BAB 17. BERTEMU NOAH LAGI

"Selamat pagi, Jilena." Noah tersenyum padanya, binar bahagia bertemu lagi dengan Jilena terpancar dari matanya. Jilena menarik tangannya dari kembali dari pegangan pintu, dia merasa tubuhnya bergetar. Kenapa Noah? Kenapa harus dia yang kutemui pagi ini? Apa harus berada di The Upper Spot pada waktu yang samaan dengannya? Sangat menyebalkan, bertemu lagi dengan orang yang paling aku hindari.

Noah terlihat tampan dengan setelan jas hitam branded dan kemeja polo, warna biru laut. Jilena sudah mendengar kabar jika Noah bekerja di perusahaan real estate milik ayahnya, dengan berpakaian seperti itu membuatnya terlihat seperti seorang Realtor sukses.

"Pagi." jawab Jilena ketus. Dia tidak peduli seberapa tampannya pria itu, dia bertekad untuk tetap waspada saat berada didekatnya. Gadis itu tahu betul, Noah akan mencoba mendekatinya kembali. Dia tidak ingin jatuh terperangkap pada pesona pria tampan dan sukses itu. Cukup sudah rasa sakit yang dirasakannya dimasa lalu.

Noah membuka pintu dan memberi isyarat padanya untuk masuk. "Kamu duluan."

Jilena melewatinya, takut jika Noah akan berdiri di belakangnya menunggu antrian untuk memesan kopinya. Alih-alih berdiri menunggu diantrian, Jilena memilih berdiri didepan etalase roti dan melihat berbagai macam kue, roti, cake dan makanan lezat lainnya yang ada di dalam etalase, berpura-pura sedang melihat-lihat dan berpikir untuk memilih kue.

"Kopi hitam size besar, pakai krim dan sedikit gula, satu kotak roti gulung" kata Noah kepada wanita yang lebih tua di belakang konter. Jilena merasakan tatapan tajam pria itu tertuju padanya. Atau apakah itu hanya imajinasinya?

"Jilena, apa kamu mau sesuatu? Aku pesankan untukmu, ”dia menawarkan. Rupanya, itu bukan imajinasi Jilena. Pandangan matanya terpaku pada kue-kue kedalam etalase yang ada di depannya. Mata hitam milik pria yang memesona itu tidak menarik lagi baginya.

 "Tidak, aku sedang menunggu Ramira—terima kasih."

"Jumlah keseluruhan menjadi seratus tujuh puluh ribu rupiah," kata petugas kasir.

Noah menyerahkan uang tunai padanya. "Berapa lama kamu akan tinggal disini?"bertanya pada Jilena. Dia tidak menjawab.

“Jilena, sayang?” Noah bertanya lagi.

"Oh maaf. Apakah Anda berbicara dengan saya?” Jilena memaksa dirinya untuk melihat ke arah antrian dimana Noah berada, tak rela mendengar pria itu memanggilnya ‘sayang’, Jilena membuang pandangannya untuk menghindari senyum menawan diwajah pria itu.

"Ya, kamu."

"Tidak lama, hanya beberapa hari." Kemudian dia melihat kearah wanita di belakang konter. “Nonie, tolong panggilkan Ramira—apa dia masih lama?”

"Tunggu sebentar ya, saya membuat kopi untuk pria ini, saya akan memberi tahu ramira kalau kamu ada di sini."

Noah terdiam melihat reaksi Jilena yang ketus dan tidak tertarik untuk menanggapinya. Noah berdiri menunggu sampai wanita itu menyerahkan kopi dan roti gulung pesanannya. Setelah itu wanita itu menghilang ke ruang belakang.

Noah berjalan mendekati Jilena, “Jilena, tolong dengarkan aku sebentar, aku bisa melihat dari sikapmu jika kamu tidak ingin berbicara denganku, tapi ayolah. Lupakan semua yang sudah terjadi dimasa lalu. Sudah dua belas tahun. Kita berdua sudah dewasa sekarang, kita bukan anak-anak seperti waktu itu.”

