Mutia gadis yang sangat cantik, tubuhnya tinggi semampai dan rambutnya Panjang terurai, membuat kaum adam yang memandangnya jadi terpikat.
Sebenarnya Mutia seorang gadis pendiam, tak banyak bicara dan jarang tersenyum, dia seorang putri pejabat, walau terbilang kaya, namun Mutia tidak sombong, dia tak suka membanggakan diri, apa lagi membanggakan kekayaan orang tuanya.
Pergaulannya sehari-hari, terbilang biasa-biasa saja bahkan Mutia suka berbagi dengan teman yang selalu kekurangan dan tak mampu. Itulah sebabnya Mutia disenangi banyak orang.
Sebenarnya, pagi itu adalah awal dari pertemuan mereka yang sesungguhnya, karena pagi itu, seluruh siswa kelas 1a sedang mengikuti latihan, dalam permainan basket, Mutia salah satunya yang ikut andil dalam permainan itu.
Pada awal permainan semuanya berjalan sukses dan lancar, tapi dimenit-menit akhir suasana tampak mulai memanas dan akhirnya terjadi kecelakaan kecil, karena saat itu Bayu didorong oleh Rio.
Yoga langsung meniup pluit dan menghentikan permainan untuk sementara. Lalu Mutia langsung saja datang mengulurkan bantuan padanya. Yoga yang menyaksikan kejadian itu perasaannya berubah, antara kesal dan cemburu bercampur jadi satu.
Yoga merasa selama hidupnya, baru itu yang pertama sekali dia rasakan, dia benar-benar cemburu dan hatinya terasa begitu sakit sekali. Tapi sebagai seorang guru, dia harus bisa menahan gejolak itu. Agar semua muridnya tak ada yang merasa tersakiti. Hingga waktu pelajarannya usai.
Saat jam istirahat, Yoga berpesan pada seorang siswi, untuk menyuruh Mutia datang kerumah dinasnya, mendengar perintah dari gurunya, Mutia langsung datang menemui Yoga dirumahnya.
“Assalamu'alaikum, Pak!”kata Mutia dari depan rumah Yoga.
“Wa’alaikum salam! Masuklah Mutia, pintunya nggak Bapak kunci,” jawab Yoga dari dalam.
Mendengar perintah dari Yoga, dengan perasaan ragu bercampur dengan rasa takut, Mutia mencoba melangkah perlahan menuju rumah Yoga.
“Silahkan duduk!” ujar Yoga singkat.
“Baik Pak.”
“Nggak usah takut, anggap aja Bapak teman sekelas mu.”
“Baik Pak. O iya, ada keperluan apa ya, Bapak memanggil saya kesini?”
“Hmmm!”
Tak ada jawaban sedikitpun dari Yoga, selain tatapan matanya yang begitu tajam, Mutia merasa terancam saat itu, perasaannya sangat takut sekali. Ingin rasanya dia menjerit dan lari keluar, akan tetapi dia tak punya kesempatan untuk itu.
jika dia punya kesempatan, pasti sudah di lakukan. Lalu Yoga datang menghampirinya, Mutia semakin takut, keringat dingin mengalir deras di keningnya,tubuhnya terasa gemetaran dan dingin.
“Kamu sakit?” tanya Yoga seraya menggenggam tangan Mutia.
Mutia berusaha menarik tangannya dari genggaman Yoga, tapi Yoga semakin kuat menahannya. Tampak rasa takut mewarnai wajah Mutia saat itu.
“Nggak usah takut sayang!” kata Yoga dengan suara lembut.
Mendengar kata itu hati Mutia terasa berguncang kuat, jantungnya berdebar tak menentu, denyut nadinya memompa tidak beraturan. Keringat dingin pun bercucuran membasahi telapak tangannya.
“Sebenarnya ada hal penting yang ingin Bapak sampaikan pada Mutia.”
“Apa itu Pak?”
“Nanti malam Bapak akan datang ke rumahmu, untuk mengajakmu dinner.”
“Tapi pak?”
“Jangan membantah dulu, Bapak belum selesai bicara,” lanjutnya seraya menyuguhkan segelas sirup ketangan Mutia.
“Terimakasih pak, saya udah minum tadi disekolah.”
“Jangan menolak rezki yang udah didepan mata, ambil dan minumlah!”
“Baik Pak,” kata mutia seraya mengambil gelas yang ada didalam genggaman tangan Yoga.
Sedikit demi sedikit air itu diminumnya perlahan-lahan, Yoga hanya memandanginya dengan penuh khidmat, sesekali pandangan mata mereka beradu dan Mutia tampak menunduk malu.
“Maaf apa Mutia udah punya kekasih?”
