Laila terus menolak baju pemberian Yanti. Namun Yanti meminta Laila menyimpannya untuk dipakai ke acara studytour nanti. Barulah Laila menerimanya. Mungkin karena ia sadar jika bajunya memang tidak ada yang bagus untuk acara nanti.
Bukan untuk bergaya, tapi paling tidak Laila harus terlihat menarik saat pergi dengan teman-temannya. Ia tidak mau temannya malu saat pergi dengannya.
"Terima kasih ya Kak," ucap Laila.
Yanti mengangguk dan segera kembali ke kamarnya. Yanti melihat Deri yang sudah tertidur. Saat terlelap seperti itu, Yanti selalu merasa itulah suaminya. Laki-laki yang ia pilih untuk menjadi ayah dari anak-anaknya.
Kenapa kamu jadi berubah gini, Bang? Maafkan aku yang jika rasaku untukmu kadang berkurang bahkan nyaris hilang dati hatiku. Seandainya kamu seperti dulu, mungkin aku akan menjadi perempuan paling bahagia di dunia ini.
Saat Deri bergerak untuk berganti posisi, Yanti segera memejamkan matanya. Takut jika Deri menghujaninya dengan pertanyaan yang tidak ingin ia dengar. Apalagi dengan wajahnya yang masam.
Suara Laila terdengar samar di telinga Yanti. Seketika Yanti terperanjat saat melihat jam sudah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh menit.
"Astaga aku kesiangan," ucap Yanti pelan.
Yanti segera mengambil handuk dan pakaian ganti lalu pergi ke kamar mandi. Mengabaikan Laila yang nyaris tertubruk olehnya di depan pintu kamar.
"La, kenapa gak bangunin kakak dari tadi sih?" tanya Yanti sambil menyiapkan bekalnya.
"Aku udah bangunin Kakak dari tadi, tapi gak ada jawaban. Malah aku udah telepon. Bukannya apa-apa, kalau kenceng-kenceng aku takut Bang Deri marah." Laila membantu menyiapkan tas untuk bekal yang dibawa Yanti.
"La, aku berangkat sekarang ya!" ucap Yanti.
"Kak, hati-hati ya!" ucap Laila.
Yanti nampak kesusahan membawa paket yang harus diantar ke ekspedisi. Laila memperhatikannya dari dalam rumah. Lalu ia menghampiri Yanti dan menawarkan bantuan.
"Biar aku ikut sampai ke ekspedisi. Di sana kan lama, nanti Kakak makin siang ke tokonya." Laila berharap bantuannya bisa diterima.
"Terus nanti pulangnya?" tanya Yanti.
"Gak terlalu jauh. Aku bisa jalan kaki," jawab Laila.
"Benarkah? Terima kasih ya, La. Ayo naik!" ucap Yanti senang.
Tanpa menunggu lama, Laila segera naik. Menjalankan apa yang sudah mereka rencanakan. Namun saat sampai di ekspedisi, Yanti memberikan uang untuk bayar ojek. Menurut Yanti, Laila tidak perlu jalan kaki. Laila harus sampai di rumah lebih cepat karena takut Hasna dan Kayla merepotkan Bu Rini.
"Mau kirim paket ya dek?" tanya laki-laki ramah yang menggunakan seragam ekspedisi itu.
"Iya, Bang." Laila mengangguk hormat.
"Sebentar ya saya cek dulu," ucap laki-laki itu.
"Iya," ucap Laila.
Laila menyerahkan tas besar berisi puluhan paket yang siap di kirim. Pertanyaan pun muncul dari laki-laki itu.
"Ini paket yang biasa dikirim sama Mba Yanti ya?" tanya laki-laki itu.
"Iya, Bang." Laila menjawab santai.
"Kenapa tidak Yanti yang mengantar paket ini?" tanya laki-laki itu.
"Memangnya kenapa kalau aku yang antar paketnya?" Laila balik bertanya.
"Ah tidak. Hanya saja biasanya Mba Yanti yang ke sini," jawab laki-laki itu.
"Kak Yanti sibuk. Tadi buru-buru ke toko," jawab Laila.
"Emm, kamu adeknya ya?" tanya laki-laki itu.
"Iya," jawab Laila sambil tersenyum.
Sekilas senyum Laila mengingatkan Yanto pada sosok Yanti yang sejak lama ia kagumi. Namun sampai saat ini, Yanto tidak ada niat untuk menyukai adik Yanti yang sedang tersenyum padanya itu. Dengan cepat Yanto mengulurkan tangan dan memperkenalkan namanya.
"Wah, mirip sama Kak Yanti ya. Jangan-jangan kalian," ucap Laila sambil menunjuk wajah Yanto.
"Gak mungkin jodoh lah Dek. Kan Kakakmu itu udah punya suami," ucap Yanto.