Noah menghentikan ucapannya dan menunggu jawaban, tetapi gadis itu hanya diam tak merespon. Dia sungguh-sungguh tidak ingin bicara pada Noah, terlalu menyakitkan baginya melihat pria itu.

"Kudengar kamu tinggal di kota dan menerima pekerjaan di koran." Kata Noah lagi, berusaha mengajak Jilena bicara.

Jilena memutar kepalanya menatap ke arah pria itu dengan matanya menyipit. "Bagaimana kamu tahu?"

"Ayahku pemilik surat kabar itu, lupa?" Noah mengangkat alisnya ke arahnya untuk sesaat, lalu sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman nakal.

“Terlebih lagi, di kota ini semua orang tahu urusan pribadi orang lain. Tidak ada yang lebih disukai para wanita dikota ini selain bergosip dan menyebarkan berita.”

"Apa Anda suka bergosip juga? Lalu mengapa Anda bertanya kepada saya berapa lama saya akan berada di kota ini?"kata Jilena ketus, dia berharap Noah akan segera meninggalkannya.

"Aku ingin kamu sendiri yang memberitahuku."

Jilena berusaha keras untuk mengalihkan pandangannya dari Noah, tapi sangat sulit melakukannya. Kenapa dia? tumbuh menjadi pria tampan seperti itu? Senyum manis terukir dibibir tipis pria itu memberi isyarat untuknya, tapi Jilena tidak akan jatuh kedalam perangkapnya lagi.

“Nah, sekarang kamu tahu.” dia merasa pipinya menjadi panas saat tatapannya kembali menatap Noah yang bertubuh kekar berotot. Degup jantung Jilena semakin kencang, dia berusaha menenangkan hatinya agar tidak terpesona pada pria itu.

“Ijinkan aku mengajakmu makan siang hari ini. Kita bisa mengejar----.”kalimatnya terputus

"Maaf, tidak bisa. Dia akan makan siang denganku," kata Ramira, tepat pada waktunya untuk—menyelamatkan Jilena dari pria itu.

"Ya, benar" kata Jilena, tanpa melihat pada Noah, "maaf."

"Lain kali, kalau begitu." Noah mengambil kopinya “Boleh aku minta nomor ponselmu?” dia takkan menyerah sampai dia bisa mengajak gadis itu makan bersama, dan mengejar tahun-tahun yang sudah terlewatkan. “Tidak!” jawab Jilena singkat dan ketus. Tak ingin membuat gadis itu makin kesal, Noah melangkah keluar meninggalkan tempat itu.

“Terima kasih telah menyelamatkanku,” kata Jilena dengan senyum lemah. "Aku sudah tidak tahan melihatnya."

"Sama-sama. Nih, roti gulung kayu manismu.” Dia menyerahkan piring kecil berisi roti gulung kayu manis, ditutup dengan plastik pembungkus. “Aku harus menyisihkannya untukmu, kalau tidak kusisihkan, takkan ada yang tersisa untukmu. Kamu tahu kan setiap pagi ramai pelanggan membeli roti. Duduklah, aku akan membawakan secangkir kopi."

Jilena mengambil roti gulungnya dan duduk di dekat jendela. Lonceng berdenting saat pintu terbuka lagi dan suara tawa manis seorang anak kecil terdengar. "Vino," seru Ramira. “Ahhh...kejutan yang luar biasa!” Jonathan berada tepat di belakang anak itu. “Kami baru saja pulang dari dokter, dan aku berjanji pada Vino akan membelikannya cupcake coklatmu yang terkenal.”

"Oh tidak. Apa Vino sakit?" tanya Ramira, terlihat sangat khawatir.

