“Ada apa ya Bang? Kenapa ibu-ibu itu kelihatan hendak berbuat sesuatu?” tanya Nayla dengan perasaan takut.
“Tenang Nay, tenang! kendalikan dirimu,” jawab Yuda dengan suara pelan.
Sebelum Yuda buka bicara, Yoga telah memotongnya terlebih dahulu.
“Ada apa ya ibu-ibu, kenapa begitu tergesa-gesa?”
“Hei nak Yuda, siapa pria ini?” tanya salah seorang ibu yang ada diantara mereka.
“Dia saudara kembar ku, Namanya Yoga.”
“Ooo, pantesan! beberapa hari ini dia sering muncul di rumah ini bersama dengan istrimu!”
“Iya, dia kesini untuk menjaga istriku yang baru melahirkan.”
“Ooo, istrimu udah melahirkan ya? kenapa kami nggak diberi tau?”
“Belum sempat Bu! karena aku masih ada tugas diluar kota, jadi acara syukuran nanti aja kalau aku udah kembali dari tugas.”
“Ingat dok, jangan lama-lama meninggalkan istri yang baru melahirkan, pamali lho?” kata Bu Sofia.
“Ah, ibu ini bisa aja.”
“Betul itu dr. Yuda, apa lagi dia tinggal serumah dengan laki-laki lain, itu sangat berbahaya,
” timpal Bu Laura.
Mendengar tudingan dari para ibu-ibu itu, mereka bertiga saling beradu pandang, di saat suasana mulai menegang, Yuda langsung angkat bicara.
“Aku sepenuhnya percaya pada istri dan saudara kembar ku, jadi ibu-ibu nggak perlu kuatir yang berlebihan.”
“Kami hanya sekedar mengingatkannya saja, selebihnya itu terserah nak Yuda,” kata para ibu-ibu itu.
Nayla dan Yoga, yang menyaksikan percakapan itu, jantungnya tak henti berdebar, denyut nadinya memompa tak beraturan. Perasaannya dihantui rasa takut yang berlebihan.
Setelah para ibu-ibu itu pergi, Nayla langsung berlari menuju kamarnya, sementara Yuda duduk terhenyak diatas sofa.
“Kau dengar sendirikan Yud? para ibu-ibu itu udah mulai curiga dengan keberadaan ku disini. Kenapa kau nggak cari pembantu yang lain aja Yud, untuk menjaga Nayla dan putramu?”
“Nggak Yog, aku nggak percaya pada mereka.”
“Lalu kau percaya dengan siapa lagi Yud?”
“Aku hanya percaya pada mu.”
“Astagfirullah. Yud,Yud ! kau begitu naif sekali. Kenapa kau begitu percaya sekali padaku?”
“Karena kau nggak mungkin akan mengkhianati saudaramu sendiri.”
“Jadi kau begitu percaya pada ku?”
“lebih dari segalanya Yog.”
“Jadi kau nggak takut dengan keresahan para ibu-ibu tadi?”
“Kenapa harus takut, kalau kita selalu melakukan yang benar, bukankah begitu pesan Ayah kita dulu sebelum beliau meninggal dunia?”
“Ya udahlah, aku janji padamu untuk menjaga keduanya sepenuh hati.”
“Nah begitu doong.”
“Kalau begitu, mari kita sarapan dulu!” ajak Yoga.
“Ok,” jawab Yuda singkat seraya berjalan mengiringi langkah saudara kembarnya itu.
Diam-diam dari balik gorden jendela, Nayla memperhatikan keduanya, keakraban Yuda dan Yoga tampak begitu kental sekali begitu juga dengan kepercayaan Yuda pada Yoga tak perlu diragukan sama sekali.
Mereka berdua saling mempercayai satu sama lainnya. Lalu bagai mana mungkin aku merusaknya, oh aku bukan istri yang baik untuk mu Bang,” kata Nayla seraya menangis dalam kesendiriannya. Rasa sakit itu semakin menusuk dalam sanubarinya.
“Nay!”
Tiba-tiba saja Yuda memanggil Namanya dari luar, hal itu membuatnya segera menghapus air matanya yang bercucuran.
“Iya Bang, Nay disini!”
“Ayo kita sarapan dulu sayang!”
“Baik Bang. Nay segera datang!” jawab Nayla seraya melangkah menuju ruang makan.
Diatas meja telah terhidang nasi goreng buatan Yoga, tampa berbasa basi lagi, mereka bertiga pun menyantap makanan itu dengan lahapnya.
“Nambah dulu aaah!” kata Yuda seraya menyendok nasi goreng itu sendiri.
“Enak Yud?” tanya Yoga sembari melirik kearah Yuda.
“Ya enaklah, inikan makanan kesukaan ku, siapa yang memasaknya Yog?”
