Waktu itu, saat Nayla selesai mandi, seperti biasa Yoga langsung mengantarnya kekamar dan kembali keluar dengan menutup kain gorden.
Akan tetapi, entah mengapa saat Nayla berpakaian Yoga malah memandangi tubuh Nayla. Mata Yoga seperti sedang terpana melihat tubuh putih dan indah itu. Perempuan cantik yang tak lain adalah istri saudara kembarnya sendiri.
Jelas sekali tampak oleh Yoga, apa yang semestinya tidak dilihatnya. Dan disaat Nayla kesulitan memasang bajunya, secara tak sadar Yoga langsung datang masuk dan membetulkan pakaian yang akan dikenakan Nayla.
“Maaf, sini Abang bantuin,” kata Yoga seraya membetulkan pakaian Nayla.
“Bang Yoga, Kau? kenapa berada disini?”
“Udahlah, benarkan aja pakaianmu itu!” kata Yoga saat ditanya Nayla.
“Ya, ya!” jawab Nayla gugup.”
“Nay, nggak usah takut ama Abang!” kata Yoga sembari terus memasang kancing baju Nayla satu persatu.
Setelah selesai, Yoga langsung memeluk tubuh Nayla dengan penuh perasaan, Nayla terdiam didalam pelukan itu dan bahkan dia juga membalasnya.
Jantungnya terasa bergetar terlalu kencang sekali, entah apa yang harus diucapkannya, sungguh hal itu membuat konsentrasi hilang .
Kemudian Yoga pun duduk di ranjang Nayla seraya memandangi si kecil yang sedang tertidur pulas.
“Kalau Nay udah siap, langsung aja kemeja makan, sarapan udah Abang siapkan.”
“Baik Bang,” jawab Nayla tertunduk malu.
Secara diam-diam, Yoga memandangi wajah Nayla yang tampak memerah. Dalam hati kecilnya Yoga benar-benar memuji kecantikan istri saudara kembarnya itu.
Dan tak ingin berlama-lama, Yoga pun berlalu meninggalkan ruang kamar Nayla. Diluar Yoga tampak seperti biasa saja, dia duduk menunggu Nayla dimeja makan.
lama Yoga menunggu namun Nayla tak muncul-muncul juga, Yoga jadi penasaran dia pun menyusul Nayla ke kamarnya. Dipandanginya Nayla dari balik gorden pintu, tampak Nayla sedang memberikan asi pada bayinya, Yoga pun langsung masuk.
“Kau nggak lapar Nay?” tanya Yoga dengan suara lembut.
“Lapar Bang, tapi sekecil udah bangun, Nay harus memberinya asi dulu, baru bisa makan,”
jawab Nayla dengan seulas senyum.
“Ooo, begitu,” kata Yoga sambil terus menerus memandangi wajah Nayla.
Sesekali pandangan merekapun beradu, tapi tak sepatah katapun yang dapat terucap dari kedua belah pihak. Tak lama kemudian Yoga langsung saja mengambil sikecil dari pangkuan Nayla dan menggendongnya.
“Sekarang kau bisa makan Nay, kalau perutmu lapar ntar bayimu masuk angin nanti. Biar bayimu Abang yang pegang.”
“Baik Bang,” jawab Nayla seraya berlalu meninggalkan Yoga dan bayinya.
Dalam gendongan Yoga bayi mungil itupun tertidur pulas, lalu Yoga menaruhnya didalam Box bayi, dan dia pun langsung menuju ruang makan. Diruang makan tampak Nayla sarapan terburu-buru sekali.
“Makan yang tenang Nay, bayimu udah tidur kok!”
“Benarkah itu Bang?”
“Iya,” jawab Yoga seraya menyendok nasi ke piringnya.
Saat itu Nayla menggunakan kesempatan yang ada untuk bertanya pada Yoga, perihal kejadian yang baru saja terjadi diantara mereka berdua.
“Bang, boleh Nay tanya sesuatu?”
“Mau nanya apa, Nay?”
“Kenapa Abang melakukan semua itu pada Nay tadi?”
“Kenapa, apa ada yang salah?” jawab Yoga polos.
Nayla diam saja, karena dia tak punya jawaban dari pertanyaan yang dikembalikan Yoga padanya.
Melihat Nayla diam, Yoga pun berdiri dan berlalu meninggalkannya, nasi yang berada di piringnya tak disentuh sama sekali.
Hal itu membuat Nayla ketakutan dan berlari menuju kamarnya. Didalam ruangan yang sunyi itu, Nayla pun menangis tersedu-sedu.
Sementara Yoga tampak begitu tenang, seraya menghidupkan televisi.