“O..eh..ooh!”
“Kenapa gugup ! katakan kalau udah, dan katakan pula kalau belum, nggak perlu berbohong.”
“Be..Bebe..belum, Pak!” jawab Mutia gugup.
“Lalu apa hubunganmu dengan Bayu?”
“Aku nggak punya hubungan apa-apa dengan Bayu, kok Pak.”
“Bohong!”
“Sumpah! Aku nggak bohong.”
“Tapi Bapak melihat sorot mata Bayu padamu sangat khusus sekali.”
“Tapi aku nggak merasakan apa-apa, kok.”
“Kalau begitu, nanti malam akan Bapak jemput ke rumahmu.”
“Hah, tapi Pak! kata Mutia seraya berdiri dari tempat duduknya.
“Kenapa, ada masaalah?”
“Nggak sih, tapi?”
“Tapi apa?”
“Aku takut Papa marah, dan melarang ku keluar rumah, apa lagi malam hari.”
“Kamu nggak perlu kuatir, nanti Bapak yang akan berurusan dengan Papamu.”
“Apa harus aku ya, Pak!”
“Maksudmu, kau menolak ajakan Bapak?”
Mendengar kata Yoga yang agak sedikit keras, Mutia menutup kedua telinganya dan menundukkan badannya.
“Hei, kenapa? Kamu takut?” kata Yoga saat melihat Mutia ketakutan dengan suaranya yang agak sedikit keras.
“Ya udah Pak, aku pamit dulu.” jawab Mutia seraya bergegas meninggalkan rumah Yoga. Serta berjalan tergesa-gesa.
Setelah kepergian Mutia, Yoga jadi berfikir sendiri, kenapa Mutia begitu takut saat mendengar suaranya yang agak keras. "Apa Mutia punya trauma masa lalu yang menyebabkan dia takut dengan kekerasan," Yoga ingin sekali menyelidikinya.
Malam hari, seperti janji Yoga kepada Mutia, bahwa dia akan datang menjemput sebelum pukul delapan malam, memang benar adanya.
sedangkan Mutia, dia mulai berpakaian yang sangat rapi,sedikit bedak baby dan lipstik tipis dioleskan di bibirnya yang mungil.
tampak raut wajah Mutia semakin cantik, berulangkali Mutia berdiri dan berputar-putar didepan cermin, hatinya semakin dek-dekan, karena bagi Mutia ini dinner pertama kalinya dia lakukan dengan pria tertampan di sekolahnya.
Selain seorang guru, Yoga orangnya sangat loyal, di sekolah hampir semua wanita menyukainya, Yoga tak pernah pilih-pilih dalam bergaul dan dia juga tak membedakan dari mana orang itu berasal.
Malam itu setelah jam menunjukan angka kurang dari pukul 20 wib, Yoga pun tiba dirumah Mutia, dengan mengendarai sepeda motornya yang super ribut. Dan membuat seisi rumah berlarian keluar.
“Pa, ada tamu diluar!” kata Yuni.
“Tamu siapa nak?”
“Entahlah, tapi dia naik sepeda motor.”
Mendengar penjelasan dari Yuni, Pak Ramon langsung keluar.
“Hai anak-anak , siapa yang punya tamu!” tanya Pak Ramon pada kelima orang putrinya.
Tapi tak seorangpun yang menjawab pertanyaan dari orang tuanya itu.
”Mana Mutia? panggil dia!” seru Pak Ramon dengan suara keras.
Mendengar suara papanya yang begitu keras, semua mata saling beradu pandang satu sama lain, sementara itu Mutia yang mendengar suara Papanya yang keras, jantungnya terasa berhenti berdetak, gadis itupun menutup kedua telinganya dengan begitu kuat.
Tapi Sukesih tau, kalau putrinya takut bila mendengar suara Papanya yang menggelegar. Lekas-lekas dia menyuruh putri keduanya untuk memanggil kakaknya dilantai dua.
Mutia memang takut dengan suara yang keras, karena dia pernah mengalami Trauma berat, disebabkan karena Papanya pernah menghajarnya habis-habisan ketika dia mencoba bolos dari sekolahnya.
Hal itulah yang membuat Mutia takut dengan suara keras. Karena pada waktu bersamaan Mutia juga sempat dilarikan kerumah sakit karena mengalami Shock.
Bagi Mutia suara yang keras itu persis seperti suara petir yang menggelegar telinganya.
Bersambung...
\*Selamat membaca\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Putri Minwa
Yoga benar nyebelin ya
2022-10-10
0
Putri Minwa
Yoga benar nyebelin ya
2022-10-10
1
Iril Nasri
itu yoga, mata keranjang ya
2022-09-29
0