“Tidak, dia sehat, hanya pemeriksaan kesehatan sebelum sekolah dimulai,” Jonathan menjelaskan dan terlihat raut wajah Ramira langsung tenang. Dia sangat sayang pada bocah menggemaskan itu.

"Aku akan masuk taman kanak-kanak," tambah Vino.

"Selamat pagi, Jonathan," sapa Jilena dari tempatnya duduk, tidak jauh dari Jonathan. Dia bangkit dan berjalan mendekat. "Siapa pria tampan ini?"

*visual Vino Clarren Benedictus

"Ini anakku, Vino." Jonathan tersenyum bangga. “Vino, ini Tante Jilena. Dia adalah teman lama daddy dari sekolah menengah. Ayo salam?”

Anak itu menjulurkan tangan kecilnya. "Senang bertemu denganmu," katanya kaku, seolah-olah—dia telah berlatih. Jilena meraih tangan kecil itu dan menjabatnya, terkejut dengan cengkeraman yang kuat untuk bocah seusianya.

Dia menatap ayahnya. "Tante ini cantik, tidak nampak setua daddy."

Jonathan menutup mulutnya menahan tawa dan berlutut di samping anak laki-laki itu. Jilena dan Ramira membuang muka sambil cekikikan. Jadi menurut bocah ini kalau ayahnya sudah tua.

"Kami teman lama, sejak dulu," Jonathan menjelaskan.

"Oh, pacar daddy?" jawab Vino, sama sekali tidak malu dengan ucapannya itu. Membuat mereka terkejut. “Teman daddy” kata Jonathan tidak ingin ada kesalahpahaman. Dia khawatir jika Jilena akan mengira Vino sengaja bicara seperti itu. Ramira dengan cepat mengambil cupcake cokelat dan memberikannya pada Vino untuk mengalihkan perhatiannya. "Ini untukmu, Vino sayang."

 

Senyum tersungging di wajah bocah itu saat dia mengambil cupcake. Mata bulat miliknya melebar menatap cupcake coklat kesukaannya, saat dia membuka mulutnya untuk memakan cupcakenya.

"Kamu harus bilang apa?" ayahnya bertanya.

Vino berkata "Terima kasih" sebelum mengunyah cupcake coklat.

Wajah Vino sangat mirip dengan Jonathan. Jilena jadi teringat dengan bayi laki-lakinya, apakah wajah putraku mirip seperti Noah? Dimanakah keberadaan putraku sekarang? Apa dia baik-baik saja? Hatinya begitu sedih mengingat itu.

"Bisa berikan saya tisu?" Jonathan bertanya pada Ramira.

Ramira mengambil beberapa lembar tisu dan mengulurkannya.

"Terima kasih." Jonathan meminta tisu tepat pada waktunya, saat bocah itu sedang melahap cupcake dan frosting berlepotan mengotori wajahnya dan terlihat bocah itu menyeka tumpahan frosting dari tangannya ke bajunya. Dengan sabar Jonatha membersihkan cokelat dari sekitar mulut dan pipi bocah itu.

"Vino suka cupcake ya?" kata Jilena.

Bocah itu hanya mengangguk dengan antusias.  Jonathan berdiri, meraih tangan Vino. “Lebih baik aku membawanya pulang dan mengganti pakaiannya.” Dia berhenti dan melihat ke arah Jilena. “Hari ini hari liburku. Kamu masih ingat tentang janji kita, makan siang bersama dan bertemu?”

"Vino juga?" Jilena bertanya.

“Tidak, hanya kita berdua. Ibuku akan menjaganya.” Jonathan mengacak-acak rambut Vino dengan jarinya. Ada sedikit kekecewaan dihati Jilena, dia ingin bersama Vino, sangat terkejut mendengar ajakan Jonathan untuk pergi berdua. "Baiklah."

“Bagaimana kalau begitu kita bertemu di Restoran Paradise untuk makan siang,” usulnya.

"Terdengar bagus."

