Laila datang membawa obat dan semangkuk bubur. Dengan mata yang berlinang, Laila menyuapi Bu Rini. Namun saat bubur itu masih tersisa setengah mangkuk lagi, Bu Rini meminta Deri yang menyuapinya.
"Sama si Lele aja Bu. Aku kan lagi mijitin ibu," ucap Deri.
"Ibu mau disuapin sama kamu. Anggap aja ibu mengenang masa dulu. Dulu kan ibu nyuapin kamu. Masa kamu gak mau nyuapin ibu?" ucap Bu Rini.
Deri pun bergeser. Menerima mangkuk bubur yang diberikan Laila padanya. Tangannya yang tatoan terlihat gemetar saat menyuapi Bu Rini. Apalagi saat Bu Rini memegang tangannya dan berterima kasih. Tangis Deri pecah seketika.
Yanti yang melihat kejadian itu nyaris tidak percaya. Inilah Deri yang ia kenal dulu. Deri yang begitu sayang dan lembut. Tangan Yanti mengusap punggung Deri. Berusaha menenangkan suaminya yang tengah menangis terisak.
"Abang minum dulu," ucap Laila memberikan sebuah gelas untuk Deri.
Deri tidak menjawabnya. Ia hanya mengambil gelas itu dan menghabiskan airnya hingga kandas. Gelas itu nampak dipegang erat oleh Deri. Seolah sedang menahan hal yang tak bisa diungkapkan olehnya.
"Bang, tenang ya. Ibu akan sembuh. Kita bawa ke puskesmas aja ya!" ucap Yanti.
"Ibu di sini aja," ucap Bu Rini.
Tangisan Hasna membuat Yanti harus meninggalkan kamar Bu Rini. Membiarkan Deri dan Laila mengurus Bu Rini berdua. Berharap mereka saling bicara layaknya kakak dan adik seperti pada umumnya. Namun sayangnya Deri dan Laila membisu.
Setelah Yanti keluar dari kamar Bu Rini, ruangan itu menjadi sepi. Yang terdengar hanya napas Bu Rini yang semakin berat. Laila memberanikan diri untuk bicara dengan Deri. Ia berdiskusi untuk membawa ibunya ke rumah sakit.
Melihat kondisi seperti itu, Laila merasa Bu Rini butuh penanganan perawat. Makan bubur saja tidak sampai habis. Obat warung yang diberikan juga tidak membuat Laila yakin akan reaksinya.
"Gak usah banyak ngomong Le. Punya duit dari mana kamu mau bawa ibu ke puskesmas," ucap Deri ketus.
Mendengar nada biacara Deri yang cukup tinggi dan ketus, Bu Rini membuka matanya. Sorot matanya membuat Deri meminta maaf. Laila juga segera terlihat tenang meskipun rasa kesal pada Deri sudah menggunung.
"Bagaimana bisa kamu bilang dari mana uangnya. Kamu ini harusnya kerja bang. Aku heran kok ada ya manusia kayak kamu," gumam Laila.
Deri dan Laila tidak tidur. Mereka berdua menjaga Bu Rini yang sedang tertidur. Tidak ada obrolan antara keduanya. Mereka saling diam dan tidak sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"La, gimana keadaan ibu?" tanya Yanti saat sudah jam sebelas malam.
"Masih begini aja Kak. Tadi sempat menggigil tapi gak lama," jawab Laila.
"Ya sudah kamu tidur aja ya sama Hasna. Biar kakak sama abangmu jang jaga ibu," ucap Yanti.
"Aku gak ngantuk Kak. Kakak aja yang tidur. Besok kakak harus kerja. Aku kan besok libur. Jadi kalau begadang juga gak masalah," ucap Laila.
Setelah sempat adu pendapat, Deri meminta Laila yang pergi dari kamar itu. Seperti biasa, Laila akan memilih pergi dibanding harus berdebat dengan Deri. Padahal rasanya tidak tega saat harus meninggalkan ibunya dalam keadaan seperti ini. Namun ucapan Deri terlalu menyakitkan untuk bertahan di kamar itu.
"La, kakak titip Hasna sama Kayla ya. Jangan lupa pintu rumahnya dikunci," ucap Yanti.
Laila yang sempat terlelap, membuat apa yang dikatakan oleh Yanti adalah sebuah mimpi. Namun semakin lama ia semakin sadar. Terdengar langkah kaki yang buru-buru dan ada sedikit keributan di luar kamar.
"Ibu," ucap Laila terkejut.
Laila melihat Deri menggendong ibunya. Yanti mengikutinya dari belakang sambil membawa sebuah tas cukup besar. Di bahunya juga ada tas selempang kecil yang biasa digunakannya untuk bekerja di toko.
