna juga rewel karena sedang tidak enak badan. Aku harus menggendong Hasna sampai tidur. Aku sudah bilang baik-baik kalau aku cape. Tapi Bang Deri memaksaku Bu," ucap Yanti mengadu.
"Nak, maafkan anak ibu ya! Maafkan anak ibu," ucap Bu Rini sambil memeluk Yanti.
"Apaan sih. Drama semua," ucap Deri sambil pergi setelah menendang kursi.
Yanti menangis di pelukan Bu Rini. Sempat terucap jika Yanti lelah dan ingin mundur. Namun Bu Rini menangis tanpa memberikan komentar apapun. Di satu sisi, Bu Rini tahu kalau kelakuan Deri selama ini memang sangat keterlaluan. Terlebih dengan apa yang dilakukannya saat ini. Namun di sisi lain, Bu Rini juga tidak mau Yanti pergi dari rumah itu.
Bukan hanya tentang ekonomi, tapi Bu Rini juga tidak bisa membayangkan apa jadinya Hasna dan Kayla jika Yanti pergi. Jika mereka dibawa oleh Yanti, apa mungkin hidup Yanti akan tenang. Sementara Deri pasti akan terus mengganggu Yanti dengan alasan anak.
"Ibu tidak akan menahanmu kalau kamu sudah lelah Yan. Pergi dan cari kebahagiaanmu di luar," ucap Bu Rini sambil menggenggam erat tangan Yanti.
Yanti mengangkat wajahnya. Menatap ibu mertuanya yang tengah menangisi dirinya. Seharusnya Yanti senang saat Bu Rini membebaskannya. Namun kenyataannya hati Yanti justru sakit mendengar kerelaan hati Bu Rini.
Setelah tangisnya mulai mereda dan lebih tenang, Yanti menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya gelisah saat menatap dua anaknya yang masih kecil tertidur.
Benarkah aku siap meninggalkan mereka?
Yanti bangun dan duduk di tepi ranjang. Ia menatap cermin yang menggantung di dinding kamarnya. Seolah sedang meyakinkan dirinya sendiri jika ia masih bisa mendapatkan pria lain yang lebih menganggapnya sebagai manusia. Bukan sapi perah seperti saat ini.
Akankah ada yang bisa menerimaku dan kedua anakku?
Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan di kepala Yanti. Helaan napas panjang mengiringi Yanti yang berjalan ke luar kamar. Saat melihat kamar Laila yang tertutup dan gelap, Yanti mengerutkan dahinya.
"La," panggil Yanti pelan.
Tidak ada jawaban. Yanti mencoba memanggilnya berkali-kali dengan suara pelan karena takut membangunkan yang lain. Tidak ada jawaban dari Laila. Tapi Yanti yakin jika Laila belum tidur. Laila sendiri yang sempat bilang padanya jika ia tidak bisa tidur jika lampu gelap. Menurut Laila, ruangan akan terasa pengap dan membuat dadanya sesak saat gelap.
"La, Kakak boleh masuk ya? Ada yang mau kakak obrolin sama kamu," ucap Yanti.
"Masuk Kak," jawab Laila dengan suara bergetar.
Yanti tersenyum dan masuk. Tangannya menyentuh stopkontak dan membuat kegelapan itu hilang. Seperti hilangnya ketakutan Laila saat melihat senyuman Yanti yang penuh dengan kasih sayang.
"Kamu nangis?" tanya Yanti.
Yanti pun mengusap pipi Laila yang masih basah dan meminta maaf. Ia merasa sangat bersalah atas pertengkarannya dengan Deri. Yanti malu saat pertengkaran dengan suaminya membuat anggota rumah yang lain ikut menangis.
"Aku gak bisa kehilangan Kakak. Mau jadi apa aku tanpa kakak?" tanya Laila disela isak tangisnya.
Ya, selama ini memang Laila yang bisa diandalkannya. Bahkan saat masuk SMP saja, yang mengurus pendaftaran sekolahnya adalah Yanti. Jika ada rapat orang tua saja yang datang Yanti, karena Bu Rini sudah cukup tua dan tidak mau jika ke sekolah. Alasannya malu.
"La, apapun yang terjadi kamu tetap jadi adeku. Jangan pernah takut. Yang terjadi sama kakak dan bang Deri tidak akan mengubah keadaan kita. Kakak janji," ucap Yanti meyakinkan.
"Janji ya Kak!" ucap Laila sambil memeluk Yanti.
Yanti mengangguk dan mengusap punggung Laila. Anak yang hidup dengannya hampir delapan tahun itu sudah tumbuh jadi remaja. Dia bukan anak kecil lagi. Bahkan kini Laila sudah sangat membantunya. Mulai dari mengasuh kedua anaknya sampai mengurus toko onlinenya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
SulasSulastri
sabar ada batasnya yan, cari kebahagiaan yg lain
2022-08-11
0
Syhr Syhr
Sabar banget . 🤧🤧
Semangat terus buat Laila.
2022-06-26
1
Buna_Qaya
Nyicil dulu kak ya,
jangan-jangan Laila bukan anak kandung bu Rini
2022-06-02
1