Setelah sarapan, Jilena pulang ke rumah untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang kisah penemuan mengerikan di dekat Danau Hijau. Dia menuangkan ceritanya melalui catatan publik dan berusaha menemukan siapa pemilik properti itu sebelumnya, menggali kembali ke dua puluh tahun lalu. Tanpa tahu persis berapa lama wanita itu sudah dikuburkan di sana, dia harus menemukan semua kemungkinan yang terkait dengan pembunuhan dan properti tempat ditemukannya kerangka itu.

Keluarga Arsyanendra telah memiliki rumah danau mereka selama lebih dari dua puluh tahun—pasti banyak yang dia tahu — tetapi dia harus menemukan identitas pemilik properti lainnya di sekitar danau, mencoba mengingat kembali, Jilena terus menggali informasi di internet.

Dia menelepon Detektif Wira dan bertanya apakah dia telah meneliti orang tua yang hilang dan laporan orang hilang di daerah tersebut. Detektif itu mengatakan dia punya semua laporannya, siapa pun yang telah dilaporkan hilang dari lima hingga dua puluh lima tahun yang lalu, dia sudah mencari data orang hilang dengan ciri-ciri perempuan, tinggi badan dan usia yang sama dengan korban, tetapi tidak ada yang cocok dengan deskripsinya.

“Jadi, Anda memiliki detail itu — tinggi dan perkiraan usia wanita itu?" Jilena bertanya. “Bersediakah Anda berbagi info denganku?”

“Saya pikir itu bukan ide baik. Anda bukan penegak hukum.”jawab detektif wira.

“Benar, tapi saya ada di pihakmu. Jika saya dapat membantu Anda mencari tahu siapa wanita itu, maka Anda memiliki kesempatan yang lebih baik untuk memecahkan kasus ini. Apakah kamu tidak setuju?"

"Atau malah sebaliknya? Akan jadi bumerang dengan berbagi info denganmu yang bisa membuatku dipecat."

Jilena memilih untuk mengabaikan komentar terakhir si detektif itu. Sebaliknya, dia menekan. “Saya mohon, Detektif, anggap saya rekanmu. Kita bisa bekerjasama dan saling membantu memecahkan kasus pembunuhan ini. Setelah kita menemukan pembunuhnya, Anda akan menjadi pahlawan bagi kota ini."

Pria itu terdiam sesaat, dia sepertinya sedang memikirkan keputusan. "Pahlawan kota, katamu." Dia mendengus. "Oh baiklah." Suaranya diturunkan dan itu terdengar seolah-olah dia menangkupkan tangannya di sekitar telepon. "Menurut hasil pemeriksaan, wanita itu diperkirakan lahir antara tahun lima-lima hingga lima-tujuh dan kira-kira berusia pertengahan tiga puluhan hingga awal empat puluhan, tapi  Anda tidak mendengar itu dari saya. Hanya itu yang bisa saya berikan kepada Anda. ” kata detektif itu dengan suara pelan.

“Saya perhatikan ada sesuatu yang tampak seperti kalung di salah satu foto yang saya ambil.”

"Kau mengambil foto?" Dia terdengar marah. “Aku tahu seharusnya aku tidak membiarkanmu tetap berada di tempat kejadian.””

“Akuilah, kamu senang aku melakukannya. Dengan mengambil foto dari TKP kita bisa menemukan sesuatu” kata Jilena.

“Kembali ke foto, ada sesuatu yang terlihat seperti kalung, mungkin. Apakah Anda tahu apa itu?”tanya Jilena lagi.

"Aku sudah memberi informasi terlalu banyak padamu." Dia menutup telepon.

Jilena merasa tidak nyaman, merasa jika detektif itu menyembunyikan sesuatu—tapi apa?