"Dih, kepedean. Siapa yang mau bilang jodoh? Maksud aku tuh jangan-jangan kalian kembar yang terpisah. Makanya namanya Yanto-Yanti," ucap Laila sambil tertawa.
Yanto ikut tertawa dengan wajah yang memerah. Laila jauh lebih asyik dibanding dengan Yanti. Baru pertama bertemu saja, Laila sudah bisa seakrab itu dengannya. Setidaknya, Laila bisa mengobati rasa kecewa Yanto pada Yanti.
"Eh, Mba Yanti udah lama ya nikahnya?" tanya Yanto.
"Emm, berapa tahun ya?" ucap Laila sambil mengerutkan dahinya berusaha mengingat usai pernikahan Laila dengan kakaknya sendiri. "Delapan tahunan lah," lanjut Laila.
"Delapan tahun? Udah punya anak dong?" tanya Yanto.
"Udah dua," jawab Laila sambil mengangkat dua jari tangannya.
"Astagfirulloh," ucap Yanto terkejut sambil memegang dadanya.
"Lah kenapa Bang?" tanya Laila bingung.
Yanto menggeleng. Berusaha menutupi rasa kecewa dan terkejutnya. Di mata Yanto, kakak ipar Laila itu sama sekali tidak nampak sudah memiliki anak. Ya, Yanti memang beruntung karena memiliki badan yang langsing. Bukan karena perawatan atau olah raga, tapi mungkin karena tekanan batin juga.
Maklum, kisah hidup Yanti tidak semulus dan sebahagia yang lainnya. Ia harus bertahan dengan segala kelelahan pikirannya demi masa depan kedua anaknya.
"Besok yang antar barang siapa ya dek? Adek lagi atau Mba Yanti?" tanya Yanto.
"Abang maunya Kak Yanti apa aku?" Laila balik bertanya.
"Ya kalau bisa sih Mba Yanti," jawab Yanto sambil tersipu malu.
"Oh, jadi Bang Yanto gak mau ada pelanggan kayak aku ya? Aku laporin atasannya tahu rasa loh," ancam Laila sambil berkacak pinggang.
"Eh, eh, bukan begitu. Ya adek aja lah besok. Mudah-mudahan jualan onlinenya lancar ya. Biar sering-sering ketemu kita," ucap Yanto.
"Amiiiin. Nanti aku bilangin Kak Yanti kalau Bang Yanto gak mau ketemu Kak Yanti lagi. Dadaaaaah," ucap Laila sambil pergi meninggalkan ekspedisi itu.
"Hey, sembarangan. Bukan begitu," teriak Yanto.
Jasa ekspedisi yang masih sepi karena masih terlalu pagi, membuat Yanto bisa bebas mengobrol dengan Laila. Meskipun pada akhirnya kedatangan Laila membuat kerinduan tersendiri pada Yanti.
"Ah, coba kalau kamu seperti Laila. Gak apa-apa deh kamu punya suami. Ngobrol akrab sama kamu aja aku udah bahagia," gumam Yanto.
Lamunan Yanto buyar setelah kedatangan pelanggan satu per satu. Ruangan mulai ramai sampai akhirnya bayangan Yanti pun tergeser dengan banyaknya pekerjaan yang dikerjakan.
Sementara Yanti sendiri sedang melamun karena siang ini pemilik toko datang dan mengabarkan hal yang mengejutkan. Toko tidak membutuhkan pelayan lagi, karena anaknya dari luar kota akan pindah dan mengurus toko itu.
"Jadi aku dipecat?" tanya Yanti.
"Bukan dipecat. Tapi sekarang toko udah ada yang ngurus. Si bontot mau pulang ke sini," jawab pemilik toko.
"Ya sama aja," ucap Yanti sedih.
"Kamu jangan sedih begitu dong. Itu kan udah dikasih bonus," ucap pemilik toko menunjuk bonus yang dipegang oleh Yanti.
"Ini sih bukan bonus. Ini namanya pesangon," gerutu Yanti dalam hati.
Bonus itu bukan hanya uang dalam amplop saja, tetapi dua setel pakaian untuk kedua anak Yanti. Bukan senang, Yanti malah sedih. Meskipun bonus sudah ia terima, tapi ini hari terakhir ia kerja di toko.
Meskipun begitu, pemilik toko memberikan kesempatan pada Yanti untuk bekerja sama dengan tokonya. Bahkan Yanti bisa mengambil semua barang sesuai pesanan di toko onlinenya dan bayar setelah uang COD masuk.
Senang? Tentu. Tapi tetap saja. Bagi Yanti, uang hasil jualan online adalah uang tabungan, sedangkan uang gaji dari toko adalah uang yang bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
SulasSulastri
ikutan sedih
2022-08-12
0
Lenkzher Thea
Ya iya dong yanti, masa mau tega melihat Laila jalan kaki
2022-06-03
0
April
Aku kasih vote kakak
2022-06-01
0