"Kak, aku ikut. Ibu kenapa?" tanya Laila sambil berlari mendekat.
"Kamu di rumah aja. Jaga Hasna sama Kayla. Biar kakak dan abangmu yang membawa ibu ke puskesmas. Nanti kita gantian ya kalau kamu mau ke sana," bujuk Yanti.
Laila pasrah. Ia hanya bisa berdiri mematung di ambang pintu. Melihat Yanti dan Deri membawa ibunya ke dalam mobil avanza hitam milik Pak RT, membuat Laila gemetar. Apalagi saat kondisi ibunya terlihat sangat lemah.
"Bu, ada apa ini?" gumam Laila sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Mendengar Hasna menangis, Laila segera menutup dan mengunci pintu rumahnya. Bergegas tidur di samping Hasna dan Kayla. Sementara isi kepalanya berputar tak menentu. Membayangkan apa yang sangat ia takutkan.
Matanya mungkin tertutup. Namun hati Laila terus menyebut nama ibunya. Ada rasa takut yang tak bisa ia kendalikan. Ponsel yang letaknya tak jauh darinya berkali-kali ditatap. Tak ada panggilan atau hanya sekedar sebuah pesan.
Sampai akhirnya ia meraih ponsel itu saat nada dering di ponselnya terdengar nyaring. Ponsel itu nyaris terjatuh saat Laila mendengar kabar dari Yanti. Ibunya akan dilarikan ke rumah sakit. Tanpa Laila tanyakan apa yang terjadi pada ibunya, ia tahu semuanya memburuk.
"Aku mau ke sana," pinta Laila.
"La, nanti ya. Tolong jaga Hasna dan Kayla dulu," pinta Yanti.
Yanti mengakhiri panggilannya saat Laila masih menangis tersedu. Apa yang terjadi saat ini terasa sangat berat baginya. Ia berharap semua hanyalah mimpi belaka. Namun kenyataannya semua adalah fakta yang terjadi.
Gelap sudah pergi. Mentari sudah mulai naik hingga panas. Laila yang mengurus kedua anak kakaknya membuat tidak menyadari waktu. Hingga akhirnya sebuah ponsel mencuri perhatiannya kembali.
Nama Yanti yang terpampang di layar ponselnya. Dadanya berdebar. Tubuhnya lemas. Ada apa lagi? Laila benar-benar sudah pasrah.
"Ibu kenapa Kak?" tanya Laila dengan suara lemah dan bergetar.
"Ibu membaik, La. Hasna sama Kayla gimana? Aman?" tanya Yanti.
"Benarkah? Mereka juga baik Kak. Tidak rewel sama sekali," jawab Laila.
"Syukurlah. Aku titip mereka ya La," ucap Yanti.
Sebenarnya Yanti ada di posisi serba sulit. Di satu posisi, ia ingin meminta Laila ke rumah sakut dan Deri pulang untuk menjaga kedua anaknya. Tapi itu hal yang tidak mungkin. Ia sama sekali tidak percaya kalau Deri bisa melakukan hal itu. Jujur, Yanti jauh lebih percaya pada Laila.
Lalu kalau ia pulang agar Laila bisa ke rumah sakit, rasanya tidak mungkin membiarkan Laila dan Deri menjaga ibu berdua. Mereka selalu tidak akur. Yanti takut jika pertengkaran terjadi di depan Bu Rini dan memperburuk keadaannya.
Pilihan Yanti saat ini adalah meminta salah satu tetangga rumah menemani Laila. Bukan tidak percaya pada Laila, namun usia Laila yang masih belasan tahun rasanya miris jika harus di rumah untuk mengurus dua anak yang masih kecil.
"Terima kasih ya," ucap Yanti pada tetangganya.
Tidak lama tetangganya mengetuk pintu rumah dan mengatakan apa yang disampaikan Yanti.
"Ya ampun Bi Lani, padahal aku sendiri juga gak apa-apa. Maaf ya jadi ngerepotin," ucap Laila.
Hati Laila senang saat tetangganya datang untuk menemaninya malam ini. Bukan takut, namun ini pertama kalinya ia harus mengurus Hasna dan Kayla seorang diri selama 24 jam. Beruntung Yanti sangat mengerti keadaan Laila saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Syhr Syhr
Alhamdulillah sudah sehat...
2022-09-04
0
Lina Zascia Amandia
Nyicil dua bab dulu ya....dari Dijebak Nikah Paksa .
2022-07-22
0
Lina Zascia Amandia
Hasna, nama anak saya Kak. Wakwakwak....
2022-07-22
0