Terpopuler

Comments

beby

beby

semangat cari berita👍

2023-03-18

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 JILENA MARGARETHA
2 BAB 2 MASALAH BERUNTUN
3 BAB 3. DIUSIR DARI APARTEMEN
4 BAB 4. KABAR DUKA
5 BAB 5. TANTE DEWI
6 BAB 6. KEMBALI KE KOTA LEMBAYUNG
7 BAB 7. BERTEMU NOAH ARSYANENDRA
8 BAB 8. RUMAH TUA
9 BAB 9. MELAMAR KERJA
10 BAB 10. WASIAT
11 BAB 11. PENEMUAN MAYAT
12 BAB 12. DANAU HIJAU
13 BAB 13. KISAH MASA LALU
14 BAB 14. MENELUSURI TKP
15 BAB 15. MENCARI KEBENARAN
16 BAB 16. MAKAN MALAM KELUARGA
17 BAB 17. BERTEMU NOAH LAGI
18 BAB 18. MAKAN SIANG BERDUA
19 BAB 19. TAMAN BANGAU
20 BAB 20. FOTO DI LIONTIN
21 BAB 21. IDENTITAS MAYAT TERUNGKAP
22 BAB 22. ACARA PEMAKAMAN
23 BAB 23. MENCARI BUKTI
24 BAB 24. PERSELINGKUHAN ARSYANENDRA
25 BAB 25. RAHASIA KELUARGA ARSYANENDRA
26 BAB 26. MAKAN MALAM DENGAN NOAH
27 BAB 27. BERDAMAI DENGAN MASA LALU
28 BAB 28. JONATHAN CEMBURU
29 BAB 29. BERSAMA JONATHAN
30 BAB 30. DUA DUDA KEREN
31 BAB 31. JONATHAN DAN VINO
32 BAB 32. ARLINA ARSYANENDRA
33 BAB 33. KECURIGAAN
34 BAB 34. BUKTI REKENING BANK
35 BAB 35. MENYELIDIKI BUKTI TRANSFER
36 BAB 36. BERTEMU RATIH ARSYANENDRA
37 BAB 37. PENGAKUAN RATIH
38 BAB 38. NOAH DAN RAMIRA
39 BAB 39. ANCAMAN TUAN ARSYANENDRA
40 BAB 40. ANCAMAN BALIK DARI JILENA
41 BAB 41. MENGAMBIL SAMPEL DNA
42 BAB 42. MENYERAHKAN BUKTI
43 BAB 43. SENTUHAN JONATHAN
44 BAB 44. PEMBAGIAN WARISAN
45 BAB 45. DI TAMAN KOTA
46 BAB 46. SIAPA AYAH KANDUNG RAMIRA?
47 BAB 47. NOAH ARSYANENDRA DITANGKAP
48 BAB 48. MENGUNJUNGI NOAH
49 BAB 49. NOAH MINTA MAAF
50 BAB 50. PENGGELEDAHAN
51 BAB 51. BUKTI DARAH
52 BAB 52. KEMARAHAN SARAH
53 BAB 53. PERSIDANGAN NOAH
54 BAB 54. MEREKAM PERCAKAPAN
55 BAB 55. BUKTI BARU
56 BAB 56. BUKTI KANCING
57 BAB 57. APAKAH PAPA TERLIBAT?
58 BAB 58. MENEMUKAN PACAR MARIANA
59 BAB 59. VINO
60 BAB 60. THE UPPER SPOT CAFE
61 BAB 61. HENDRA BASKORO
62 BAB 62. KETERANGAN HENDRA
63 BAB 63. MENCARI BUKTI LAIN
64 BAB 64. REKAMAN DVD
65 BAB 65. REKAMAN DVD 2
66 BAB 66. PROSES INTEROGASI
67 BAB 67. INTEROGASI 2
68 BAB 68. KEBENARAN TERUNGKAP
69 BAB 69. MERAYAKAN KEMENANGAN
70 BAB 70. MEMAAFKAN
Episodes