Waktu memang cepat berlalu, tak terasa sudah hampir satu bulan, Yoga hidup serumah dengan Nayla. Banyak gossip berkeliaran diluar sana tentang keberadaan Yoga dirumah Nayla.
Walau wajah Yoga mirip sekali dengan Yuda, namun mereka semua tau, kalau yang dirumah itu bukan Yuda.
“Eh, Mid. Bukankah yang dirumah Nayla itu kembaran si Yuda?” taya Yuli pada Hamidah.
“Sepertinya begitu?”
“Emangnya dr. Yuda pergi kemana sih, udah hampir satu bulan ini kembarannya berada di rumah itu.”
“Entahlah Bu, Aku juga nggak tau,” jawab Hamidah.
“Kalau semua warga tau, pasti menjadi berita heboh nih!”
“Tapi sebaiknya Ibu jangan sebarkan gossip dulu, siapa tau tujuannya datang kesini ada keperluan penting.”
“Kenapa emangnya, itu kan bukan urusan kita!”
“nggak bisa gitu lah Bu, Nayla itu kan sedang hamil tua, siapa tau dr. Yuda menyuruh kembarannya menjaga Nayla!”
“Itukan pendapatmu, kalau seandainya mereka berdua melakukan hal-hal yang nggak baik, apa kamu mau menanggung dosanya?”
“Nggak juga sih, tapi! ah biarlah, itu bukan urusan kita!” jawab Hamidah. Mengakhiri pembicaraan mereka berdua.
Disaat bersamaan, di kediaman rumah Bu Kartini, suasana tampak sepi, hanya Mama Yoga yang sering terlihat keluar masuk rumah dengan menggunakan tongkat besi sebagai penyanggah tubuhnya, yang sudah rapuh.
Dan ada Dinda yang selalu setia menemani perempuan tua itu.
“Kenapa ya Ma, Bang Yoga lama sekali kembalinya?” tanya Dinda memecah kebuntuan suasana.
“Kenapa Din, kau udah rindu ya?”
“Ah, Mama! Dinda kan jadi nggak enak.”
“Nggak apa-apa kok Din, Mama mengerti sekali dengan apa yang kau rasakan saat ini. Mungkin aja Yuda belum kembali dari tugasnya, makanya Yoga nggak bisa meninggalkan Nayla sendirian dirumahnya.
“Tapi udah satu bulan lho, Ma?”
“Mama tau Din, yang terpenting kita harus bersabar, apa kamu bisa seperti itu?”
“Tapi sampai kapan Ma?”
“Sampai Yoga kembali kerumah ini,” jawab Bu Kartini dengan suara datar.
Dinda yang mendengarkan penjelasan dari Mama Yoga tak bisa berbuat apa-apa, kesabaran yang dibutuhkan untuk menanti kepulangan Yoga, itu bisa saja dilakukan oleh Dinda, tapi apakah hatinya ada untuk Dinda itu yang belum bisa terjawab.
“Tapi kenapa aku selalu berharap sekali pada Yoga, bukankah selama ini dia hanya menganggap diriku hanya sebatas teman, oh malangnya nasibku,” kata Dinda membatin.
Kenapa Din, kau sedang mengkhayalkan sesuatu?” tanya Bu Kartini memecahkan lamunan Dinda.
“Ah Mama,” jawab Dinda dengan pipi memerah.
Saat itu suasana hati Dinda memang sedang diselimuti oleh keragu-raguan, pasalnya pria yang selama ini dicintainya, hanya menganggapnya sebatas teman biasa.
Setiap hari Dinda hanya bisa berharap, Allah akan memudahkan urusannya untuk mendapatkan orang yang dicintainya.
Sementara itu, di daerah lain. Ditempat Yuda bertugas, saat melaksanakan sholat Zuhur, dia teringat pada Mamanya yang sudah tua dikampung, air matanya pun mengalir tak terasa.
Perasaan rindu ingin memeluk tubuh renta nya, bergejolak dalam diri dr. Yuda. Ingin sekali rasanya dia pulang, tapi apa daya, tugas tak pernah ada habis-habisnya.
Kesibukannya di area bencana, memang tak dapat dianggap remeh, jangankan untuk bersenang-senang, untuk makan saja, kadang dr. Yuda tak punya kesempatan itu, begitu juga dengan para relawan yang lainnya.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
nacl
duh jangan sampe meninggoy yud. anak istri woy diambil kembaran
2023-03-04
0
lencan
aku mampir lagi Thor🤗
2022-11-22
0
Boba🧊
yoga cari istri sana. masa istri kembaran juga mau diembat🙂
2022-10-24
0