“Siapa lagi, emangnya kau bisa masak apa?”
Sambil menyantap makanan itu, mereka bertiga pun saling bercengkrama dan beradu pandangan satu sama lain.
Keakraban tampak menyelubungi keharmonisan keluarga itu, setelah selesai makan Yuda duduk di kursi tamu sambil menyulut sebatang rokok.
Yuda kemudian tersenyum saat sikecil datang menghampirinya dan mematikan rokok yang berada di jemari tangannya.
“Eee…anak Papa udah bangun rupanya, sini biar Papa yang gendong.”
“Jadi Abang berangkat besok pagi?” tanya Nayla pada suaminya.
“Jadi Nay,” jawab Yuda singkat.
“Ada yang perlu Nay bicarakan sama Abang.”
“Apa itu Nay?”
“Apa Bang Yoga masih disini menemani kami berdua?”
“Tentu, emangnya kenapa Nay? apa Nay nggak mau ditemani lagi?”
“Oh, nggak. Nay nggak keberatan kok, tapi?”
“Tapi apa Nay?”
“Tapi, Apa Abang nggak dengar komentar para ibu-ibu itu, mereka semua meragukan keberadaan Bang Yoga disini.”
“Ah, omongan mereka itu nggak usah pala didengarkan, mereka semua nggak tau apa-apa.”
“Tapi, Bang.”
“Tapi apa lagi Nay?”
“Tapi Nay takut Bang, kalau kata para ibu-ibu itu terjadi.”
“nggak perlu cemas Nay, Yoga itu orang yang berpendidikan, semua itu tergantung pada diri kita, jika kita saling menjaga kehormatan kita hal yang buruk itu nggak bakalan terjadi.”
“Benar begitu Bang?”
“Iya, percayalah pada Abang Nay, jika Bang Yoga ingin melakukan perzinaan dengan mu, pasti udah dia lakukan dan Nay sendiri nggak akan bisa menghindarinya. Tapi itu semua nggak dilakukannya bukan? itu berarti dia masih menjaga kehormatan mu dan keluarga kita.”
“Apa Bang Yoga bicara sesuatu pada Abang?”
“Maksud Nay?”
“Ya, bicara sesuatu yang dikarang gitu.”
“Nggak Nay, Yoga bukan tipe orang seperti itu.”
“ Hmmm.”
“sekarang percayalah padanya, bukankah dia yang telah menyelamatkan nyawa Nay waktu melahirkan itu? nah jadikan itu balasan kebaikannya pada mu!”
“Baik Bang, Nay akan ingat selalu pesan Abang.”
“Bagus. Sekarang bawa anakmu masuk, Abang mau keruangan praktek sebentar.”
“Baik Bang,” jawab Nayla seraya menggendong anaknya menuju kamar.
Tak terasa malam semakin larut, Yuda belum keluar dari ruang prakteknya, melihat suaminya belum keluar juga, Nayla datang menyusulnya.
“Lagi ngapain Bang? kenapa lama sekali nggak keluar?”
“Banyak file-file yang harus Abang selesaikan Nay, maklum disana seluruh alat komunikasi nggak bisa difungsikan. Jadi Abang menyelesaikannya disini aja.”
“Ooo gitu, Nay kira Abang lagi ngapain?”
Setelah larut malam Yuda bekerja, baru saja matanya hendak terpejam suara Kokok ayam jantan terdengar begitu bising sekali, hingga matanya begitu sulit untuk di pejamkan.
Sesaat kemudian, pagi pun datang menjelang, dan Yuda bersiap-siap untuk segera berangkat. Dikecupnya berulangkali wajah putra dan istrinya, seperti sedang berharap perpisahan itu jangan sampai terjadi.
Yoga yang menyaksikan hal itu hanya bisa menundukkan kepalanya. Yuda pun berangkat meninggalkan istri dan anaknya. Walau begitu berat untuk berpisah, namun tugas harus diutamakan.
Yuda selalu teguh memegang prinsipnya, bahwa dia harus mengutamakan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadinya.
Meskipun rasa rindu masih mendera perasaannya, namun dia tak bisa berbuat apa-apa, karena disana masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan lembutnya.
Begitu juga dengan Nayla, walau berat rasa hatinya untuk berpisah, tapi dia harus ikhlas melepaskan kepergian suaminya itu.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
nacl
mending pake art pak dokter. leluasa
2023-03-06
0
👑Meylani Putri Putti
kamu aja terlalu polos Yuda
2023-02-04
0
👑Meylani Putri Putti
Ya iyalah dia mau percaya sama siapa lagi yoga kamu aja yang nggak bisa dipercaya seperti pagar makan tanaman
2023-02-04
0