Updated 70 Episodes

1
BAB 1 JILENA MARGARETHA
2
BAB 2 MASALAH BERUNTUN
3
BAB 3. DIUSIR DARI APARTEMEN
4
BAB 4. KABAR DUKA
5
BAB 5. TANTE DEWI
6
BAB 6. KEMBALI KE KOTA LEMBAYUNG
7
BAB 7. BERTEMU NOAH ARSYANENDRA
8
BAB 8. RUMAH TUA
9
BAB 9. MELAMAR KERJA
10
BAB 10. WASIAT
11
BAB 11. PENEMUAN MAYAT
12
BAB 12. DANAU HIJAU
13
BAB 13. KISAH MASA LALU
14
BAB 14. MENELUSURI TKP
15
BAB 15. MENCARI KEBENARAN
16
BAB 16. MAKAN MALAM KELUARGA
17
BAB 17. BERTEMU NOAH LAGI
18
BAB 18. MAKAN SIANG BERDUA
19
BAB 19. TAMAN BANGAU
20
BAB 20. FOTO DI LIONTIN
21
BAB 21. IDENTITAS MAYAT TERUNGKAP
22
BAB 22. ACARA PEMAKAMAN
23
BAB 23. MENCARI BUKTI
24
BAB 24. PERSELINGKUHAN ARSYANENDRA
25
BAB 25. RAHASIA KELUARGA ARSYANENDRA
26
BAB 26. MAKAN MALAM DENGAN NOAH
27
BAB 27. BERDAMAI DENGAN MASA LALU
28
BAB 28. JONATHAN CEMBURU
29
BAB 29. BERSAMA JONATHAN
30
BAB 30. DUA DUDA KEREN
31
BAB 31. JONATHAN DAN VINO
32
BAB 32. ARLINA ARSYANENDRA
33
BAB 33. KECURIGAAN
34
BAB 34. BUKTI REKENING BANK
35
BAB 35. MENYELIDIKI BUKTI TRANSFER
36
BAB 36. BERTEMU RATIH ARSYANENDRA
37
BAB 37. PENGAKUAN RATIH
38
BAB 38. NOAH DAN RAMIRA
39
BAB 39. ANCAMAN TUAN ARSYANENDRA
40
BAB 40. ANCAMAN BALIK DARI JILENA
41
BAB 41. MENGAMBIL SAMPEL DNA
42
BAB 42. MENYERAHKAN BUKTI
43
BAB 43. SENTUHAN JONATHAN
44
BAB 44. PEMBAGIAN WARISAN
45
BAB 45. DI TAMAN KOTA
46
BAB 46. SIAPA AYAH KANDUNG RAMIRA?
47
BAB 47. NOAH ARSYANENDRA DITANGKAP
48
BAB 48. MENGUNJUNGI NOAH
49
BAB 49. NOAH MINTA MAAF
50
BAB 50. PENGGELEDAHAN
51
BAB 51. BUKTI DARAH
52
BAB 52. KEMARAHAN SARAH
53
BAB 53. PERSIDANGAN NOAH
54
BAB 54. MEREKAM PERCAKAPAN
55
BAB 55. BUKTI BARU
56
BAB 56. BUKTI KANCING
57
BAB 57. APAKAH PAPA TERLIBAT?
58
BAB 58. MENEMUKAN PACAR MARIANA
59
BAB 59. VINO
60
BAB 60. THE UPPER SPOT CAFE
61
BAB 61. HENDRA BASKORO
62
BAB 62. KETERANGAN HENDRA
63
BAB 63. MENCARI BUKTI LAIN
64
BAB 64. REKAMAN DVD
65
BAB 65. REKAMAN DVD 2
66
BAB 66. PROSES INTEROGASI
67
BAB 67. INTEROGASI 2
68
BAB 68. KEBENARAN TERUNGKAP
69
BAB 69. MERAYAKAN KEMENANGAN
70
BAB 70. MEMAAFKAN

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!